Minggu, 14 April 2019

Mengembangkan Media Instruksional


A.    Pemilihan Media Instruksional
Media instruksional di artikan sebagai sesuatu yang di gunakan untuk menyalurkan pesan (message), merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar. Bentuk-bentuk media Instruksional di gunakan untuk meningkatkan pengalaman belajar agar menjadi lebih konkret. Instruksional dengan menggunakan media Instruksional tidak hanya sekedar menggunakan kata-kata (symbol verbal). Dengan demikian, dapat kita harapkan hasil pengalaman belajar lebih berarti bagi siswa.
Menurut Arif S. Sadiman dkk. dalam bukunya “Media Pendidikan” menjelaskan bahwa: “faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media adalah tujuan instruksional yang ingin dicapai, karakteristik siswa, jenis rangsangan belajar yang diinginkan, keadaan latar belakang dan lingkungan siswa, situasi kondisi setempat dan luas jangkauan yang ingin dilayani. Faktor-faktor tersebut pada akhirnya harus diterjemahkan dalam norma/kriteria keputusan pemilihan.”(Sadiman, 83-84).
Dalam hal ini Dick dan Carey menyebutkan bahwa disamping kesesuaian dengan tujuan perilaku belajarnya, setidaknya masih ada empat faktor lagi yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media yaitu : pertama, ketersedian sumber setempat yaitu apabila media yang bersangkutan tidak terdapat sumber-sumber yang ada, maka harus dibeli atau dibuat sendiri. Kedua, apakah untuk membeli atau memproduksi sendiri tersebut ada dana, tenaga, dan fasilitasnya. Ketiga, adalah faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media yang bersangkutan untuk waktu yang lama artinya bias digunakan dimanapun dengan peralatan yang ada di sekitarnya dan kapanpun serta mudah di bawa atau dipindahkan. Faktor keempat, adalah efektifitas biayanya dalam jangka waktu yang panjang, sebab ada jenis media yang biaya produksinya mahal (contohnya program film bingkai) tetapi dapat dipakai berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang.
Hakikat dari pemilihan media ini pada akhirnya adalah keputusan untuk memakai, tidak memakai atau mengadaptasi media yang bersangkutan (Arief S. Sadiman dkk, 1993 : 84).
Adapun kriteria dalam pemilihan media instruksional adalah :
a.       Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media yang dipilih berdasarkan tujuan insrtuksional yang diterpakan secara umum mengacu kepada kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga arah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tujuan ini dapat digambarkan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan oleh siswa seperti menghafal, melakukan kegiatan fisik, dan mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan pemikiran pada tingkatan lebih tinggi.
b.      Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi media yang berbeda, contoh film dan grafik memerlukan simbol dan kode yang berbeda. Agar dapat membantu proses pembelajaran secara efektif, media harus selaras dan sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa.
c.       Praktis, luwes dan bertahan, jika tidak tersedia waktu, dana, atau sumber cara lainnya memproduksi, maka tidak perlu dipaksakan. Kriteria ini menuntun para guru/instruktur untuk memilih media yang ada yang ada, mudah diperoleh atau mudah dibuat oleh guru. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan dimanapun dan kapanpun dengan peralatan yang tersedia di sekitarnya, serta mudah dipindahkan dan dibawa kemana-mana.
d.      Guru terampil menggunakannya, ini merupakan salah satu kriteria utama. Apapun jenis media yang digunakan, guru harus mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Nilai dan manfaat media sangat ditentukan oleh guru yang menggunakannya.
e.       Pengelompokan sasaran, media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil atau perorangan. Oleh karena itu ada berbagai macam media yang digunakan untuk jenis kelompok besar, kecil, dan perorangan.

Mutu tekhnis, pengembangan visual baik gambar maupun fotografi harus memenuhi persyaratan tekhnis tertentu. Contohnya visual pada slide harus jelas dan informasi atau pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lainnya yang berupa latar belakang ( Azhar Arsyad, 1997 : 72-74).
Menurut Ahmad Rohani dalam bukunya “Media Instruksional Edukatif” menyatakan bahwa pemilihan dan pemanfaatan media perlu memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut :
a.       Tujuan
Media hendaknya menunjang tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
b.      Ketepatgunaan
Tepat dan berguna bagi pemahaman bahan yang dipelajari.
c.       Keadaan peserta didik
Kemampuan berfikir dan daya tangkapa peserta didik, dan besar kecilnya kelemahan peserta didik perlu dipertimbangkan.
d.      Ketersediaan
Pemilihan perlu memperlihatkan ada atau tidak media tersedia di perpustakaan atau di sekolah serta mudah-sulinya diperoleh.
e.       Mutu teknis
Media harus memiliki kejelasan dan kualitas yang baik.
f.       Biaya
Hal ini merupakan pertimbangan bahwa biaya yang dikeluarkan apakah seimbang dengan hasil yang dicapai serta ada kesesuaian atau tidak. (Ahmad Rohani, 1997 : 72-74

Jadi berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan. Faktor yang harus di pertimbangkan dalam memilih media instruksional adalah :
a.       Jenis kemampuan yang akan di capai sesuai dengan tujuan.
Sebagai mana di ketahui, bahwa tujuan pembelajaran ini menjangkau domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Jika akan memilih media instruksional, harus di sesuaikan dengan tujuan yang akan di capai.
b.      Kegunaan dari berbagai jenis media instruksional itu sendiri.
Setiap jenis media instruksional mempunyai nilai kegunaan sendiri-sendiri. Hal ini harus di jadikan bahan pertimbangan dalam jenis memilih media instruksional yang di gunakan.
c.       Kemampuan guru menggunakan suatu jenis media instruksional.
Betapapun tingginya nilai kegunaan media instruksional, tidak akan memberi manfaat sedikit pun di tangan orang yang tidak mampu menggunakan media instruksional
d.      Fleksibilitas (lentur), tahan lama dan kenyamanan media instruksional.
Dalam memilih media instruksional harus di pertimbangkan kelenturan, dalam arti dapat di gunakan dalam berbagai situasi, juga harus tahan lama (tidak sekali pakai langsung di buang), untuk menghemat biaya, dan digunakannya pun tidak berbahaya.
e.       Keefektifan suat media instruksional di bandingkan dengan jenis media instruksional lain untuk di gunakan dalam pembelajaran suatu materi pembelajaran tertentu.


B.     Pengembangan Media Instruksional
Pengembangan instruksional adalah cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu( Twelker,1972).
Hasil akhir dari pengembangan instruksional ialah suatu sistem instruksional, yaitu materi dan strategibelajar mengajar yang dikembangkan secara empiris yang secara konsisten telah dapat mencapai tujuan instruksional tertentu.
Pengembangan instruksional ini terdiri dari seperangkat kegiatan yang meliputi perencanaan,pengembangan, dan evaluasi terhadap sistem instruksional yang sedang dikembangkan tersebut sehingga, setelah mengalami beberapa kali revisi, sistem instruksional tersebut dapat memuaskan hati pengembangnya.
Pengembangan instruksional adalah teknik pengelolaan dalam mencari pemecahan masalah-masalah instruksional atau, setidak-tidaknya, dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber belajar yang ada untuk memperbaiki pendidikan.
Ada beberapa model pengembangan instruksional, misalnya model pengembangan instruksional Briggs, Banathy, PPSI ( Prosedur Pengembangan Sisstem Instruksional ), Kemp, Gerlach dan Ely, IDI ( Instrucsional Development Institute), dan lain-lain.
Model-model tersebut diatasmempunyaibanyak perbedaan dan persamaan. Perbedaan model-model tersebut terletak pada istilah yang dipakai, urutan, dan kelengkapan langkahnya. Persamaannya ialah bahwa setiap model mengandung kegiatan yang dapat digolongkan, ke dalam tiga kategori kegiatan pokok, yaitu:
  • Kegiatan yang membantu menentuka nmasalah pendidikan dan mengorganisasi alat untuk memecahkan masalah tersebut. 
  • Kegiatan yang membantu menganalisis dan mengambangkan pemecahan masalah; dan 
  • Kegiatan yang melayani keperluan evaluasi pemecahan masalah tersebut.

Semua kegiatan tersebut satu dengan lainnya dihubungkan oleh suatu sistem umpan balik yang terpadu dalam model bersangkutan. Adapun sistem umpan balik tersebut memungkinkan adanya perbaikan-perbaikan sistem instruksional selama dikembangkan.


Secara visual pengembangan instruksional dapat digambarkan sebagai berikut:
 




Model Kemp
Model pengembangan instruksional menurut Kemp (1977), atau yang disebut disain instruksional, terdiri dari delapan langkah, yaitu:
1)      Menentukan tujuan istruksional umum (TIU), yaitu tujuan yang ingin dicapai dalam mengajarkan masing-masing pokok bahasan;
2)      Membuat analisis tentang karakteristik siswa. Analisis ini diperlukan antaral lain untuk mengetahui, apakah latar belakang pendidikan, dan sosial budaya siswa memungkinkan untuk mengikuti program, dan langkah-langkah apa yang perlu diambil;
3)      Menentukan tujuan instruksional secara spesifik, operasional, dan terukur. Dengan demikian siswa akan tahu apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, dan apa ukurannya bahwa dia telah berhasil. Dari segi pengajar rumusan itu akan berguna dalam menyusun tes kemampuan/keberhasilan dan pemilihan materi yang sesuai;
4)      Menetukan materi/bahan pelajaran yang sesuai dengan TIK;
5)      Menetapkan penjajagan awal  (pre-assessment). Ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah memenuhi prasyarat belajar yang dituntut untuk mengikuti program yang bersangkutan. Dengan demikian pengajar dapat memilih materi yang diperlukan tanpa harus menyajikan yang tidak perlu, dan siswa tidak menjadi bosan;
6)      Menentukan strategi belajar-mengajar yang sesuai. Criteria umum untuk pemilihan strategi belajar-mengajaryagn sesuai dengan tujuan instruksional khusus tersebut adalah: (a) efisiensi, (b) keefektifan, (c) ekonomis, dan (d) kepraktisan, melalu suatu analisis alternatif;
7)      Mengkoordinasikansaranan penunjang yang diperlukan yang diperlukan meliputi biaya, fasilitas, peralatan, waktu, dan tenaga, dan
8)      Mengadakan evaluasi. Evaluasi ini sangat perlu untuk mengontrol dan mengaji keberhasilan program secara keseluruhan, yaitu (a) siswa, (b) program instruksional, (c) instrumen evaluasi/tes, maupun (d) metode.
Dalam diagram, bentuk model desain instruksional Kemp tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
 
Model Pengembangan Gerlach dan Ely
Model yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971) dimaksudkan sebagai pedoman perencanaan mengajar. Pengembangan sistem instruksional menurut model ini melibatkan sepuluh unsur seperti terlihat dalam flowchart di halaman berikut: 


1)      Merumuskan tujuan.
Tujuan instruksional harus dirumuskan dalam kemampuan apa yang harus dimiliki pada tingkat jenjang belajar tertentu.
2)      Menentukan isi materi.
Isi materi berbeda-beda menurut bidang studi, sekolah, tingkatan dan kelasnya, namun isi materi harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapainya.
3)      Menurut kemampuan awal.
Kemampuan awal siswa ditentukan dengan memberikan tes awal. Pengetahuan tentang kemampuan awal siswa ini penting bagi pengajar agar dapat memberikan dosis pelajaran yang tepat; tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Pengetahuan tentang kemampuan awal juga berguna untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan, misalnya apakah perlu persiapan remedial.
4)      Menentukan teknik dan strategi.
Menurut Gerlach dan Ely, strategi merupakan pendekatan yang dipakai pengajar dalam memanipulasi informasi, memilih sumber-sumber, dan menentukan tugas/peranan siswa dalam kegiatan belajar-mengajar. Dengan perkataan lain, pada tahap ini pengajar harus menentukan cara untuk dapat mencapai tujuan instruksional dengan sebaik-baiknya. Dua bentuk umum tentang pendekatan ini adalah berntukeksopose (espository) yang lazim dipergunakan dalam kuliah-kuliah tradisional, biasanya lebih bersifat komunikasi satu arah, dan bentuk penggalian (inquiry) yang lebih mengutamakan partisipasi siswa dalam proses belajar-mengajar. Dalam pengertian instruksional yang sempit, metode ini merupakan rencana yang sistematis untuk menyajikan pesan atau informasi instruksional.
5)      Pengelompokan belajar.
Setelah menentukan pendekatan dan metode, pengajar harus mulai merencanakan bagaimana kelompok belajar akan diatur. Pendekatan yang menghendaki kegiatan belajar secara mandiri dan bebas (independentstudy) memerlukan pengorganisasian yang berbeda dengan pendekatan yang memerlukan banyak diskusi dan partisipasi aktif siswa dalam ruang yang kecil, atau untuk mendengarkan ceramah dalam ruang yang luas.
6)      Menentukan pembagian waktu.
Pemilihan strategi dan teknik untuk ukuran kelompok yang berbeda-beda tersebut mau tidak mau akan memaksa pengajar memikirkan penggunaan waktunya, yaitu apakah sebagian besar waktunya harus dialokasikan untuk presentasi atau pemberian informasi, untuk pekerjaan laboratorium secara individual, atau untuk diskusi. Mungkin keterbatasan ruangan akan menuntut pengaturan yang berbeda pula karena harus dipecah ke dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil.
7)      Menentukan ruang.
Sesuai dengan tiga alternative pengelompokan belajar seperti pada no.5, alokasi ruang ditentukan dengan menjawab apakah tujuan belajar dapat dipakai secara lebih efektif dengan belajar secara mandiri dan bebas, berinteraksi antarsiswa, atau mendegarkan penjelasan dan bertatap muka dengan penagajar.
8)      Memilih media instruksional yang sesuai.
Pemilihan media ditentukan menurut tanggapan siswa yang disepakati. Jadi tidak sekadar yang dapat memberikan stimulus rangsangan belajar. Gerlach dan Ely mambagi media sebagai sumber belajar ini ke dalam lima katergori, yaitu: (a) manusia dan  benda nyata, (b) media visual proyeksi, (c) media audio, (d) media cetak, dna (e) media display.
9)      Mengevaluasi hasil belajar.
Kegiatan belajar adalah interaksi antara pengajar dan siswa, interaksi antara siswa dna media instruksional. Hakiakat belajar adalah perubahan tingkah laku belajar pada akhir kegiatan instruksional. Semua usaha kegiatan pengembangan instruksional di atas dapat dikatakan berhasil atau tidak setelah tingkah laku akhir belajar tersebut dievaluasi. Instrumen evaluasi dikembangkan atas dasar rumusan tujuan dan harus dapat mengukur keberhasilan secara benar dan objektif. Oleh sebab itu, tujuan instruksional harus dirumuskan dalam tingkah laku belajar siswa yang terukur dan dapat diamati.
10)  Menganalisis umpan balik.
Analisis umpan balik merupakan tahap terakhir dari pengembangan sistem instruksional ini. Data umpan balik yang diperoleh dari evaluasi, tes, observasi, maupun tanggapan-tanggapan tentang usaha-usaha instruksional ini menentukan, apakah sistem, metode, maupun media yang dipakai dalam kegiatan instruksional tersebut sudah sesuai untuk tujuan yang ingin dicapai atau masih perlu disempurnakan.

0 komentar:

Posting Komentar