Selasa, 09 April 2019

Konsep Ta'lim dalam al Qur'an


Kata ta’lim seringkali digunakan dalam konsep pendidikan Islam. Makna ta’lim sendiri diambil dari bahasa Arab yang mempunyai kata dasar allama (علّم), yu‘allimu ( يعلّم) dan ta’lim (تعليم). Penjabaran kata ta’lim secara bahasa mengandung banyak arti yang bisa diterjemahkan, seperti Information (pemberitaan tentang sesuatu), Advice (nasehat), Instruction (perintah), Direction (pengarahan), Teaching (pengajaran), Training (pelatihan), Schooling (pembelajaran), Education (pendidikan), Apprenticeship (bekerja sambil belajar).[1]Sedangkan dalam kamus bahasa Arab-Indonesia, kata ta’lim sendiri mengandung arti hal yang berhubungan dengan mengajar dan melatih.[2]Adapun secara istilah, kata ta’limsendiri dapat diartikan sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.[3]
Bentuk masdar dari kata ta’lim adalah ‘allama yang mempunyai arti pengajaran yang bersifat penyampaian pengertian dan keterampilan.[4] Kata ta’lim sendiri banyak yang terulang didalam alquran berupa kata kerja dan kata benda. Dalam fi’il madhi dijelaskan sebanyak 25 kali dalam 25 ayat pada 15 surah, sedangkan dalam fi’il mudhari penyebutannya sebanyak 16 kali dalam 16 ayat pada 8 surah, adapun dalam bentuk kata benda hanya terdapat 1 kali dalam alquran surah ad-Dukhaan (44) ayat 14.[5]

B. Dalil alquran mengenai Ta’lim
Di dalam alquran ada beberapa ayat yang mengandungkata ta’lim dalam arti mengajar. Ada beberapa makna ta’lim yang dapat ditemukan pada alquran, yaitu: Pertama, Ta’lim Rabbani, yaitu penyampaian sesuatu melalui wahyu atau ilham, seperti Allah swt. mengajarkan nabi Adam as. mengenai nama-nama yang ada di alam semesta, sebagaimana firman Allah swt. yang dijelaskan dalam alquran surah al-Baqarah (2) ayat 31.
Di dalam ayat ini dijelaskan bahwa dengan menjadikan manusia, Allah swt. memperlengkap pernyataan kuasa-Nya. Mereka namai tingkat-tingkat alam itu menurut tarafnya masing-masing. Ada alam Malaikat, ada pula alam Nabati, ada alam binatang dan lain-lain sebagainya. Maka diciptakan Tuhan-lah manusia, yang dinamai oleh setengah orang alam Insan atau alam Nasut.[6]
Pengertian makna asma’ didalam ayat tersebut banyak mengandung arti yang dapat ditafsirkan, seperti arti semua nama yang ada di bumi, sebuah nama yang terbatas pada objek yang juga terbatas, bahkan Ibnu Zayd mengartikannya sebagai nama-nama keturunan Nabi Adam as.[7]
Penggunaan kata ‘asma dikarenakan hubungannya kuat antara yang menamakan dan yang dinamai agar mudah dipahami. Sebab, ilmu yang hakiki itu ialah pemahaman terhadap pengetahuan. Allah swt. mengajari Adam as. kemudian memberinya ilham untuk mengetahui eksistensi nama-nama, keistimewaan, ciri khas dan istilah yang dipakai. Adapun dalam memberikan ilmu, tidak ada bedanya antara diberikan sekaligus dengan diberikan secara bertahap, karena Allah Maha Kuasa untuk berbuat segalanya, walaupun istilah yang digunakan didalam alquran adalah ‘allama (pengertiannya adalah memberikan ilmu secara bertahap).[8] Penafsiran lain juga menyatakan bahwa ulama memahami pengajaran nama-nama kepada Adam as. dalam arti bahwa Allah mengilhamkan nama benda itu pada saat dipaparkan sehingga beliau memiliki kemampuan untuk membedakan masing-masing benda dengan benda yang lain.[9]
Pemberian asma’ini menjadikan nabi Adam as. memiliki prestasi akademik yang bisa mengungguli para malaikat. Kehebatan ini merupakan pengajaran yang Allah swt. berikan sehingga membuat malaikat dan jin pun harus sujud kepada nabi Adam as.
Adapun kata ta’lim dapat didefiniskan sebagai sebuah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.[10] Dengan demikian, proses tersebut dilakukan secara bertahap sebagaimana ketika Adam as. menyaksikan dan menganalisis nama-nama yang diajarkan kepadanya.[11]
Kedua, ketika mengajarkan alquran, firman Allah swt. dalam surah ar-Rahman (55) ayat 2 
Makna yang terkandung pada ayat ini adalah sebuah pengajaran yang tidak hanya sebatas pada penyebutan lafadz saja, akan tetapi ayat ini mengandung kepada alquran sebagai objek yang memiliki keutamaan yang bisa membawa manusia mendapatkankenikmatandi dunia dan di akhirat.[12]
Kajian terhadap objek yang dinilai sebagai nikmat dunia dan akhirat juga bisa dikatakan sebagai barometer yang didalamnya terdapat konsekuensi pengajaran yang bersifat intellectual exercise, sehingga menimbulkan kajian-kajian akademik yang tidak pernah berakhir sehingga menumbuhkan lahirnya pemahaman terhadap alquran, hal ini sesuai dengan firman Allah swt. dalam surah al-Kahfi (18) ayat 109

Ketiga, mengajarkan sesuatu yang belum diketahui oleh manusia, firman Allah swt. dalam surah al-Baqarah (2) ayat 239 dan dalam ayat yang lain Allah swt. berfirman dalam surah Yasin (36) ayat 69 serta surah al-Alaq (96) ayat 4 dan 5 juga dijelaskan bahwa Allah swt. memberikan pengajaran kepada manusia terhadap apa yang tidak diketahuinya.


Makna al-insan yang dimaksud dalam ayat ini adalah Nabi Muhammad saw. yang telah diajarkan Allah swt. mengenai apa yang belum diketahui oleh khalayak ramai, sehinggai menjadi isyarat bahwa Allah-lah yang memberikan pengajaran terhadap hukum-hukum yang tertulis yang tidak dapat dipahami kecuali melalui ilmu yang bersifat sam’iyat.[13]
            Dalam surah al-Alaq ini juga menunjukkan tentang keutamaan dari membaca, menulis dan ilmu pengetahuan. Jika tidak ada qalam (pena), maka kita tidak dapat memahami berbagai ilmu pengetahuan, sampai dengan tidak dapat mengetahui kadar pengetahuan manusia terdahulu dan penemuan-penemuan serta kebudayaan mereka. Selanjutnya, ayat ini juga terkandung bukti yang menujukkan bahwa Allah swt. yang menciptakan manusia dalam keadaan hidup dan berbicara dari sesuatu yang tidak ada tanda-tanda kehidupan padanya, sampai kemudian Allah swt. mengajari manusia ilmu yang paling utama, yaitu menulis dan menganugerahkannya ilmu pengetahuan.[14]
Jika dilihat dari penafsiran ayat-ayat telah disebutkan, maka kata ‘allama merujuk kepada konteks pengajaran secara keseluruhan bukan hanya kepada Nabi saja tapi juga kepada seluruh umat manusia, sebagaimana yang dijelaskan dalam surah ar-Rahman.[15]Dalam hal mengajar (muallim) dimaksud disini adalah memberitahukan dari yang tidak tahu menjadi tahu dan hal ini yang merupakan nikmat Allah swt. bagi orang-orang mukmin, sebagaimana Allah swt. berfirman dalam surah An-Nissa (4) ayat 113.

Keempat, ketika mengajarkan al-kitab (cara menulis), al-hikmah (ilmu yang benar), Taurat dan Injil, firman Allah swt. berfirman dalam surah Ali Imran (3) ayat 48 dan dalam surah al-Maidah (5) ayat 110. 
Asbabun Nuzul dari kedua ayat ini (surah ali Imran ayat 48 dan surah al-Maidah ayat 110 ) menceritakan tentang kecaman terhadap umat yang membangkang kepada rasul, karena mereka telah memperlakukan para rasul secara sangat tidak wajar, khususnya kepada nabi Isa as., akan tetapi Allah memberikan pemahaman dan pengajaran kepada umat manusia mengenai kekuasaan-Nya secara bertahap agar manusia dapat menerima kebenaran dari sebuah ilmu yang belum mereka ketahui. Dengan cara mengajari cara menulis dan ilmu yang benar, manusia dapat membangkitkan kemauan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat untuk membuktikan kebenaran apa yang telah diturunkan Allah. Adapun dasar-dasar mukjizat yang diberikan Allah bukan terletak pada keajaibannya, akan tetapi terletak pada cara dari pembuatannya yang di luar hukum alam.[16]
Firman Allah swt. dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 151.
            Dalam ayat ini, Allah swt. memberikan jawaban dari doa nabi Ibrahim as., yaitu Rasul dari kelompok mereka, membacakan ayat-ayat Allah, menyucikan mereka, mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah serta mengajarkan apa yang mereka belum ketahui. Cakupan dari kalimat mengajarkan melalui dua cara, yaitu mengisyarakat berupa wahyu Allah berupa ilham serta intusi dan melalui upaya belajar mengajar.[17]
Berdasarkan ayat ini, bahwa proses ta’lim lebih universal dibandingkan dengan proses tarbiyyah, dikarenakan mengajarkan disini tidak terbatas sekadar membaca, akan tetapi dengan perenungan yang berisi pemahaman, rasa tanggung jawab dan amanah. Dari menggunakan metode ini Rasulullah saw. membawa mereka kepada pembersihan diri (tazkiyyah) dan menjadikan diri berada dalam kondisi yang memungkinkan dalam menerima al-Hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat untuk dapat diketahui.[18]
Dalam konteks yang lain, kata ta’lim yang berbentuk fiil mudhari’ digunakan juga dalam pengungkapan sebuah pengajaran yang terjadi antara nabi Muhammad saw. dengan malaikat Jibril terkait dengan beberapa yang ditanyakan seperti makna Islam, Iman dan Ihsan. Dari hadis ini menjadi sebuah proses pengajaran atau pendidikan yang memiliki makna yang cukup luas.
Kelima, mengajarkan ilmu laduni, firman Allah swt. dalam surah al-Kahfi (18) ayat 65.
Keenam, mengajarkan tentang masalah sihir, firman Allah swt. dalam surah at-Thaahaa (20) ayat 71.

Pada ayat yang lain, Allah swt. juga mengajarkan bagaimana cara berburu, sebagaimana dalam alquran surah al-Maidah (5) ayat 4.
       Dengan kata lain, kata ta’lim pada penjelasan ayat di atas, Allah swt. mengajarkan kepada kita tentang arti sebuah proses transformasi ilmu pengajaran berupa ilmu pengetahuan, wahyu dan sesuatu yang belum diketahui oleh manusia sebagai pemimpin di bumi.
       Di dalam ayat yang lain kata ta’limmerupakan proses pembelajaran secara terus-menurus yang dimulai ketika manusia lahir, sebagaimana dalam alquran surah an-Nahl (16) ayat 78.

      Pada ayat yang lain bahkan Allah swt. memerintahkan agar proses belajar itu tidak ada batas waktunya, dalam hal ini bahwasanya belajar itu sampai tua atau bahkan sampai wafat (meninggal), sebagaimana firman Allah swt. dalam surah al-Hajj (22) ayat 5.

           Dalam hal proses pembelajaran, Muhammad saw. diutus untuk mengajarkan syariat dan urusan akal yang dapat menyempurnakan jiwa dan membersihkannya.[19] Pengajaran yang dimaksud dalam hal ini adalah menujukkan kepada kegiatan yang berulang-ulang, sebagaimana dapat dijelaskan dalam alquran surah al-Jumu’ah (62) ayat 2.


C. Konsep Ta’lim
Menurut pendapat sebagaian para ulama tafsir mengenai definisi tentang kalimat ta’lim, yaitu:
1.  Pendapat Rasyid Ridha, Ta’lim adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.[20]
2. Abdul Fattah Jalal berpendapat yang dimaksud dengan ta’lim adalah proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman amanah, sehingga terjadi pembersihan diri manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-Hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat dan yang tidak diketahuinya.[21]
3.  Muhammad ‘Athiyah Al-Abrasy memberikan penjelasan yang berbeda dengan ulama yang lain mengenai makna ta’lim. Kata ta’lim yang dimaksud mempunyai makna dalam menyiapkan individu pada aspek tertentu saja, sedangkan tarbiyyah mencakup keseluruhan aspek pendidikan.[22]
Dari pendapat ulama tafsir, term ta’lim dalam pendidikan bahwa manusia mempunyai kemampuan mengekspresikan apa yang terlintas dalam benaknya serta menangkap bahasa, sehingga mengantarkannya untuk mengetahui. Kemampuan dalam merumuskan ini merupakan langkah menuju terciptanya pengetahuan dan ilmu pengetahuan.[23] Cakupan Ta’lim juga tidak berhenti pada pengetahuan lahirah, akan tetapi mencakup pengetahuan teoritis, mengulang kaji secara lisan, dan menyuruh melaksanakan pengetahuan itu. 
Jika kita telaah lebih jauh lagi tentang bentuk lain dari ta’lim yaitu kata ‘ulama seakan menjadi term alquran dalam rangka menunjukan proses transformasi keilmuan melalui penelitian dan pengkajian. Hasil dari analisis yang dilakukan merupakan pengantar tentang kebenaran tentang adanya pengajaran yang dilakukan Allah swt. yang menjadi tanda tentang tujuan para nabi dan rasul diutus ke bumi ini.
           
Kesimpulan
Setelah kita mencoba mentelaah ayat-ayat alquran mengenai ta’lim, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pemahaman bahwa ta’lim mencakup lebih universal dikarenakan proses pengajaran dan pendidikan itu dimulai dari bayi sampai dengan tua bahkan sampai meninggal.
Allah swt. mengajarkan kepada kita tentang arti sebuah proses transformasi ilmu pengajaran  berupa ilmu pengetahuan, wahyu dan sesuatu yang belum diketahui oleh manusia sebagai pemimpin di bumi. Oleh karena itu, ta’lim yang dimaksud didalam alquran menunjukan kepada proses pengajaran dan pendidikan yang tidak hanya diperuntukan untuk utusan Allah saja, akan tetapi kepada semua manusia yang mempunyai tujuan untuk mengubah manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu agar pendidikan itu terus perkembangan dan kemajuan.
Makna pada ayat-ayat alquran mengenai makna ta’lim menunjukkan bahwa Muhammad saw. dalam mengajarkan bacaan alquran tidak hanya dapat membaca dan hafal akan lafazh-lafazhnya, akan tetapi membaca dengan renungan dan pemahaman, kemudian menyucikan diri dan mendidiknya, selanjutnya melahirkan amal yang dapat menjadi contoh bagi yang lain baik dalam perkataan dan juga perbuatan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Fatah Jalal, 1977, Min al-Ushul  al-Tarbawiyyah fi al-Islam, (Kairo: MarkazDauly li at-Ta’lim al-Wahdhifi li al-Kubar fi al-Ilm al-Araby)

Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), 2005, Tafsir Al-Azhar, Jilid 1,(Jakarta: PT Mitra Kerjaya Indonesia, cet. Ke-6)

‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras

‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq, Lubaabut Tafsir min Ibni Katsiir Jilid 1, 2008, (Jakarta: Pustaka Imam Syafii)

Ahmad Musthafa Al-Marâghi, 1969,  Tafsír al-Marâghi, Jilid I, (Mesir: Musthafa al-Bâb al-Halaby, cet. ke-IV)

Ahmad Mustafa al-Maragi, 1992, Tafsir al-Maragi, Juz 1, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, cet. Ke-2,)

Hans Wehr, 1974,  Al-Mu’jam Al-Lughah Al-Arabiyah Al-Mu’asharah (A Dictionary of Modern Written Arabic), (Ed), J. Milton Cowan (Beirut: Librarie Du Liban & London: Macdonald & Evans LTD)

Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Ruh al-Tarbiyyahwa al-Ta’lim, (Saudi Arabia: Dar al-Ahya)

Muhammad Rasyid Ridha, 1373 H, Tafsir Al-Manar, Juz 1, (Kairo: Dar al-Manar)

Muhammad RasyidRidha, Tafsir al-Manar, (Kairo: Dar al-Fikr, cet. 2), Jilid 1

M. QuraisyShihab, 2002, Tafsir al-Misbah: Pesan, KesandanKeserasianalquran, (Jakarta: LenteraHati)

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, t.t)

Tafsir al-Alusi , al-Maktabah al-Syamilah, (www.shamela.ws)

Tafsir ar-Razi, al-Maktabah al-Syamilah, (www.shamela.ws)

Tafsir al-Thabari, al-Maktabah al-Syamilah, (www.shamela.ws)

Zakiah Drajat, 1996, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara)

Zayd al-Masyir, al-Maktabah al-Syamilah, (www.shamela.ws)




[1]Hans Wehr, Al-Mu’jam Al-Lughah Al-Arabiyah Al-Mu’asharah (A Dictionary of Modern Written Arabic), (Ed), J. Milton Cowan (Beirut: Librarie Du Liban& London: Macdonald & Evans LTD, 1974) h. 636
[2]Mahmud Yunus,Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. HidakaryaAgung, t.t) h. 136
[3]Muhammad RasyidRidha, Tafsir Al-Manar, Juz 1, (Kairo: Dar al-Manar,1373 H), h. 262
[4]ZakiahDrajat, IlmuPendidikan Islam, (Jakarta: BumiAksara, 1996), h.26
[5]‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras, h. 689
[6]AbdulmalikAbdulkarimAmrullah (Hamka), Tafsir Al-Azhar, Jilid 1,(Jakarta: PT MitraKerjaya Indonesia, cet. Ke-6, 2005), h. 157
[7]Zayd al-Masyir, al-Maktabah al-Syamilah, (www.shamela.ws) Juz 1, h. 43
[8]Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi, Juz 1, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, cet. Ke-2, 1992), h. 139-140
[9]M. QuraisyShihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, KesandanKeserasianalquran, (Jakarta: LenteraHati, 2002), h. 146-147
[10]Muhammad RasyidRidha, Tafsir al-Manar, (Kairo: Dar al-Fikr, cet. 2, t.th), Jilid 1, h.262
[11]Abdul Fatah Jalal, Min al-Ushul  al-Tarbawiyyah fi al-Islam, (Kairo: MarkazDauly li at-Ta’lim al-Wahdhifi li al-Kubar fi al-Ilm al-Araby, 1977), h. 26
[12]Tafsir al-Alusi , al-Maktabah al-Syamilah, (www.shamela.ws) Juz 20, h. 110
[13]Tafsirar-Razi,al-Maktabah al-Syamilah, (www.shamela.ws) Juz 17, h. 107-109
[14]Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi, Juz 1, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, cet. Ke-2, 1992), h. 347-348
[15]Tafsir al-Thabari, al-Maktabah al-Syamilah, (www.shamela.ws) Juz 22, h. 7
[16]Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi, Juz 1, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, cet. Ke-2, 1992), h. 275-284
[17]M. QuraisyShihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, KesandanKeserasianalquran, (Jakarta: LenteraHati, 2002), h. 361
[18]Abdul Fatah Jalal, Min al-Ushul  al-Tarbawiyyah fi al-Islam, (Kairo: MarkazDauly li at-Ta’lim al-Wahdhifi li al-Kubar fi al-Ilm al-Araby, 1977), h. 27
[19]Ahmad Musthafa Al-Marâghi, Tafsír al-Marâghi, Jilid I (Mesir: Musthafa al-Bâb al-Halaby, cet. ke-IV, 1969) h. 83
[20]Muhammad RasyidRidha, Tafsir al-Manar, (Kairo: Dar al-Fikr, cet. 2, t.th), Jilid 1, h.262
[21]Abdul Fatah Jalal, Min al-Ushul  al-Tarbawiyyah fi al-Islam, (Kairo: MarkazDauly li at-Ta’lim al-Wahdhifi li al-Kubar fi al-Ilm al-Araby, 1977), h. 27
[22]Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Ruh al-Tarbiyyahwa al-Ta’lim, (Saudi Arabia: Dar al-Ahya, t.th), h.7
[23]M. QuraisyShihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, KesandanKeserasianalquran, (Jakarta: LenteraHati, 2002), h. 147

0 komentar:

Posting Komentar