Minggu, 14 April 2019

Sekilas tentang Tokoh Pendidikan


1. SEKILAS PERJALANAN HIDUP KI HADJAR DEWANTARA
Lahir dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, Ki Hadjar Dewantara terlahir dalam keluarga kraton Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dan wafat pada tanggal 26 April 1959. Sebagai golongan  ningrat,  Ki Hadjar Dewantara memperoleh hak untuk mengeyam  pendidikan yang layak dari kolonial Belanda. Setelah menamatkan ELS (Sekolah Dasar Belanda),  beliau meneruskan pelajarannya ke STOVIA (Sekolah Dasar Bumiputera), sayang sekali karena sakit  ia  tidak dapat  meneruskan pendidikannya di STOVIA.
            Pada tanggal 3 Juli 1922 beliau mendirikan Perguruan Taman Siswa dan sampai saat wafatnya  terus   memimpin  perguruan  tersebut. Taman Siswa  merupakan  sebuah perguruan yang bercorak nasional yang menekankan rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta  semangat   berjuang  untuk  memperoleh  kemerdekaan.  Perjuangan  Ki  Hadjar Dewantoro tak hanya melalui Taman Siswa, sebagai penulis, Ki Hadjar Dewantara tetap produktif menulis untuk bebagai surat kabar. Tulisan Ki Hadjar Dewantoro berisi konsep- konsep pendidikan dan kebudayaan yang berwawasan kebangsaan, dan melalui konsep- konsep  itulah  dia  berhasil  meletakkan  dasar-dasar  pendidikan  nasional  bagi  bangsa Indonesia.

KONSTRUKTIVISME DALAM PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA
Membaca  tulisan-tulisan  Ki  Hadjar  Dewantara  tentang  pendidikan,  teringat   pada pendekatan konstruktivisme dalam pendidikan. Keduanya sama-sama menekankan bahwa titik  berat  proses  belajar   mengajar  terletak  pada  murid.  Pengajar  berperan  sebagai fasilitator  atau  instruktur  yang  membantu  murid  mengkonstruksi konseptualisasi dan solusi dari masalah yang dihadapi. Jadi pembelajaran yang optimal adalah pembelajaran yang berpusat pada murid (student center learning).
Konstruktivisme yang sudah besar pengaruhnya sejak periode 1930-an dan 1940-an di Amerika,  juga  di  Eropa,  secara  langsung  atau tidak  langsung  dasar-dasarnya  pernah dipelajari oleh Ki Hadjar  Dewantara. Dasar pertama dari pendekatan konstruktivisme dalam  pendidikan adalah  “teori  konvergensi”  yang  menyatakan  bahwa  “pengetahuan manusia merupakan hasil interaksi dari faktor  bawaan (nature) dan faktor pengasuhan (nurture).  Menurutnya,  baik  “dasar”  (faktor  bawaan)   maupun   “ajar”  (pendidikan) berperan dalam pembentukan watak seseorang.

DARI TEORI KONVERGENSI KE SISTEM MERDEKA
Dalam penerapannya di bidang pendidikan, oleh Ki Hadjar teori konvergensi diturunkan menjadi sistem  pendidikan  yang  memerdekakan  siswa  atau  yang  disebutnya  “sistem merdeka”.
Ki Hadjar menunjukkan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan tujuan membantu siswa menjadi  manusia yang merdeka dan mandiri, serta mampu memberi konstribusi kepada masyarakatnya. Menjadi manusia merdeka berarti : (a) tidak hidup terperintah; (b) berdiri tegak karena kekuatan sendiri; dan (c)  cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Singkatnya, pendidikan menjadikan orang mudah diatur tetapi tidak dapat disetir.
Pandangan konstruktivisme  tentang  pendidikan  sejalan dengan pandangan  Ki Hadjar Dewantara yang menekankan pentingnya siswa menyadari alasan dan tujuan ia belajar. Ki Hadjar mengartikan mendidik sebagai “berdaya upaya dengan sengaja untuk memajukan hidup tumbuhnya budi pekerti dan badan  anak  dengan jalan pengajaran, teladan dan pembiasaan”
            Ki Hadjar dan konstruktivisme  sama-sama  memandang pengajar sebagai mitra siswa untuk menemukan pengetahuan. Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke murid  melainkan kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya.  Pengajar  ikut  aktif  bersama  siswa  dalam  membentuk  pengetahuan, mencipta makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan memberikan penilaian-penilaian terhadap  berbagai  hal.   Mengajar  dalam  konteks  ini  adalah  membantu  siswa  untuk berpikir secara kritis, sistematis dan logis dengan membiarkan mereka berpikir sendiri.
Sejalan dengan itu, Ki Hadjar Dewantara memakai semboyan “Tut Wuri Hanadayani” (dari belakang  seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, pendidik  harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing  ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik).  Semboyan ini masih tetap dipakai hingga kini dalam dunia pendidikan dan terutama di sekolah-sekolah Taman Siswa.

ANALISIS KRITIS
Menurut   Ki   Hajar   Dewantoro,   manusia   memilki   daya   cipta,   karsa   dan   karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang.  Pengembangan yang  terlalu  menitik  beratkan  pada  satu  daya  saja  akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual saja hanya akan mejauhkan peserta didik dari masyarakatnya.
Ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang  memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika ini berlanjut akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.

IMPLEMENTASI DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Perjuangan Ki Hajar Dewantoro terhadap pendidikan Indonesia membuat beliau layak di anugerahi gelar pahlawan pendidikan Indonesia.
 Tidak  berlebihan  jika  tanggal  lahir  beliau,  2  Mei  diperingati  sebagai  hari Pendidikan Nasional untuk mengenang dan sebagai penyemangat bagi kita untuk meneruskan   prakarsa   dan   pemikiran-pemikiran   beliau   terhadap   pendidikan Indonesia.
 Ki  Hajar  Dewantara  mempunyai  semboyan  tut  wuri  handayani,  ing  madya mangun karsa dan  ing ngarsa sung tulada. Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan.
 Pendidikan yang humanis menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya sebagai manusia yang utuh berkembang (menurut Ki Hajar Dewantara menyangkut daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif). Singkatnya, “educate the head, the heart, and the hand”.

2. SEKILAS PERJALANAN HIDUP PLATO
Plato lahir sekitar 427 SM - dari keluarga terkemuka di Athena, ayahnya bernama  Ariston  dan  ibunya  bernama  Periktione. Ketika  bapaknya  meninggal  ibunya  nikah  lagi  dengan  adik ayahnya Plato yang bernama Pyrilampes yang tidak lain adalah seorang politikus, dan Plato banyak terpengaruh dengan kehadiran pamannya ini. Karena  sejak   kehadiran pamannya ini ia banyak bergaul dengan para politikus Athena.
Plato adalah filsuf Yunani yang sangat berpengaruh, murid Socrates dan guru dari Aristoteles.  Karya Plato yang paling terkenal ialah Republik, di mana ia menguraikan garis besar pandangannya pada keadaan "ideal".
Plato terkenal dengan ajarannya tantang cita-cita yang disebut “dunia cita-cita”, yang antara lain menyatakan : (a) Dalam alam yang ada di luar pancaindera kita dan yang hanya dapat dicapai dengan  pikiran, terdapat cita-cita yang mempunyai bentuk-bentuk sendiri, tidak berubah dan tidak terdiri dari  zat; (b) Dalam keadaan aslinya, sebelum manusia diturunkan ke dunia,  ia  melihat  bentuk-bentuk itu  dalam alam aslinya. Jika manusia kemudian memperoleh badan jasmaniahnya, maka ia melalui  pancainderanya akan  ingat  kembali  cita-cita  itu.  Dengan  demikian  ,  penginderaan  tidak  memberi pengetahuan baru, tetapi hanya ingatan saja kepada cita-cita yang telah ada di dalam asalnya.

FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME PLATO
Perenialisme  merupakan filsafat  pendidikan yang  lahir  pada abad kedua puluh, sebagai suatu  kritik terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.
Teori dan  konsep  pendidikan  perenialisme  dilatarbelakangi  oleh  filsafat-filsafat Plato sebagai Bapak Realisme Klasik. Plato berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas  atau kenyataan-kenyataan itu telah ada pada diri manusia sejak dari asalnya, yang berasal dari realitas yang hakiki.
Menurut Plato, “dunia idea”, bersumber dari ide mutlak,yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum manusia lahir yang semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi. Manusia  tidak mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya itu. Dengan  menggunakan  akal  atau  rasio,  semuanya  itu  dapat  ditemukan  kembali  oleh manusia.
Kebenaran itu ada yaitu kebenaran yang bulat dan utuh. Manusia dapat memperoleh kebenaran  tersebut  dengan  jalan  berpikir,  bukan  dengan  pengamatan  indera,  karena dengan berpkir itulah  manusia dapat  mengetahui hakikat kebenaran dan pengetahuan (Uyoh Sadulloh, 2007).
Dalam  pendidikan,  perenialis  berpandangan  bahwa  dalam  dunia  yang  tidak menentu, penuh  kekacauan, serta membahayakan, seperti yang kita hadapi dewasa ini, tidak ada satupun yang  lebih  bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidikan.

KONSEP PENDIDIKAN PLATO
Menurut Plato, pendidikan didasarkan pada pengertian logis psikologi manusia. Ia memberikan ilustrasi logis psikologi manusia. Ia memberikan ilustrasi : pengalaman bayi atas segala sesuatu bermula  dengan sensasi kenikmatan dan rasa sakit. 
Anak  harus belajar merasakan kenikmatan daan rasa sakit, mencintai dan membenci secara tepat. Ketika  tumbuh  mereka  akan  memahami  alasan  yang  mendasari  latihan  yang  telah diterima. Sistem pendidikan yang logis memerlukan integrasi intelek dan emosi.
Cita-cita pendidikan plato adalah: (a) Tugas individu mengutamakan kepentingan Negara di atas  kepentingan pribadi. Pendidikan harus diselenggarakan untuk dan oleh Negara. Jenis pedagogiknya  adalah pedagogik Negara yang diarahkan kepada Negara yang susila; (b) Plato membedakan tiga  fungsi  pada manusia: pikiran, keinginan, dan kemauan.         Di  mana  ketiga  fungsi   itu   disejajarkan  dengan tiga  golongan  dalam masyarakat, yaitu : (1) golongan yang mengutamakan pikiran yaitu golongan pengajar, (2) golongan yang mengutamakan keinginan yaitu golongan pegusaha, (3) golongan yang mengutamakan  kemaunan  yang   membawa  mereka  pada  keberanian  yaitu  golongan militer. Melalui pendidikan, Plato bermaksud mendapatkan (a) orang-orang yang baik, (b) orang-orang yang baik itu untuk menduduki tempatnya (the right men in the right place) dalam golongannya masing-masing.
Menurut Plato, dalam pendidikan bisa membuka pengertian kebijakan. Pengertian yang baik membawa akibat perbuatan yang baik pula. Perbuatan yang tidak baik adalah akibat dari pengertian yang salah.
Plato  menempatkan  kebijakan  intelektual  di  tempat  tertinggi.  Dalam  rencana- rencana   pendidikannya  kemukakan,  ditekankan  pula  kebijakan  moral  dan  latihan kemauan. Juga  pendidikan-pendidikan fisik dan jasmani seperti gimnastik, menari dan permainan-permainan sebab  mereka  berpendapat  bahwa  kekuatan  jasmani  membantu kekuatan  moral  dan  intelektual.  Karena,   semuanya  berhubungan  dengan  kebaikan, disiplin dan keselarasan dalam fikiran dan tabiat dengan  keutamaan yang sama dalam tubuh manusia.
Di  antara  kebijakan-kebijakan  intelektualnya,  Plato  masukkan  juga  kepandaian (kesanggupan  untuk membuat barang) dan kebijakan praktis (kesanggupan menimbang secara tepat terutama dalam mencapai tujuan-tujuan yang baik dalam kehidupan sehari- hari). Kebijakan praktis atau prudensia  merupakan hal yang esensial dalam kehidupan moral dan dalam diri seorang warga negara yang bertanggung jawab.

IMPLIKASI TERHADAP PENDIDIKAN
Pendidikan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu sudut pandang masyarakat dan sudut pandang   individu.  Pendidikan  dilihat   dari  sudut   pandang  masyarakat   merupakan pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar nilai-nilai yang ada tetap terjaga kelestariannya, sehingga identitas suatu masyarakat tetap lestari. Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang individu, pendidikan  merupakan proses pengembangan potensi-potensi  yang  terpendam  dalam  setiap  individu,  sehingga   individu  tersebut mempunyai  kemampuan  intelektual  yang  tinggi  dalam  interaksi  kehidupan  sosial masyarakat.
Berdasarkan  pandangan  pendidikan  tersebut  seyogianya  pendidikan  dijadikan pijakan konkrit  dalam upaya membangun karakter bangsa (nation character building). Sudah saatnya konsep pendidikan  modern dan terarah yang sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat diterapkan  oleh  pemerintah. Sejak zaman dahulu hingga saat ini prinsip pendidikan tidak ada perbedaan yang signifikan. Prinsip pertama pendidikan adalah pewarisan nilai-nilai kebudayaan dalam masyarakat dari generasi ke generasi. Kedua, pemindahan (transfer) ilmu dan keterampilan dari generasi ke generasi. Plato            berpendapat,    bahwa  tujuan  akhir    dari pendidikan adalah meningkatkan perkembangan jiwa  setiap  individu  yang  akhirnya  mampu  membuat  pertimbangan- pertimbangan         yang            tepat     dan mampu memperhatikan susunan kehidupan yang sebenarnya.
Dalam dunia pendidikan aspek sosial sangat berkaitan dan memiliki hubungan yang kuat  terhadap  konsep dasar pendidikan.  Aspek  sosial  inilah yang  memberi kerangka budaya bagaimana dan dari  mana  pendidikan tersebut bergerak dan berkembang dalam memindahkan budaya, memilih serta mengembangkannya.
Esensi pendidikan yang mampu menyentuh aspek sosial adalah pendidikan yang; (1)   mencerminkan  karakter  masyarakat  sehingga  pendidikan  melahirkan  individu- individu berkarakter dan berintelektual tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur masyarakat. (2) tidak bertentangan dengan  nilai-nilai masyarakat, agar mampu dicerna dan diserap dengan baik oleh masyarakat. (3) mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat, jangan ada  lagi  kesenjangan  antara  pendidikan  di  kota-kota  besar  dengan  kota-kota  kecil (daerah). Pada intinya pendidikan harus bisa terjangkau, baik dari segi wilayah maupun dari segi finansial oleh masyarakat, sehingga tidak ada lagi ketidak-adilan dalam dunia pendidikan.  Dengan  harapan  pendidikan  di  Indonesia  pada  masa  mendatang  dapat meningkatkan  :  (1)  pemerataan  memperoleh  pendidikan; (2)  kualitas  dan  relevansi pendidikan;  dan  (3)   manajemen   pendidikan,  serta  terwujudnya   kemandirian  dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di  kalangan akademisi. Sehingga mampu melahirkan  individu-individu  yang  memiliki  karakter  kuat  dan  berintelektual  tanpa meninggalkan norma-norma yang dimiliki bangsa.

3. SEKILAS PERJALANAN HIDUP BOBBY  DEPORTER 
Selama  rentang  waktu  dua  puluh  tahun  ini,  Bobby  DePorter  telah  menjalani  peran sebagai ibu rumah tangga hingga jutawan, kemudian ia menjadi pengusaha yang sukses. Setelah menjadi seorang multijutawan ia bergabung dengan Stone mendirikan Burklyn Business School hingga Bobby bisa menghasilkan sebuah buku yang berjudul “Quantum Lerning”.
Buku Quantum Learning ditulis oleh Bobbi DePorter dan Mike Hernacky. Bobbi dilahirkan dan dibesarkan di  Seattle. Dia banyak belajar dari Dr.Georgi Lozanov, Bapak konsep belajar cepat (accelerated learning) dan menerapkan metodenya  disekolah bisnis Burklyn dan berhasil dengan kesuksesan yang menakjubkan.
Mike Hernacki, seorang mantan guru dan pengacara. Ia menjadi penulis lepas sejak 1979. Dia menulis tiga buku yaitu : The Ultimate Secret to Gretting Everything You Want, The Secret to Conquering Fear dan Forgotten Secret to Phenomenal Succes. Dia tinggal di San Diego.
Hal yang menarik dari temuan DePorter, selain metode adalah kepraktisan. Di dalam bukunya terdapat beberapa  teknik meningkatkan kemampuan diri. DePorter dengan jeli merevisi dan merangkaikan  dengan   potensi-potensi   manusia  lain  sehingga  metodenya  menjadi  mudah diterapkan.

TEORI YANG DIKEMUKAKAN
Teori  yang  dikemukakan  dalam  buku  ini  adalah  metode  Quantum  Learning.  Quantum learning adalah seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk semua umur. Quantum laerning berakar dari upaya Dr. Georgi Lozanov yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai “suggestology” atau  “suggestopedia”. Prinsipnya adalah sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar dan setiap detil  apapun memberikan sugesti positif ataupun negatif.  Beberapa teknik  yang  digunakan untuk  memberikan  sugesti positif  adalah mendudukan  murid  secara  nyaman,  memasang  musik  latar  didalam  kelas,   meningkatkan partisipasi   individu,   menggunakan  poster-poster   untuk   memberikan  kesan   besar   sambil menonjolkan informasi dan menyediakan guru-guru terlatih baik dalam seni pengajaran sugestif.
Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP) yaitu suatu penelitian  tentang  bagaimana otak mengatur informasi.Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan prilaku dan  dapat  digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian antara siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahun  NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa  yang  positif  untuk  meningkatkan  tindakan-tindakan  positif  yang  merupakan  faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang paling efektif.Semua ini dapat  menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang, dan menciptakan pegangan dari saat-saat keberhasilan yang meyakinkan.
Quantum learning didefinisikan sebagai interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Rumus yang terkenal dalam fisika kuantum adalah Massa kali kecepatan cahaya kuadrat sama dengan Energi. Persamaan ini ditulis sebagai E=mc2.Tubuh kita secara fisik adalah materi. Sebagai  pelajar,  tujuan kita  adalah  meraih  sebanyak  mungkin  cahaya,  interaksi,  hubungan, inspirasi  agar  menghasilkan  energi  cahaya.  Quantum  learning  menggabungkan  sogestologi, teknik pemercepatan belajar dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode  penulis sendiri. Termasuk diantaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar lain, seperti:
a. Teori otak kanan/kiri
b. Teori otak trinue (3 in one)
c. Pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik)
d. Teori kecerdasan ganda
e. Pendidikan holistik (menyeluruh)
f. Belajar berdasarkan pengalaman
g. Belajar dengan simbol (Metaphoric learning)
h. Simulasi atau permainan
Faktor-faktor yang mempengaruhi cara belajar pada metode Quantum Learning adalah :
a.   Lingkungan
-           Positif
-           Aman dan mendukung
-           Santai
-           Penjelajahan (exploratory)
-           Menggembirakan
b.   Fisik
-           Gerakan dan terobosan
-           Perubahan-perubahan dan permainan
-           Fisiologi dan estafet (hands on)
c.   Suasana
-           Nyaman dan cukup penerangan
-           Enak dipandang
-           Ada musiknya.
Sumber-sumber yang dijadikan acuan adalah :
a.   Interaksi yaitu pengetahuan, pengalaman, hubungan dan inspirasi
b.   Metode yaitu dengan mencontoh, permainan,simulasi dan simbol
c.   Belajar  untuk  mempelajari  keterampilan  yaitu  dengan  cara  menghafal,  membaca, menulis, mencatat, kreativitas, cara belajar, komunikasi dan hubungan.
Lingkungan belajar yang tepat adalah :
a.   Ciptakan suasana yang nyaman dan santai
b.   Gunakan musik supaya terasa santai, terjaga dan siap untuk berkonsentrasi
c.   Ciptakan dan sesuaikan suasana hati dengan pelbagai jenis musik
d.  Gunakan pengingat-pengingat visual untuk mempertahankan sifat positif
e.   Berinteraksi dengan lingkungan untuk menjadi pelajar yang lebih baik.
Modalitas belajar dalam Quantum Learning mencakup :
a.   Visual yaitu belajar dengan cara melihat
b.   Auditorial yaitu belajar dengan cara mendengar
c.   Kinestetik yaitu belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh.

ANALISIS
Quantum Learning  merupakan cara pemercepatan belajar. Metode ini dipandang efektif untuk  meningkatkan kecerdasan dan kemampuan kita. Karena kurikulumnya secara harmonis merupakan kombinasi dari tiga unsur : keterampilan akademis, prestasi fisik dan keterampilan dalam hidup. Belajar memang harus menyenangkan. Dalam Quantum Learning dibahas cara-cara bagaimana agar belajar bisa menjadi hal yang menyenangkan. Untuk mendukung hal ini maka dipersiapkan lingkungan yang mendukung agar semua yang belajar merasa penting, aman, dan nyaman. Ini bisa dimulai dari lingkungan fisik yang diperindah dengan tanaman, seni dan musik. Setelah metode Quantum Learning diterapkan dalam sistem pengajaran di SuperCamp ternyata memperoleh hasil yang memuaskan, contohnya para siswa yang mempunyai Indeks Prestasi 1,9 atau lebih rendah rata-rata mendapatkan peningkatan satu point. Hal ini  membuktikan bahwa metode  Quantum Learning  telah diuji dan terbukti efektif selama  lebih dari sepuluh  tahun penerapannya.  Tantangan-tantangan  fisik  misalnya  kekuatan  berjalan,  suatu  olahraga  yang sangat  menegangkan, dan mematahkan papan digunakan sebagai metafora untuk mempelajari terobosan-terobosan  belajar.  Memang  kita  harus  menyadari  bahwa  kehidupan  pribadi  yang harmonis berkaitan erat dengan keberhasilan disekolah,komunitas, dan karier. Untuk mencapai keharmonisan   ini   kita   harus   memiliki   keterampilan   berkomunikasi   secara   efektif   agar mendapatkan integritas pribadi dan menciptakan hubungan yang bermanfaat.
Quantum  Learning   mengakup   bidang   dan   keterampilan   seperti   bersikap   positif, termotivasi, menemukan cara belajar, menciptakan lingkungan belajar yang sempurna, membaca dengan cepat, membuat catatan yang efektif, mempelajari teknik menulis yang canggih, berfikir kreatif dan mengembangkan hafalan yang menakjubkan.
Kebanyakan orang akan setuju bahwa masyarakat barat berada dalam perubahan cepat dalam bidang teknologi. Disepanjang menuju kemajuan itu banyak terdapat dilema global yang harus  dipecahkan dan dalam  diri  kita  masing-masing terdapat  kemampuan untuk  mencapai terobosan-terobosan mental menuju keberhasilan. Dengan Quantum Learning potensi dalam diri kita akan muncul asalkan ada kemauan dari diri kita.
Untuk menjadi pelajar Quantum memang kita harus mampu mengolah informasi dengan cara mengasimilasikannya   potongan-potongan materi sekaligus dan         mengembangkan pemahaman kita tentang  satuan-satuan kecil untuk mengetahui bagaimana satuan-satuan ini beroperasi dalam  skala besar dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain. Biasanya kita merasa lebih mudah belajar dengan satu atau lain cara, tetapi yang terpenting adalah mampu melakukan kedua-duanya.
Sebenarnya kita memiliki perangkat mental penting untuk menjadi pelajar Quantum kita harus ingat otak kita secara fisiologi sama dengan Albert Einstein tinggal kita belajar bagaimana membimbingnya menuju keberhasilan. Banyak manfaat yang dapat diambil dari metode ini yaitu bisa belajar menyenangkan misalnya  dengan  cara sebelum membaca lihat dulu bacaan secara sekilas pada malam sebelumnya dan lihat kembali catatan sebelum memulai pelajaran di sekolah atau melakukan presentasi, memanfaatkan setiap waktu menjadikannya  subjek yang menarik, belajar ditempat dan waktu yang teratur, belajar dengan menggunakan musik bisa  membantu belajar  lebih  banyak  dengan  cara  mengendurkan  pikiran  dan  membuat  kita  selalu  siap, melakukan istirahat lima menit karena belajar yang baik adalah sebelum dan sesudah istirahat, selalu menggunakan kalender untuk mempersiapkan ujian, semua itu bisa mengurangi stress dan mempertajam ingatan dan kita bisa memperoleh lebih banyak dari yang kita harapkan kalau bisa memusatkan pikiran untuk hal itu. Dengan begitu belajar kita akan lebih efektif.
Metode Quantum Learning ini tidak dapat berjalan sendiri tapi kita yang harus bisa memanfatkannya  sesuai dengan potensi yang ada dalam diri kita. Kita bisa menyamakannya dengan sarana atau alat-alat yang berada dibengkel kerja kita, misalnya gergaji kita memerlukan konsentrasi penuh sebelum kita dapat menggunakannya dengan baik. Misalnya membaca dengan kecepatan  tinggi  dapat  dibandingkan  dengan   keterampilan  menggunakan  gergaji.  Metode Quantum Learning bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari  untuk dijadikan kebiasaan agar kita lebih mendisiplinkan diri kita dalam hal belajar, sehingga kita tidak terbebani untuk belajar dan belajar akan terasa menyenangkan.
Yang paling  berharga dalam belajar adalah bagaimana cara  belajar.  Separate contoh disekolah   Burklyn   kurikulum   enam   minggu      pertama   dipergunakan   untuk           mempelajari keterampilan-keterampilan dasar yang mendasar seperti cara mencatat, menghafal dan membaca cepat.  Karena  hal  ini  yang  menjadi  dasar  untuk  kegiatan  pembelajaran  selanjutnya  agar pembelajaran  lebih  efektif  dan   lancar.   Pada  saat  yang  sama  juga  sekolah  ini  berupaya menciptakan suasana aman dan efektif.
Cara belajar kita adalah kombinasi dari bagaimana kita menyerap lalu mengatur dan mengolah  informasi.Quantum Learning  bermanfaat  untuk  memupuk  sikap  positif,  motivasi, keterampilan, belajar seumur hidup, kepercayaan diri dan sukses. Melihat manfaat yang didapat dari metode tersebut maka bisa diimplementasikan dalam sistem pendidikan kita. Hal-hal yang dapat diimplementasikan adalah teknik-teknik belajar yang terdapat dalam metode Quantum Learning, tapi sebelum menerapkannya pada sistem pendidikan kita metode ini harus disesuaikan dulu dengan kondisi budaya timur karena metode ini diciptakan dan dikembangkan dengan latar budaya barat.

4. SEKILAS PERJALANAN HIDUP AL-GHAZALI
Nama lengkap Al-Ghazali adalah Muhammad bin Muhammad, mendapat gelar Imam besar  Abu  Hamid Hujjatul Islam yang dilahirkan pada tahun 450 H/ 1085 M, di suatu kampung Ghazalah, Thusia, suatu kota di Khurasan, Persia. Ia keturanan Persia dan mempunyai   hubungan  keluarga   dengan   raja-raja   saljuk   yang   memerintah  daerah Khurasan, Jibal, Irak, Persia, dan Ahwaj. Ayahnya seorang miskin yang jujur, hidup dari usaha mandiri, bertenun kain bulu dan ia sering kali mengunjungi rumah  'Alim ulama, menuntut ilmu dan berbuat jasa kepada mereka. Ayah Al-Ghazali sering berdo'a kepada Allah  agar  diberikan  anak  yang  pandai  dan  berilmu.  Akan  tetapi  belum  sempat menyaksikan  (menikmati) jawaban Allah atas do'anya, ia  meninggal dunia pada saat putera idamannya masih usia anak-anak (Zainuddin:1991:7).
Al-Ghazali mempunyai seorang adik yang bernama Ahmad, keduanya menjadi ulama besar  dan pengagum serta pecinta ilmu. Berkat bantuan seorang sufi sederhana dengan sedikit harta  yang  diwariskan  oleh  orang  tuannya,  Al-Ghazali  dan  saudaranya  memasuki  Madrasah Tingkat Dasar (Madrasah Ibtidaiyah) dengan memahami ilmu-ilmu dasar. Gurunya yang utama di madrasah itu adalah  Yusuf Al-Nassaj, seorang sufi yang kemudian disebut juga dengan nama Imam Al-Haramain, Al-Nassajlah yang pertama kali meletakan dasar-dasar pemikiran sufi pada diri Al-Ghazali (Bahri Ghazali, 2001:24). Al-Ghazali mempelajari ilmu fiqih, mantiq, dan ushul. Ia pun  mempelajari antara lain : filsafat dari risalah-risalah ikhwanusshofa karangan Al-Farabi dan Ibnu Maskawaih, sehingga melalui ajaran-ajaran ahli filsafat itu, Al-Ghazali dapat menyelami faham-faham Aristoteles dan pemikir Yunani  yang lain. Ia pun mempelajari ajaaran Islam dari imam Syafi'i, Haramlah, Jambad, Al-Muhasibi, dan lain-lain. Al-Ghazalipun berguru pada imam Abu Ali Al-Faramzi, murid Al-Qusyairi yang terkenal dan  shabat Al-Subkhi, ia memiliki jasa yang besar dalam mengajar ilmu tasawuf pada Al-Ghazali. Suatu  ketika, Al-Ghazali ikut serta dalam perdebatan dengan sekumpulan ulama dan para intelek yang dihadiri  oleh Nidham Al- Mulk. Berkat penguasaan himat wawasan ilmu yang luas, kelancaran berbahasa dan  kekuatan argumentasinya. Al-Ghazali berhasil memenangkan perbedaan ilmiah itu. Kemampuannya itu dikagumi Nizham Al-Mulk, sehingga menteri ini berjanji akan mengangkatnya menjadi guru pada sekolah yang didirikannya di Baghdad. Rangkaian peristiwa yang bersejarah bagi Al-Ghazali ini tejadi pada tahun 484 H, atau 1091 M (Fathiyah Hasan Sulaiman, 1993:10).
Pada usia 33 tahun, Al-Ghazali diangkat menjadi Profesor pada Universitas Nizhamiyah di  Baghadad, dan ia memperoleh suatu kedudukan yang tinggi dalam dunia ilmu pengetahuan pada   masanya.   Nizhamul   Mulk   makin   tertarik   dengan   kemampuan   Al-Ghazali,   maka diundangnya  Al-Ghazali supaya pindah ke Mu'askar, tempat kediaman perdana menteri itu dan tempat tinggal pembesar-pembesar  Negara serta ulama dalam bagian ilmu.
Al-Ghazali  dikenal  sebagai  tokoh  yang  agung,  mudah  mpunyai  martabat  tinggi  dan populer,  di samping setiap ucapan dan tulisannya mudah disimak, bahkan pada zamannya tidak ada yang  menandinginya. Namun kemasyhuran yang diperolehnya itu ditinggalkan begitu saja oleh  Al-Ghazali.  Ia  keluar  dari  lingkaran  Nazahmiyah  menuju  Baitullah  di  Mekkah  untuk menunaikan ibadah haji tepatnya tahun 448 H (Hasan Asari, 1999:21).
Sepulang  dari  Mekkah,  Al-Ghazali  menuju  Damaskus,  di  sana  ia  berkontemplasi  di menara  Barat, di sebuah mesjid jami' bahkan menetap disana pula. Keadaan ini berlangsung selama sepuluh tahun sejak pindah ke Damsyik. Dalam masa ini ia menuliskan buku-buku yang dikenal diantaranya Ihya 'Ulum Al-Din.
Karena desakan penguasa yaitu Muhammad, saudara Barkijaruk Al-Ghazali mau kembali mengajar di sekolah Nizhamiyah  di Naisabur  pada tahun 499  H,  tetapi pekerjaan ini hanya berlangsung dua tahun. Akhirnya ia kembali ke kota Thus lagi. Di sana ia mendirikan sebuah sekolah  untuk  para  fuqaha  dan  sebuah  biara  untuk  para  Mutawassifin.  Di  kota  itu  pula  ia meninggal dunia pada tahun 505 H / 111 M/ dalam usia 54 tahun (M. Solihin, 2001:22).

KONSEP PENDIDIKAN MENURUT AL- GHAZALI
Untuk mengetahui konsep pendidikan Al-Ghazali dapat diketahui antara lain dengan cara mengetahui  dan  memahami  yang  berkenaan  dengan  berbagai  aspek  yang  berkaitan  dengan pendidkan, yaitu aspek tujuan pendidikan, kurikulum, metode, etika guru, dan etika murid berikut ini.
1.   Tujuan Pendidikan
Al-Ghazali berkata: “Hasil dari ilmu sesungguhnya ialah mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam, dan menghubungkan diri dengan para malaikat yang tinggi dan bergaul dengan alam arwah, itu semua adalah kebesaran, pengaruh, pemerintahan bagi raja-raja dan penghormatan secara naluri.” Selanjutnya dari kata-kata berikut dapat diartikan bahwa tujuan pendidikan menurut Al- Ghazali dapat dibagi menjadi dua bagian, tujujan jangka panjang dan tujuna jangka pendek.
A.  Tujuan Jangka Panjang
Tujuan pendidikan jangk panjang ialah pendekatan diri kepada Allah. Pendidikan dalam prosesnya harus mengarahkan manusia menuju pengenalan dan kemudian pendekatan diri kepada Tuhan pencipta alam. Selajutnya Al-Ghazali mengutip sebuah hadis sebagai berikut : ”Barang  siapa  menambah  ilmu  (keduniawian)  tetapi  tidak  menambah  hidayah,  ia  tidak semakin dekat dengan Allah, dan justru semakin jauh dari-Nya.” (H.R. Dailami daRI Ali)
Menurut konsep  ini, dapat dinyatakan bahwa semakin lama seseorang duduk dibangku pendidikan, semakin bertambah ilmu pengetahuannya,  maka semakin mendekat kepada  Allah.  Tentu  saja,  untuk  menentukan  itu  tujuan  itu  bukanlah  sistem  pendidikan sekular yamg memisahkan antara ilmu-illmu keduniaan dari nilai-nilai kebenaran dan sikap religius, juga bukan sistem islam yang konservatif. Tetapi, sistem pendidikan yang integral. Sistem inilah yang dapat membentuk manusia melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan
B.  Tujuan Jangka Pendek
Menurut Al-Ghazali, tujuan pendidikan jangka pendek ialah diraihnya profesi manusia sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Selanjutnya Al-Ghazali juga menyinggung masalah pangkat,  kedudukan,  kemegahan,  popularitas,  dan kemulian  dunia  secara  naluri. Semua  itu  bukan   merupakan  tujuan  dasar  seseorang           yang  melibatkan  diri  di  dunia pendidikan. Seorang penuntut ilmu, seorang yang terdaptar sebagai siswa, mahasiswa, dosen, guru dan sebagainya, mereka akan memperoleh derajat, pangkat, dan segala macam kemulian hendak meningkatkan kualutas dirinya   melalui ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan itu untuk diamalkan.  Karena itulah, Al-Ghajali bahwa langkah seseorang dalam belajar adalah untuk mensucikan jiwa  dari  kerendahan budi dan sifat-sifat tercela, dan motivasi pertama adalah untuk menghidupkan  syariat dan misi Rasulallah, bukan untuk mencari kemegahan duniawi, mengejar pangkat, atau popularitas.
Dari pemaparan diatas dapatlah disimpulkan bahwa tujuan pendidika menurut AL-Ghazali  adalah.  Pertama,  tercapainya  kesempurnaan  insani  yang  bermuara  kepada pendekatan  diri  kepada  Allah,  dan  kedua,  kesempurnaan  insani  yang  bermuara  kepada kebahagian dunia dan akhirat.
 2. Konsep Kurikulum
Konsep kurikulum yang dikemukan oleh Al-Ghazali terkait erat dengan konsep mengenai ilmu pengetahuan. Dalam Pandangan Al-Ghazali ilmu terbagi kepada tiga bagian, sebagai berikut.
A.     Ilmu-ilmu yng terkutuk baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu-ilmu yang tidak ada manfaatnya, baik di dunia maupun di akhirat, seperti ilmu ilmu sihir, ilmu nujum dan ilmu ramalan.
B.     Ilmu-ilmu yang terpuji baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu-ilmu yang erat hubungannya dengan peribadatan dan macam-macamnya, seperti ilmu yang berkaitan dengan kebersihan diri dari cacat dan dosa serta ilmu-ilmu yang dapat menjadi bekal bagi seseorang untuk mengetahui yang baik dan melaksanakannya, ilmu-ilmu yang mengajarkan manusia tentang cara-cara mendekatkan diri kepada Allah dan melakukan sesuatu yang diridhai-Nya, serta dapat membekalinya  hidup di akhirat.
C.     Ilmu-ilmu terpuji dalam kadar tertentu, atau sedikit, dan tercela jika dipelajarinya secara mendalam, karena dengan mempelajarinya secara mendalam dapat menyebabkan terjadinya  kekacauan dan kesemarutan antara keyakinan dan keraguan serta dapat pula membawa kepada kekafiran, seperti ilmu filsafat.
Dalam  penyusuna  kurikulum  pelajaran  didasarkan  pada  dua  kecenderungan  sebagai berikut.
a)   Kecenderungan agama dan tasawuf. Yang artinya menempatkan ilmu-ilmu agama di atas   segalanya,   dan  memandangnya   sebagai  alat  untuk  mensucikan  diri  dan membersihkannya dari pengaruh kehidupan dunia.
b) Kecenderungan  pragmatis.   Yang  artinya   penilaian   terhadap   ilmu   berdasarkan manfaatnya bagi manusia, baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.
3. Metode Pengajaran
Perhatian  Al-Ghazali terhadap  metode pengajaran lebih  dikhususkan bagi pengajaran pendidikan agama untuk anak-anak. Untuk ini ia telah mencontohkan suatu metode keteladanan bagi  mental anak-anak, pembinaan budi pekerti, dan penanaman sifat-sifat keutamaan pada diri mereka.
Selanjutnya,  sebagaimana  yang  dikatakan  oleh  Abidin       (1998:  97)  bahwa  ”metode pengajaran menurut Al-Ghazali dapat dibabgi menjadi dua bagian antara pendidikan agama dan pendidkan akhlak”.
Metodik pendidikan agama menurut Al-Ghazali, pada prinsipnya dimulai dengan hapalan dan pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan dalil-dalil dan keterengan-keterangan yang menguatkan akidah.
Selanjutnya Sulaiman (1993: 61)         ”Al-Ghazali berpendapat bahwa pendidikan agama harus  mulai diajarkan kepada anak-anak sedini mungkin. Sebab yang demikian lantaran dalam tahun-tahun tersebut, seorang anak mempunyai persiapan menerima kepercayaan agama semata- mata dengan mengimankan saja dan tidak di tuntut untuk mencari dalilnya”.
Semenara  itu  berkaitan  dengan pendidikan akhlak,  bahwa  pengajran harus  mengarah kepada pembentukan akhlak yang mulia. Sehingga Al-Ghazali mengatakan bahwa ”ahklak adalah suatu sikap yang mengakar di dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan”.
Selanjutnya, menurut Zaenudin (1990: 75), prisip metodologi pendidikan modern selalu menunjukan aspek berganda. Suatu aspek menunjukan proses anak belajar dan aspek lainnya menunjukan aspek guru mengajar dan mendidik.
A. Asas-asas metode belajar
a)   Memusatkan perhatian sepenuhnya
b)  Mengetahui tujuan ilmu pengetahuan yang akan dipelajari
c)   Mempelajari ilmu pengetahuan dari yang sederhana menuju yang komplek d)   Mempelajari ilmu pengetahuan dengan sistimatika pembehasan
B. Asas-asas metode mengajar
a)   Memperhatikan tingkat daya pikir anak
b)  Menerangkan pewlajaran dengan cara yang sejelas-jelasnya
c)   Mengajarkan ilmu pengetahuan dari yanag konkrit kepada yang abstrak d)   Mengajarkan ilmu pengetahuan dengan berangsur-angsur
C. Asas metode mendidik
a)   Memberikan latihan-latihan
b)  Memberikan pengertian dan nasihat-nsihat c)   Melindungi anak dari pergaulan yang buruk
4. Kriteria Guru yang Baik
Al-Ghazali tidak pernah menggunakan istilah-istilah guru dan murid dalam arti keahlian dan  akademis  yang  tegas.  Menurut  pendapatnya,  Guru  atau  ulama  adalah  seseorang  yang memberikan apapun yang bagus, positif, kreatif atau bersifat membangun kepada manusia yang sangat menginginkan, di dalam tingkat kehidupan yang manapun, dengan jalan apapun, dengan cara apapun,  tanpa mengharapkan balasan uang kontan setimpal apapun, (Shafique Ali Khan, 2005: 62).
Al-Ghazali secara terinci telah menetapkan syarat-syarat guru dan juga tugasnya dalam Ihya 'Ulum Al-Din, Moh Zuhri (2003: 171: 181) merinci persyaratan tersebut sebagai berikut :
a.   Guru harus belas kasih kepada orang-orang yang belajar dan memperlakukan mereka seperti memperlakukan anak-anaknya. Rasulullah SAW bersabda :
"Sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya". (H.R. Abu Dawud, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)  (Al-Ghazali 1:171)
b.   Guru harus mengikuti pemilik syara' (Nabi) SAW. Ia tidak meminta upah karena memberikan ilmu, dan tidak bermaksud balasan dan terima kasih dengannya. Tetapi ia  mengajar  karena  mencari  keridhaan  Alla  Ta'ala  dan  mencari  pendekatan  diri kepada-Nya (Al-Ghazali 1:172)
c.   Guru  tidak  boleh  meninggalkan  sedikitpun  dari  nasihat-nasihat  guru(Al-Ghazali 1:174).
d.   Guru harus mencegah murid-muridnya dari akhlak yang buruk dengan jalan sindiran, sedapat mungkin dengan terang-terangan, dengan jalan kasing sayang, tidak dengan jalan  membukakan rahasia. Karena terang-terangan itu termasuk tirai kewibawaan dan  menyebabkan berani menyerang karena perbedaan pendapat, dan menggerakan kelobaan untuk terus-menerus (Al-Ghazali 1:175).
e.         Guru harus menghormati ilmu-ilmu yang dimiliki orang lain, di luar pengetahuannya dan keahliannya di kalangan muridnya. (Al-Ghazali 1:176).
f.          Guru harus mengukur kemampuan muridnya, sehingga memberikan ilmu itu sesuai dengan kadar kemampuan murid, dan pemahamannya. (Al-Ghazali 1:177).
g.   Guru  seyogyanya  menyampaikan kepada  murid  yang pendek (akal) akan sesuatu yang jelas dan patut baginya, dan ia tidak menyebutkan kepadanya bahwa di balik ini ada sesuatu yang ditilai dimana ia menyimpannya dari padanya (Al-Ghazali 1:179).
h.   Guru harus mengamalkan ilmunya. Janganlah ia mendustakan perkataanya karena ilmu  itu  diperoleh  dengan  pandangan  hati  sedangkan  pengamalan  itu  diperoleh dengan  pandangan  mata. Padahal pemilik pandangan  mata  itu  lebih banyak (Al- Ghazali 1:180).
Al-Ghazali berpendapat bahwa bahwa pada prinsipnya guru yang sempurna akalnya dan terpuji  akhlaknya  layak  diberi  amanat  mengajar  anak-anak  atau  peserta  didik.  Guru  wajib memiliki sifat-sifat yang khusus. Menurutnya guru harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a)   Rasa kasih sayang dan simpatik ; Al-Ghazali memberi nasihat kepada guru untuk berlaku sebagai seorang ayah terhadap anaknya, bahkan ia berpendapat bahwa hak seorang guru itu lebih besar ketimbang seorang ayah terhadap anaknya.
b)  Tulus Ikhlas; Al-Ghazali berpendapat bahwa guru itu tidak layak menuntut honorarium sebagai  jasa tugas mengajar dan tidak patut menunggu-nunggu pujian, ucapan terima kasih atau balas jasa dari muridnya.
c)   Jujur dan terpecaya; Seorang guru seyogyanya menjadi seorang penunjuk terpercaya dan jujur terhadap muridnya. Sebagai penunjuk (penasehat) yang terpercaya, maka guru tidak membiarkan muridnya memulai pelajaran yang tinggi sebelum menyelesaikan pelajaran sebelumnya. Ia  selalu  mengingatkan pada  muridnya bahwa tujuan akhir belajar ialah tqarrub kepada Allah, bukan bermegah diri atau mengejar pangkat dan kedudukan.
d)   Lemah lembut dalam memberi nasihat; Al-Ghazali memberi nasihat kepada guru supaya tidak berlaku kasar terhadap murid dalam mendidik tingkah laku.
e)   Berlapang dada; Al-Ghazali mengatakan, " Seorang guru tidak pantas mencela ilmu-ilmu yang   berada   diluar   tanggung  jawabnya   dihadapan  murid-muridnya.   Seperti  pada umumnya guru bahasa mencela ilmu fiqih menghina ilmu hadits dan tafsir "
f)         Memperlihatkan  perbedaan  individu;  kata  Al-Ghazali;  "Guru  hendaknya  membatasi murid kepada kecerdasan pemahamannya. Karena itu tidak boleh memberikan pelajaran yang tidak mampu dicapai oleh kemampuan akalnya, yang menyebabkan ia menjauhinya dan memerosotkan daya pikirnya.
g)   Mengajar  tuntas;  tidak  pelit  terhadap  ilmu,  Al-Ghazali  menganjurkan:"Hendaknya seorang  guru menyampaikan kepada muridnya yang kurang cerdas ilmu pengetahuan secara  jelas  dan   tuntas  sesuai  dengan  umur  muridnya.  Tidak  perlu  dikemukakan kepadanya panjelasan bahwa di balik ilmu yang telah diberikan itu masih terdapat ilmu yang sangat pelik lagi rumit yang masih tersimpan didadanya. Yang demikian ini akan melemahkan semangatnya,  menambah  kebingungan, dan menimbulkan perasaan bahwa gurunya itu kikir dalam memberikan ilmu kepadanya".
h)   Mempunyai idealisme; Al-Ghazali membuat perumpamaan: "Perumpamaan guru dengan murid  adalah bagaikan ukiran dengan tanah liat dan bayang-bayang dengan sepotong kayu, maka bagaimanakah tanah liat itu bisa terukir indah, padahal ia material yang tidak sedia diukir dan  bagaimana pula bayang-bayang itu menjadi lurus padahal kayu yang bersinar itu bengkok" (Fatiyah Hasan, 1964:49-56).
5. Sifat Murid yang Baik
Selanjutnya Al-Ghazali mengemukakan kriteria murid yang baik dalam kitab Ihya 'Ulum Al-Din, Abuddinata, (2003, 99-101).
a) Seorang murid harus berjiwa bersih
b) Seorang murid yang baik jugaharus menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat duniawi
c) Seorang murid hendaknya mempunyai sifat rendah hati atau tawadhu
d) Bagi murid yang baru jangan mempelajari ilmuyang bertentangan
e) Seorang murid yang hendaknya mepelajari yang wajib
f) Seorang murid yang baik hendaknya mempelajri ilmu secara sistimatis
g) Seorang murid hendaknya tidak mempelajari satu disiplin ilmu saja
h) Seorang murin hendaknya juga mengenal nilai-nilai ilmu yang dipelajarinya
Menurut  Al-Ghazali  tujuan  akhir  dari pendidikan  itu  adalah  tercapainya  kesempurnaan  insani  yang  bermuara  pada  pendekatan  diri kepada  Allah serta kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagian dunia dan akhirat. Ini sesuai dengan  apa  yang di sampaikan oleh Atiyah Al-Abrasi yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah.
1.   Pembinaan akhlak
2.   Menyiapkan anak didik untuk hidup bahagia di dunia dan akhirat
3.   Penguasaan keilmuan
4.   Keterampilan bekerja dalam masyarakat
Selanjutnya klau kita lihat dari tujuan pendidikan nasional yang teretera dalam USPN BAB   II   pasal   3   yang   menyebutkan   bahwa   tujuan   pendidikan   Nasional   adalah   untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha  Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu , cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari beberapa pendapat diatas tentang tujuan  pendidikan,  ternyata   tujuan  pendidikan  Al-Ghazali  adalh  merupakan  konsep  tujuan pendidikan yang sempurna sehingga  kalau lita lihat dengan tujuna pendidiakan Nasional ada sebuah kesamaan yaitu bentuk ketakwaan  kepada Tuhan serta pengembangan potensi manusia menuju manusia yang sempurna, sehingga secara konseptual hal tersebut bisa dijadikan salahsatu dasar pemikiran bagi tujuan pendidikan di Indonesia.
Paparan konsep kurikulum menurut Al-Ghazali lebih cenderung kepada terhadap konsap mengenai   ilmu   pengetahuan.Dari   coark   pemikiran   Al-Ghazali   tentang   kurikulum   dapat disimpulkan  bahwa  dalam bidang  kurikulum  AL-Ghazali  cenderung  terhadap  dua  hal  yaitu, pertama,  kecenderungan agama dan tasawuf yang terlihat dari ketika Al-Ghazali menempatkan ilmu-ilmu   agama   di   atas   segalanya,   sebagai   alat   mensucikan   diri   dan   dunia.   Dengan kecenderungan ini, maka Al-Ghazali mementingkan pendidikan etika yang erat kaitannya dengan agama. Kedua, kecenderungan pragmatis yang terlihat dari setiap pemaparnnya tentang ilmu akan ada kata yang menyangkut terhadap  manpaat dari mempelajari tentang ilmu tersebut. Sehingga pada hal ini Al-Ghazali dapat digolongkan  kepada seseorang yang menganut paham pragmatis teologis. Dan teori dari Al-Ghazali terlihat berjalan secara sinergis dengan kerangka pembentukan kurikulum Nasional yang menyebutkan bahwa peningkatan  iman dan takwa menjadi kerangka pertama dalam pengembangan kurikulum. Sehingga kalu kita teliti lebih mendalam akan terlihat bahwa   konsep   kurikulum   menurut   Al-Ghazali   tertanan   dalam   nilai-nilai   pengembangan kurikulum Nasional.
Metode pengajaran menurut Al-Ghazali adalah salah satu metode pengajaran yang ideal, ini terlihat ketika Al-Ghazali mampu menunjukan asas mendidik, asas mengajar, dan asas belajar. Dalam asas belajar Al-Ghazali menyarankan agar konsentrasi dalam belajar, mengetahui tujuan pembelajaran, dan belajara secara sistimatis. Konsentrasi adalah memusatkan perhatian sehingga akan lebih fokus terhadap  apa yang sedang di pelajari, pengetahuan terhadap apa yang akan dipelajari dapat  memicu  motivasi  siswa  dalam belajar. Sisitimatis  adalah pembelajaran yang terencana dan teratur dengan baik, sehingga  anak didikmampu belajar mulai dari yang termudah menuju yang sukar. Selanjutnya dalam asas mengajar  adalah memperhatikan tingkat daya pikir anak, menerangkan pelajaran dengan sejelas mungkin, dan mengajarkan ilmu pengetahuan dari yang konkrit menuju yang abtrak.
Adapun mengenai konsep Al-Ghazali menjadikan guru sebagai profesi yang mulia dan mempunyai derajat yang tinggi duihadapan Tuhannya. Suatu konsep yang ideal tentang guru, dimana  Al-Ghazali mampu mengugkapkan ciri-ciri guru yang baik, atau bhasa profesi disebut sebagai guru  yang  profesional, sehingga kalau diurutkan akan sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yaitu kompetensi akademik, kompetensi propesional, kompetensi sosil, dan  kompetensi  kepribadian.  Konsep  guru  menurut  Al-Ghazalia  adalah  konsep  guru  yang sebenarnya. Sehingga kalau kita lihat di alam nyata guru-guru banyak yang belum mempunyai sifat dan ciri guru yang sebenarnya. Akan tetapi ada satu yang menjadi krtidak setujuan penulis, dimana  Al-Ghazali  menyebutkan bahwa  seorang  guru  tidak boleh  menerima  upah dari hasil mengajar.  Hal  ini  juga  ditentang  oleh  salahsatu  tokoh   pendidikan  (Ibnu  Khaldun)  yang mengatakan bahwa pendidikan adalah pabrik, sementara itu murid adalah produk, sehingga guru adalah pekerja  yang membuat pruduk tersebut, maka guru berhak menerima upah dari hasil mengajarnya.
Salah satu ciri dari pendidikan  Al-Ghazali adalah  kecenderungan terhadap  pendidikan akhlak, sehingga sngatlah menjadi perhatian dari pemikiran Al-Ghazali tentang peserta didik yang akan  menjadiakn  mereka  lebih terarahkan  dalam proses  pembelajaran.  Hal ini  juga  menjadi salahsatu bentuk yang  menjadikan Al-Ghazali terkenal dengan pendidikan anak. Maka melalui kitab  yang  pundamental   menjadikan  kontribusi  bagi  perkembangan  pendidikan,  khususnya pendidikan di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA
Djunaidi, M. (1982). Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah , Online.
Tersedia:http:// http://plato-dialogues.org/plato.htm (16 September 2009) Salam, B. (2002). Pegantar Pedagogik, Jakarta, RINEKA CIPTA.
Dinar,  Y.  (2005).  Arah  Pembangunan  Pendidikan  Nasional,  Online.  Tersedia:http:// groups.yahoo.com (16 September 2009)
Baihaqi, M. (2007). Ensiklopedi Tokoh Pendidikan, Bandung, NUANSA. Sadulloh, U. (2007). Filsafat Ilmu, Yogyakarta, UGM
Tim Nuansa. (2009). Plato: Filosof  Yunani Terbesar, Bandung, NUANSA.
AL-Ghazali. (2003). Ihya ulumuddin. Asy Syfa, Semarang
Abidin. (1998). Pemikiran Al-Ghazali tentang pendiikan. Pustaka Pelajar, Jogyakarta
Nata Abuddin. (1997). Filsafat Pendidikan Islam. Logos wacana ilmu, Cipitat
Nata Abuddin. (2003). Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Sulaiman Hasan Fatiyah. (1993). Pendidikan Al-Ghazali. D arul Maarif, Bandung
Ali Khan Shafique. (2005). Filsafat Pendidikan Al-Ghazali.Pustaka setia, Bandung
Fokus Media Redaksi. (2005). Himpunan Peraturan Perundang-undangan Standar Pendidikan Nasional. Fokus Media, Bandung

0 komentar:

Posting Komentar