1. SEKILAS
PERJALANAN HIDUP KI HADJAR DEWANTARA
Lahir dengan nama asli Raden Mas
Soewardi Soerjaningrat, Ki Hadjar Dewantara terlahir dalam keluarga kraton
Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dan wafat pada tanggal 26 April 1959.
Sebagai golongan ningrat, Ki Hadjar Dewantara memperoleh hak untuk
mengeyam pendidikan yang layak dari
kolonial Belanda. Setelah menamatkan ELS (Sekolah Dasar Belanda), beliau meneruskan pelajarannya ke STOVIA
(Sekolah Dasar Bumiputera), sayang sekali karena sakit ia tidak
dapat meneruskan pendidikannya di
STOVIA.
Pada
tanggal 3 Juli 1922 beliau mendirikan Perguruan Taman Siswa dan sampai saat
wafatnya terus memimpin
perguruan tersebut. Taman
Siswa merupakan sebuah perguruan yang bercorak nasional yang
menekankan rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta semangat
berjuang untuk memperoleh
kemerdekaan. Perjuangan Ki
Hadjar Dewantoro tak hanya melalui Taman Siswa, sebagai penulis, Ki Hadjar
Dewantara tetap produktif menulis untuk bebagai surat kabar. Tulisan Ki Hadjar
Dewantoro berisi konsep- konsep pendidikan dan kebudayaan yang berwawasan
kebangsaan, dan melalui konsep- konsep
itulah dia berhasil
meletakkan dasar-dasar pendidikan
nasional bagi bangsa Indonesia.
KONSTRUKTIVISME
DALAM PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA
Membaca
tulisan-tulisan Ki Hadjar
Dewantara tentang pendidikan,
teringat pada pendekatan
konstruktivisme dalam pendidikan. Keduanya sama-sama menekankan bahwa titik berat
proses belajar mengajar
terletak pada murid.
Pengajar berperan sebagai fasilitator atau
instruktur yang membantu
murid mengkonstruksi
konseptualisasi dan solusi dari masalah yang dihadapi. Jadi pembelajaran yang
optimal adalah pembelajaran yang berpusat pada murid (student center learning).
Konstruktivisme yang sudah besar pengaruhnya sejak periode
1930-an dan 1940-an di Amerika,
juga di Eropa,
secara langsung atau tidak
langsung dasar-dasarnya pernah dipelajari oleh Ki Hadjar Dewantara. Dasar pertama dari pendekatan
konstruktivisme dalam pendidikan
adalah “teori konvergensi”
yang menyatakan bahwa
“pengetahuan manusia merupakan hasil interaksi dari faktor bawaan (nature) dan faktor pengasuhan
(nurture). Menurutnya, baik
“dasar” (faktor bawaan)
maupun “ajar” (pendidikan) berperan dalam pembentukan watak
seseorang.
DARI TEORI
KONVERGENSI KE SISTEM MERDEKA
Dalam penerapannya di bidang
pendidikan, oleh Ki Hadjar teori konvergensi diturunkan menjadi sistem pendidikan
yang memerdekakan siswa
atau yang disebutnya
“sistem merdeka”.
Ki Hadjar menunjukkan bahwa
pendidikan diselenggarakan dengan tujuan membantu siswa menjadi manusia yang merdeka dan mandiri, serta mampu
memberi konstribusi kepada masyarakatnya. Menjadi manusia merdeka berarti : (a)
tidak hidup terperintah; (b) berdiri tegak karena kekuatan sendiri; dan
(c) cakap mengatur hidupnya dengan
tertib. Singkatnya, pendidikan menjadikan orang mudah diatur tetapi tidak dapat
disetir.
Pandangan konstruktivisme tentang
pendidikan sejalan dengan
pandangan Ki Hadjar Dewantara yang
menekankan pentingnya siswa menyadari alasan dan tujuan ia belajar. Ki Hadjar
mengartikan mendidik sebagai “berdaya upaya dengan sengaja untuk memajukan
hidup tumbuhnya budi pekerti dan badan
anak dengan jalan pengajaran,
teladan dan pembiasaan”
Ki Hadjar
dan konstruktivisme sama-sama memandang pengajar sebagai mitra siswa untuk
menemukan pengetahuan. Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari
guru ke murid melainkan kegiatan yang
memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Pengajar
ikut aktif bersama
siswa dalam membentuk
pengetahuan, mencipta makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan
memberikan penilaian-penilaian terhadap
berbagai hal. Mengajar
dalam konteks ini
adalah membantu siswa
untuk berpikir secara kritis, sistematis dan logis dengan membiarkan
mereka berpikir sendiri.
Sejalan dengan itu, Ki Hadjar
Dewantara memakai semboyan “Tut Wuri Hanadayani” (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan
dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid,
pendidik harus menciptakan prakarsa dan
ide), dan ing ngarsa sung tulada (di
depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik). Semboyan ini masih tetap dipakai hingga kini
dalam dunia pendidikan dan terutama di sekolah-sekolah Taman Siswa.
ANALISIS KRITIS
Menurut Ki Hajar
Dewantoro, manusia memilki
daya cipta, karsa
dan karya. Pengembangan manusia
seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu
menitik beratkan pada
satu daya saja
akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau
mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual saja hanya
akan mejauhkan peserta didik dari masyarakatnya.
Ternyata pendidikan sampai
sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan
karsa. Jika ini berlanjut akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.
IMPLEMENTASI DALAM
DUNIA PENDIDIKAN
Perjuangan Ki Hajar Dewantoro terhadap pendidikan Indonesia
membuat beliau layak di anugerahi gelar pahlawan pendidikan Indonesia.
Tidak
berlebihan jika tanggal
lahir beliau, 2
Mei diperingati sebagai
hari Pendidikan Nasional untuk mengenang dan sebagai penyemangat bagi
kita untuk meneruskan prakarsa dan
pemikiran-pemikiran beliau terhadap
pendidikan Indonesia.
Ki Hajar Dewantara
mempunyai semboyan tut
wuri handayani, ing
madya mangun karsa dan ing ngarsa
sung tulada. Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan.
Pendidikan yang humanis menekankan pentingnya pelestarian
eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih
berbudaya sebagai manusia yang utuh berkembang (menurut Ki Hajar Dewantara
menyangkut daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa
(konatif). Singkatnya, “educate the head, the heart, and the hand”.
2. SEKILAS PERJALANAN HIDUP PLATO
Plato lahir sekitar 427 SM - dari
keluarga terkemuka di Athena, ayahnya bernama
Ariston dan ibunya
bernama Periktione. Ketika bapaknya
meninggal ibunya nikah
lagi dengan adik ayahnya Plato yang bernama Pyrilampes
yang tidak lain adalah seorang politikus, dan Plato banyak terpengaruh dengan
kehadiran pamannya ini. Karena sejak kehadiran pamannya ini ia banyak bergaul
dengan para politikus Athena.
Plato adalah filsuf Yunani yang
sangat berpengaruh, murid Socrates dan guru dari Aristoteles. Karya Plato yang paling terkenal ialah
Republik, di mana ia menguraikan garis besar pandangannya pada keadaan
"ideal".
Plato terkenal dengan ajarannya tantang cita-cita yang
disebut “dunia cita-cita”, yang antara lain menyatakan : (a) Dalam alam yang
ada di luar pancaindera kita dan yang hanya dapat dicapai dengan pikiran, terdapat cita-cita yang mempunyai
bentuk-bentuk sendiri, tidak berubah dan tidak terdiri dari zat; (b) Dalam keadaan aslinya, sebelum
manusia diturunkan ke dunia, ia melihat
bentuk-bentuk itu dalam alam
aslinya. Jika manusia kemudian memperoleh badan jasmaniahnya, maka ia
melalui pancainderanya akan ingat
kembali cita-cita itu.
Dengan demikian ,
penginderaan tidak memberi pengetahuan baru, tetapi hanya
ingatan saja kepada cita-cita yang telah ada di dalam asalnya.
FILSAFAT PENDIDIKAN
PERENIALISME PLATO
Perenialisme merupakan filsafat pendidikan yang lahir
pada abad kedua puluh, sebagai suatu
kritik terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan
progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.
Teori dan konsep
pendidikan perenialisme dilatarbelakangi oleh
filsafat-filsafat Plato sebagai Bapak Realisme Klasik. Plato
berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas atau kenyataan-kenyataan itu telah ada pada
diri manusia sejak dari asalnya, yang berasal dari realitas yang hakiki.
Menurut Plato, “dunia idea”,
bersumber dari ide mutlak,yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah
ada sebelum manusia lahir yang semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi.
Manusia tidak mengusahakan dalam arti
menciptakan kebenaran, pengetahuan,
dan nilai moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya itu.
Dengan menggunakan akal
atau rasio, semuanya
itu dapat ditemukan
kembali oleh manusia.
Kebenaran itu ada yaitu kebenaran
yang bulat dan utuh. Manusia dapat memperoleh kebenaran tersebut
dengan jalan berpikir,
bukan dengan pengamatan
indera, karena dengan berpkir
itulah manusia dapat mengetahui hakikat kebenaran dan pengetahuan
(Uyoh Sadulloh, 2007).
Dalam pendidikan,
perenialis berpandangan bahwa
dalam dunia yang
tidak menentu, penuh kekacauan,
serta membahayakan, seperti yang kita hadapi dewasa ini, tidak ada satupun
yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan
pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidikan.
KONSEP PENDIDIKAN
PLATO
Menurut Plato, pendidikan
didasarkan pada pengertian logis psikologi manusia. Ia memberikan ilustrasi
logis psikologi manusia. Ia memberikan ilustrasi : pengalaman bayi atas segala
sesuatu bermula dengan sensasi kenikmatan
dan rasa sakit.
Anak harus belajar merasakan kenikmatan daan rasa
sakit, mencintai dan membenci secara tepat. Ketika tumbuh
mereka akan memahami
alasan yang mendasari
latihan yang telah diterima. Sistem pendidikan yang logis
memerlukan integrasi intelek dan emosi.
Cita-cita pendidikan plato adalah: (a) Tugas individu
mengutamakan kepentingan Negara di atas
kepentingan pribadi. Pendidikan harus diselenggarakan untuk dan oleh
Negara. Jenis pedagogiknya adalah
pedagogik Negara yang diarahkan kepada Negara yang susila; (b) Plato membedakan
tiga fungsi pada manusia: pikiran, keinginan, dan
kemauan. Di mana
ketiga fungsi itu
disejajarkan dengan tiga golongan
dalam masyarakat, yaitu : (1) golongan yang mengutamakan pikiran yaitu
golongan pengajar, (2) golongan yang mengutamakan keinginan yaitu golongan
pegusaha, (3) golongan yang mengutamakan
kemaunan yang membawa
mereka pada keberanian
yaitu golongan militer. Melalui
pendidikan, Plato bermaksud mendapatkan (a) orang-orang yang baik, (b)
orang-orang yang baik itu untuk menduduki tempatnya (the right men in the right
place) dalam golongannya masing-masing.
Menurut Plato, dalam pendidikan
bisa membuka pengertian kebijakan. Pengertian yang baik membawa akibat
perbuatan yang baik pula. Perbuatan yang tidak baik adalah akibat dari
pengertian yang salah.
Plato menempatkan
kebijakan intelektual di
tempat tertinggi. Dalam
rencana- rencana
pendidikannya kemukakan, ditekankan
pula kebijakan moral
dan latihan kemauan. Juga pendidikan-pendidikan fisik dan jasmani
seperti gimnastik, menari dan permainan-permainan sebab mereka
berpendapat bahwa kekuatan
jasmani membantu kekuatan moral
dan intelektual. Karena,
semuanya berhubungan dengan
kebaikan, disiplin dan keselarasan dalam fikiran dan tabiat dengan keutamaan yang sama dalam tubuh manusia.
Di antara
kebijakan-kebijakan
intelektualnya, Plato masukkan
juga kepandaian (kesanggupan untuk membuat barang) dan kebijakan praktis
(kesanggupan menimbang secara tepat terutama dalam mencapai tujuan-tujuan yang
baik dalam kehidupan sehari- hari). Kebijakan praktis atau prudensia merupakan hal yang esensial dalam kehidupan
moral dan dalam diri seorang warga negara yang bertanggung jawab.
IMPLIKASI TERHADAP
PENDIDIKAN
Pendidikan dapat ditinjau dari
dua segi, yaitu sudut pandang masyarakat dan sudut pandang individu.
Pendidikan dilihat dari
sudut pandang masyarakat
merupakan pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda
agar nilai-nilai yang ada tetap terjaga kelestariannya, sehingga identitas
suatu masyarakat tetap lestari. Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang
individu, pendidikan merupakan proses
pengembangan potensi-potensi yang terpendam
dalam setiap individu,
sehingga individu tersebut mempunyai kemampuan
intelektual yang tinggi
dalam interaksi kehidupan
sosial masyarakat.
Berdasarkan pandangan
pendidikan tersebut seyogianya
pendidikan dijadikan pijakan
konkrit dalam upaya membangun karakter
bangsa (nation character building). Sudah saatnya konsep pendidikan modern dan terarah yang sesuai dengan situasi
dan kondisi serta kebutuhan masyarakat diterapkan oleh
pemerintah. Sejak zaman dahulu hingga saat ini prinsip pendidikan tidak
ada perbedaan yang signifikan. Prinsip pertama pendidikan adalah pewarisan
nilai-nilai kebudayaan dalam masyarakat dari generasi ke generasi. Kedua,
pemindahan (transfer) ilmu dan keterampilan dari generasi ke generasi. Plato berpendapat, bahwa tujuan akhir dari
pendidikan adalah meningkatkan perkembangan
jiwa setiap individu
yang akhirnya mampu
membuat pertimbangan-
pertimbangan yang tepat dan mampu memperhatikan susunan kehidupan yang sebenarnya.
Dalam dunia pendidikan aspek
sosial sangat berkaitan dan memiliki hubungan yang kuat terhadap
konsep dasar pendidikan.
Aspek sosial inilah yang
memberi kerangka budaya bagaimana dan dari mana
pendidikan tersebut bergerak dan berkembang dalam memindahkan budaya,
memilih serta mengembangkannya.
Esensi pendidikan yang mampu
menyentuh aspek sosial adalah pendidikan yang; (1) mencerminkan
karakter masyarakat sehingga
pendidikan melahirkan individu- individu berkarakter dan
berintelektual tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur masyarakat. (2) tidak bertentangan
dengan nilai-nilai masyarakat, agar
mampu dicerna dan diserap dengan baik oleh masyarakat. (3) mampu menjangkau
seluruh lapisan masyarakat, jangan ada
lagi kesenjangan antara
pendidikan di kota-kota
besar dengan kota-kota
kecil (daerah). Pada intinya pendidikan harus bisa terjangkau, baik dari
segi wilayah maupun dari segi finansial oleh masyarakat, sehingga tidak ada
lagi ketidak-adilan dalam dunia pendidikan.
Dengan harapan pendidikan
di Indonesia pada
masa mendatang dapat meningkatkan :
(1) pemerataan memperoleh
pendidikan; (2) kualitas dan
relevansi pendidikan; dan (3)
manajemen pendidikan, serta
terwujudnya kemandirian dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi
di kalangan akademisi. Sehingga mampu
melahirkan individu-individu yang
memiliki karakter kuat
dan berintelektual tanpa meninggalkan norma-norma yang dimiliki
bangsa.
3. SEKILAS
PERJALANAN HIDUP BOBBY DEPORTER
Selama rentang
waktu dua puluh
tahun ini, Bobby
DePorter telah menjalani
peran sebagai ibu rumah tangga hingga jutawan, kemudian ia menjadi
pengusaha yang sukses. Setelah menjadi seorang multijutawan ia bergabung dengan
Stone mendirikan Burklyn Business School hingga Bobby bisa menghasilkan sebuah
buku yang berjudul “Quantum Lerning”.
Buku Quantum Learning ditulis
oleh Bobbi DePorter dan Mike Hernacky. Bobbi dilahirkan dan dibesarkan di Seattle. Dia banyak belajar dari Dr.Georgi
Lozanov, Bapak konsep belajar cepat (accelerated learning) dan menerapkan metodenya disekolah bisnis Burklyn dan berhasil dengan
kesuksesan yang menakjubkan.
Mike Hernacki, seorang mantan
guru dan pengacara. Ia menjadi penulis lepas sejak 1979. Dia menulis tiga buku
yaitu : The Ultimate Secret to Gretting Everything You Want, The Secret to
Conquering Fear dan Forgotten Secret to Phenomenal Succes. Dia tinggal di San
Diego.
Hal yang menarik dari temuan
DePorter, selain metode adalah kepraktisan. Di dalam bukunya terdapat
beberapa teknik meningkatkan kemampuan
diri. DePorter dengan jeli merevisi dan merangkaikan dengan potensi-potensi manusia
lain sehingga metodenya
menjadi mudah diterapkan.
TEORI YANG
DIKEMUKAKAN
Teori yang
dikemukakan dalam buku
ini adalah metode
Quantum Learning. Quantum learning adalah seperangkat metode
dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk semua umur. Quantum laerning
berakar dari upaya Dr. Georgi Lozanov yang bereksperimen dengan apa yang
disebutnya sebagai “suggestology” atau
“suggestopedia”. Prinsipnya adalah sugesti dapat dan pasti mempengaruhi
hasil situasi belajar dan setiap detil
apapun memberikan sugesti positif ataupun negatif. Beberapa teknik yang
digunakan untuk memberikan sugesti positif adalah mendudukan murid
secara nyaman, memasang
musik latar didalam
kelas, meningkatkan
partisipasi individu, menggunakan
poster-poster untuk memberikan
kesan besar sambil menonjolkan informasi dan menyediakan
guru-guru terlatih baik dalam seni pengajaran sugestif.
Quantum learning mencakup
aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP) yaitu suatu
penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi.Program ini
meneliti hubungan antara bahasa dan prilaku dan
dapat digunakan untuk menciptakan
jalinan pengertian antara siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahun NLP mengetahui bagaimana menggunakan
bahasa yang positif
untuk meningkatkan tindakan-tindakan positif
yang merupakan faktor penting untuk merangsang fungsi otak
yang paling efektif.Semua ini dapat
menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang, dan
menciptakan pegangan dari saat-saat keberhasilan yang meyakinkan.
Quantum learning didefinisikan
sebagai interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Rumus yang
terkenal dalam fisika kuantum adalah Massa kali kecepatan cahaya kuadrat sama
dengan Energi. Persamaan ini ditulis sebagai E=mc2.Tubuh kita secara fisik
adalah materi. Sebagai pelajar, tujuan kita
adalah meraih sebanyak
mungkin cahaya, interaksi,
hubungan, inspirasi agar menghasilkan
energi cahaya. Quantum
learning menggabungkan sogestologi, teknik pemercepatan belajar dan
NLP dengan teori, keyakinan, dan metode
penulis sendiri. Termasuk diantaranya konsep-konsep kunci dari berbagai
teori dan strategi belajar lain, seperti:
a. Teori otak kanan/kiri
b. Teori otak trinue (3 in one)
c. Pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik)
d. Teori kecerdasan ganda
e. Pendidikan holistik (menyeluruh)
f. Belajar berdasarkan pengalaman
g. Belajar dengan simbol (Metaphoric learning)
h. Simulasi atau permainan
Faktor-faktor yang mempengaruhi cara belajar pada metode
Quantum Learning adalah :
a. Lingkungan
- Positif
- Aman dan
mendukung
- Santai
- Penjelajahan
(exploratory)
- Menggembirakan
b. Fisik
- Gerakan dan
terobosan
- Perubahan-perubahan
dan permainan
- Fisiologi dan
estafet (hands on)
c. Suasana
- Nyaman dan
cukup penerangan
- Enak
dipandang
- Ada
musiknya.
Sumber-sumber yang dijadikan acuan adalah :
a. Interaksi yaitu
pengetahuan, pengalaman, hubungan dan inspirasi
b. Metode yaitu
dengan mencontoh, permainan,simulasi dan simbol
c. Belajar untuk
mempelajari keterampilan yaitu
dengan cara menghafal,
membaca, menulis, mencatat, kreativitas, cara belajar, komunikasi dan
hubungan.
Lingkungan belajar yang tepat adalah :
a. Ciptakan suasana
yang nyaman dan santai
b. Gunakan musik
supaya terasa santai, terjaga dan siap untuk berkonsentrasi
c. Ciptakan dan
sesuaikan suasana hati dengan pelbagai jenis musik
d. Gunakan
pengingat-pengingat visual untuk mempertahankan sifat positif
e. Berinteraksi dengan
lingkungan untuk menjadi pelajar yang lebih baik.
Modalitas belajar dalam Quantum Learning mencakup :
a. Visual yaitu
belajar dengan cara melihat
b. Auditorial yaitu
belajar dengan cara mendengar
c. Kinestetik yaitu
belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh.
ANALISIS
Quantum Learning merupakan cara pemercepatan belajar. Metode
ini dipandang efektif untuk meningkatkan
kecerdasan dan kemampuan kita. Karena kurikulumnya secara harmonis merupakan
kombinasi dari tiga unsur : keterampilan akademis, prestasi fisik dan
keterampilan dalam hidup. Belajar memang harus menyenangkan. Dalam Quantum
Learning dibahas cara-cara bagaimana agar belajar bisa menjadi hal yang
menyenangkan. Untuk mendukung hal ini maka dipersiapkan lingkungan yang
mendukung agar semua yang belajar merasa penting, aman, dan nyaman. Ini bisa
dimulai dari lingkungan fisik yang diperindah dengan tanaman, seni dan musik.
Setelah metode Quantum Learning diterapkan dalam sistem pengajaran di SuperCamp
ternyata memperoleh hasil yang memuaskan, contohnya para siswa yang mempunyai
Indeks Prestasi 1,9 atau lebih rendah rata-rata mendapatkan peningkatan satu
point. Hal ini membuktikan bahwa
metode Quantum Learning telah diuji dan terbukti efektif selama lebih dari sepuluh tahun penerapannya. Tantangan-tantangan fisik
misalnya kekuatan berjalan,
suatu olahraga yang sangat
menegangkan, dan mematahkan papan digunakan sebagai metafora untuk
mempelajari terobosan-terobosan
belajar. Memang kita
harus menyadari bahwa
kehidupan pribadi yang harmonis berkaitan erat dengan
keberhasilan disekolah,komunitas, dan karier. Untuk mencapai keharmonisan ini
kita harus memiliki
keterampilan berkomunikasi secara
efektif agar mendapatkan
integritas pribadi dan menciptakan hubungan yang bermanfaat.
Quantum Learning
mengakup bidang dan
keterampilan seperti bersikap
positif, termotivasi, menemukan cara belajar, menciptakan lingkungan
belajar yang sempurna, membaca dengan cepat, membuat catatan yang efektif, mempelajari
teknik menulis yang canggih, berfikir kreatif dan mengembangkan hafalan yang
menakjubkan.
Kebanyakan orang akan setuju
bahwa masyarakat barat berada dalam perubahan cepat dalam bidang teknologi.
Disepanjang menuju kemajuan itu banyak terdapat dilema global yang harus dipecahkan dan dalam diri
kita masing-masing terdapat kemampuan untuk mencapai terobosan-terobosan mental menuju
keberhasilan. Dengan Quantum Learning potensi dalam diri kita akan muncul
asalkan ada kemauan dari diri kita.
Untuk menjadi pelajar Quantum
memang kita harus mampu mengolah informasi dengan cara mengasimilasikannya potongan-potongan materi sekaligus dan mengembangkan pemahaman kita
tentang satuan-satuan kecil untuk
mengetahui bagaimana satuan-satuan ini beroperasi dalam skala besar dalam kaitannya dengan
faktor-faktor lain. Biasanya kita merasa lebih mudah belajar dengan satu atau
lain cara, tetapi yang terpenting adalah mampu melakukan kedua-duanya.
Sebenarnya kita memiliki
perangkat mental penting untuk menjadi pelajar Quantum kita harus ingat otak
kita secara fisiologi sama dengan Albert Einstein tinggal kita belajar
bagaimana membimbingnya menuju keberhasilan. Banyak manfaat yang dapat diambil
dari metode ini yaitu bisa belajar menyenangkan misalnya dengan
cara sebelum membaca lihat dulu bacaan secara sekilas pada malam
sebelumnya dan lihat kembali catatan sebelum memulai pelajaran di sekolah atau
melakukan presentasi, memanfaatkan setiap waktu menjadikannya subjek yang menarik, belajar ditempat dan
waktu yang teratur, belajar dengan menggunakan musik bisa membantu belajar lebih
banyak dengan cara
mengendurkan pikiran dan
membuat kita selalu
siap, melakukan istirahat lima menit karena belajar yang baik adalah
sebelum dan sesudah istirahat, selalu menggunakan kalender untuk mempersiapkan
ujian, semua itu bisa mengurangi stress dan mempertajam ingatan dan kita bisa
memperoleh lebih banyak dari yang kita harapkan kalau bisa memusatkan pikiran
untuk hal itu. Dengan begitu belajar kita akan lebih efektif.
Metode Quantum Learning ini tidak
dapat berjalan sendiri tapi kita yang harus bisa memanfatkannya sesuai dengan potensi yang ada dalam diri
kita. Kita bisa menyamakannya dengan sarana atau alat-alat yang berada dibengkel
kerja kita, misalnya gergaji kita memerlukan konsentrasi penuh sebelum kita
dapat menggunakannya dengan baik. Misalnya membaca dengan kecepatan tinggi
dapat dibandingkan dengan
keterampilan menggunakan gergaji.
Metode Quantum Learning bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk dijadikan kebiasaan agar kita lebih
mendisiplinkan diri kita dalam hal belajar, sehingga kita tidak terbebani untuk
belajar dan belajar akan terasa menyenangkan.
Yang paling berharga dalam belajar adalah bagaimana
cara belajar. Separate contoh disekolah Burklyn
kurikulum enam minggu pertama dipergunakan untuk mempelajari
keterampilan-keterampilan dasar yang mendasar seperti cara mencatat, menghafal
dan membaca cepat. Karena hal
ini yang menjadi
dasar untuk kegiatan
pembelajaran selanjutnya agar pembelajaran lebih
efektif dan lancar.
Pada saat yang
sama juga sekolah
ini berupaya menciptakan suasana
aman dan efektif.
Cara belajar kita adalah kombinasi dari bagaimana kita
menyerap lalu mengatur dan mengolah informasi.Quantum
Learning bermanfaat untuk
memupuk sikap positif,
motivasi, keterampilan, belajar seumur hidup, kepercayaan diri dan
sukses. Melihat manfaat yang didapat dari metode tersebut maka bisa
diimplementasikan dalam sistem pendidikan kita. Hal-hal yang dapat
diimplementasikan adalah teknik-teknik belajar yang terdapat dalam metode
Quantum Learning, tapi sebelum menerapkannya pada sistem pendidikan kita metode
ini harus disesuaikan dulu dengan kondisi budaya timur karena metode ini
diciptakan dan dikembangkan dengan latar budaya barat.
4. SEKILAS
PERJALANAN HIDUP AL-GHAZALI
Nama lengkap Al-Ghazali adalah
Muhammad bin Muhammad, mendapat gelar Imam besar Abu
Hamid Hujjatul Islam yang dilahirkan pada tahun 450 H/ 1085 M, di suatu
kampung Ghazalah, Thusia, suatu kota di Khurasan, Persia. Ia keturanan Persia
dan mempunyai hubungan keluarga
dengan raja-raja saljuk
yang memerintah daerah Khurasan, Jibal, Irak, Persia, dan
Ahwaj. Ayahnya seorang miskin yang jujur, hidup dari usaha mandiri, bertenun
kain bulu dan ia sering kali mengunjungi rumah
'Alim ulama, menuntut ilmu dan berbuat jasa kepada mereka. Ayah
Al-Ghazali sering berdo'a kepada Allah
agar diberikan anak
yang pandai dan
berilmu. Akan tetapi
belum sempat menyaksikan (menikmati) jawaban Allah atas do'anya,
ia meninggal dunia pada saat putera
idamannya masih usia anak-anak (Zainuddin:1991:7).
Al-Ghazali mempunyai seorang adik
yang bernama Ahmad, keduanya menjadi ulama besar dan pengagum serta pecinta ilmu. Berkat bantuan
seorang sufi sederhana dengan sedikit harta
yang diwariskan oleh
orang tuannya, Al-Ghazali
dan saudaranya memasuki
Madrasah Tingkat Dasar (Madrasah Ibtidaiyah) dengan memahami ilmu-ilmu
dasar. Gurunya yang utama di madrasah itu adalah Yusuf Al-Nassaj, seorang sufi yang kemudian
disebut juga dengan nama Imam Al-Haramain, Al-Nassajlah yang pertama kali
meletakan dasar-dasar pemikiran sufi pada diri Al-Ghazali (Bahri Ghazali,
2001:24). Al-Ghazali mempelajari ilmu fiqih, mantiq, dan ushul. Ia pun mempelajari antara lain : filsafat dari
risalah-risalah ikhwanusshofa karangan Al-Farabi dan Ibnu Maskawaih, sehingga
melalui ajaran-ajaran ahli filsafat itu, Al-Ghazali dapat menyelami faham-faham
Aristoteles dan pemikir Yunani yang
lain. Ia pun mempelajari ajaaran Islam dari imam Syafi'i, Haramlah, Jambad,
Al-Muhasibi, dan lain-lain. Al-Ghazalipun berguru pada imam Abu Ali Al-Faramzi,
murid Al-Qusyairi yang terkenal dan
shabat Al-Subkhi, ia memiliki jasa yang besar dalam mengajar ilmu
tasawuf pada Al-Ghazali. Suatu ketika,
Al-Ghazali ikut serta dalam perdebatan dengan sekumpulan ulama dan para intelek
yang dihadiri oleh Nidham Al- Mulk.
Berkat penguasaan himat wawasan ilmu yang luas, kelancaran berbahasa dan kekuatan argumentasinya. Al-Ghazali berhasil
memenangkan perbedaan ilmiah itu. Kemampuannya itu dikagumi Nizham Al-Mulk,
sehingga menteri ini berjanji akan mengangkatnya menjadi guru pada sekolah yang
didirikannya di Baghdad. Rangkaian peristiwa yang bersejarah bagi Al-Ghazali
ini tejadi pada tahun 484 H, atau 1091 M (Fathiyah Hasan Sulaiman, 1993:10).
Pada usia 33 tahun, Al-Ghazali
diangkat menjadi Profesor pada Universitas Nizhamiyah di Baghadad, dan ia memperoleh suatu kedudukan
yang tinggi dalam dunia ilmu pengetahuan pada
masanya. Nizhamul Mulk
makin tertarik dengan
kemampuan Al-Ghazali, maka diundangnya Al-Ghazali supaya pindah ke Mu'askar, tempat
kediaman perdana menteri itu dan tempat tinggal pembesar-pembesar Negara serta ulama dalam bagian ilmu.
Al-Ghazali dikenal
sebagai tokoh yang
agung, mudah mpunyai
martabat tinggi dan populer,
di samping setiap ucapan dan tulisannya mudah disimak, bahkan pada
zamannya tidak ada yang menandinginya.
Namun kemasyhuran yang diperolehnya itu ditinggalkan begitu saja oleh Al-Ghazali.
Ia keluar dari
lingkaran Nazahmiyah menuju
Baitullah di Mekkah
untuk menunaikan ibadah haji tepatnya tahun 448 H (Hasan Asari,
1999:21).
Sepulang dari
Mekkah, Al-Ghazali menuju
Damaskus, di sana
ia berkontemplasi di menara
Barat, di sebuah mesjid jami' bahkan menetap disana pula. Keadaan ini
berlangsung selama sepuluh tahun sejak pindah ke Damsyik. Dalam masa ini ia
menuliskan buku-buku yang dikenal diantaranya Ihya 'Ulum Al-Din.
Karena desakan penguasa yaitu
Muhammad, saudara Barkijaruk Al-Ghazali mau kembali mengajar di sekolah
Nizhamiyah di Naisabur pada tahun 499 H,
tetapi pekerjaan ini hanya berlangsung dua tahun. Akhirnya ia kembali ke
kota Thus lagi. Di sana ia mendirikan sebuah sekolah untuk
para fuqaha dan
sebuah biara untuk
para Mutawassifin. Di
kota itu pula
ia meninggal dunia pada tahun 505 H / 111 M/ dalam usia 54 tahun (M.
Solihin, 2001:22).
KONSEP PENDIDIKAN
MENURUT AL- GHAZALI
Untuk mengetahui konsep
pendidikan Al-Ghazali dapat diketahui antara lain dengan cara mengetahui dan
memahami yang berkenaan
dengan berbagai aspek
yang berkaitan dengan pendidkan, yaitu aspek tujuan
pendidikan, kurikulum, metode, etika guru, dan etika murid berikut ini.
1. Tujuan Pendidikan
Al-Ghazali berkata: “Hasil dari ilmu sesungguhnya ialah
mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam, dan menghubungkan diri
dengan para malaikat yang tinggi dan bergaul dengan alam arwah, itu semua
adalah kebesaran, pengaruh, pemerintahan bagi raja-raja dan penghormatan secara
naluri.” Selanjutnya dari kata-kata berikut dapat diartikan bahwa tujuan
pendidikan menurut Al- Ghazali dapat dibagi menjadi dua bagian, tujujan jangka
panjang dan tujuna jangka pendek.
A. Tujuan Jangka
Panjang
Tujuan pendidikan jangk panjang
ialah pendekatan diri kepada Allah. Pendidikan dalam prosesnya harus
mengarahkan manusia menuju pengenalan dan kemudian pendekatan diri kepada Tuhan
pencipta alam. Selajutnya Al-Ghazali mengutip sebuah hadis sebagai berikut : ”Barang
siapa menambah ilmu
(keduniawian) tetapi tidak
menambah hidayah, ia
tidak semakin dekat dengan Allah, dan justru semakin jauh dari-Nya.”
(H.R. Dailami daRI Ali)
Menurut konsep ini, dapat dinyatakan bahwa semakin lama
seseorang duduk dibangku pendidikan, semakin bertambah ilmu
pengetahuannya, maka semakin mendekat
kepada Allah. Tentu
saja, untuk menentukan
itu tujuan itu
bukanlah sistem pendidikan sekular yamg memisahkan antara
ilmu-illmu keduniaan dari nilai-nilai kebenaran dan sikap religius, juga bukan
sistem islam yang konservatif. Tetapi, sistem pendidikan yang integral. Sistem
inilah yang dapat membentuk manusia melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan
B. Tujuan Jangka
Pendek
Menurut Al-Ghazali, tujuan
pendidikan jangka pendek ialah diraihnya profesi manusia sesuai dengan bakat
dan kemampuannya. Selanjutnya Al-Ghazali juga menyinggung masalah pangkat, kedudukan,
kemegahan, popularitas, dan kemulian
dunia secara naluri. Semua
itu bukan merupakan
tujuan dasar seseorang yang melibatkan
diri di dunia pendidikan. Seorang penuntut ilmu,
seorang yang terdaptar sebagai siswa, mahasiswa, dosen, guru dan sebagainya,
mereka akan memperoleh derajat, pangkat, dan segala macam kemulian hendak
meningkatkan kualutas dirinya melalui
ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan itu untuk diamalkan. Karena itulah, Al-Ghajali bahwa langkah
seseorang dalam belajar adalah untuk mensucikan jiwa dari
kerendahan budi dan sifat-sifat tercela, dan motivasi pertama adalah
untuk menghidupkan syariat dan misi
Rasulallah, bukan untuk mencari kemegahan duniawi, mengejar pangkat, atau
popularitas.
Dari pemaparan diatas dapatlah
disimpulkan bahwa tujuan pendidika menurut AL-Ghazali adalah.
Pertama, tercapainya kesempurnaan
insani yang bermuara
kepada pendekatan diri kepada
Allah, dan kedua,
kesempurnaan insani yang
bermuara kepada kebahagian dunia
dan akhirat.
2. Konsep Kurikulum
Konsep kurikulum yang dikemukan oleh Al-Ghazali terkait erat
dengan konsep mengenai ilmu pengetahuan. Dalam Pandangan Al-Ghazali ilmu
terbagi kepada tiga bagian, sebagai berikut.
A.
Ilmu-ilmu yng
terkutuk baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu-ilmu yang tidak ada manfaatnya,
baik di dunia maupun di akhirat, seperti ilmu ilmu sihir, ilmu nujum dan ilmu
ramalan.
B.
Ilmu-ilmu yang
terpuji baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu-ilmu yang erat hubungannya
dengan peribadatan dan macam-macamnya, seperti ilmu yang berkaitan dengan
kebersihan diri dari cacat dan dosa serta ilmu-ilmu yang dapat menjadi bekal
bagi seseorang untuk mengetahui yang baik dan melaksanakannya, ilmu-ilmu yang
mengajarkan manusia tentang cara-cara mendekatkan diri kepada Allah dan
melakukan sesuatu yang diridhai-Nya, serta dapat membekalinya hidup di akhirat.
C.
Ilmu-ilmu terpuji
dalam kadar tertentu, atau sedikit, dan tercela jika dipelajarinya secara
mendalam, karena dengan mempelajarinya secara mendalam dapat menyebabkan
terjadinya kekacauan dan kesemarutan
antara keyakinan dan keraguan serta dapat pula membawa kepada kekafiran,
seperti ilmu filsafat.
Dalam penyusuna kurikulum
pelajaran didasarkan pada
dua kecenderungan sebagai berikut.
a) Kecenderungan
agama dan tasawuf. Yang artinya menempatkan ilmu-ilmu agama di atas segalanya,
dan memandangnya sebagai
alat untuk mensucikan
diri dan membersihkannya dari
pengaruh kehidupan dunia.
b) Kecenderungan
pragmatis. Yang artinya
penilaian terhadap ilmu
berdasarkan manfaatnya bagi manusia, baik kehidupan dunia maupun
kehidupan akhirat.
3. Metode
Pengajaran
Perhatian Al-Ghazali terhadap metode pengajaran lebih dikhususkan bagi pengajaran pendidikan agama
untuk anak-anak. Untuk ini ia telah mencontohkan suatu metode keteladanan bagi mental anak-anak, pembinaan budi pekerti, dan
penanaman sifat-sifat keutamaan pada diri mereka.
Selanjutnya,
sebagaimana yang dikatakan
oleh Abidin (1998:
97) bahwa ”metode pengajaran menurut Al-Ghazali dapat
dibabgi menjadi dua bagian antara pendidikan agama dan pendidkan akhlak”.
Metodik pendidikan agama menurut
Al-Ghazali, pada prinsipnya dimulai dengan hapalan dan pemahaman, kemudian
dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan dalil-dalil
dan keterengan-keterangan yang menguatkan akidah.
Selanjutnya Sulaiman (1993: 61) ”Al-Ghazali berpendapat bahwa
pendidikan agama harus mulai diajarkan
kepada anak-anak sedini mungkin. Sebab yang demikian lantaran dalam tahun-tahun
tersebut, seorang anak mempunyai persiapan menerima kepercayaan agama semata-
mata dengan mengimankan saja dan tidak di tuntut untuk mencari dalilnya”.
Semenara itu
berkaitan dengan pendidikan
akhlak, bahwa pengajran harus mengarah kepada pembentukan akhlak yang
mulia. Sehingga Al-Ghazali mengatakan bahwa ”ahklak adalah suatu sikap yang
mengakar di dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan
gampang tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan”.
Selanjutnya, menurut Zaenudin
(1990: 75), prisip metodologi pendidikan modern selalu menunjukan aspek
berganda. Suatu aspek menunjukan proses anak belajar dan aspek lainnya
menunjukan aspek guru mengajar dan mendidik.
A. Asas-asas metode
belajar
a) Memusatkan
perhatian sepenuhnya
b) Mengetahui tujuan
ilmu pengetahuan yang akan dipelajari
c) Mempelajari ilmu
pengetahuan dari yang sederhana menuju yang komplek d) Mempelajari ilmu pengetahuan dengan
sistimatika pembehasan
B. Asas-asas metode
mengajar
a) Memperhatikan
tingkat daya pikir anak
b) Menerangkan
pewlajaran dengan cara yang sejelas-jelasnya
c) Mengajarkan ilmu
pengetahuan dari yanag konkrit kepada yang abstrak d) Mengajarkan ilmu pengetahuan dengan
berangsur-angsur
C. Asas metode
mendidik
a) Memberikan
latihan-latihan
b) Memberikan
pengertian dan nasihat-nsihat c)
Melindungi anak dari pergaulan yang buruk
4. Kriteria Guru yang Baik
Al-Ghazali tidak pernah menggunakan
istilah-istilah guru dan murid dalam arti keahlian dan akademis
yang tegas. Menurut
pendapatnya, Guru atau
ulama adalah seseorang
yang memberikan apapun yang bagus, positif, kreatif atau bersifat
membangun kepada manusia yang sangat menginginkan, di dalam tingkat kehidupan
yang manapun, dengan jalan apapun, dengan cara apapun, tanpa mengharapkan balasan uang kontan
setimpal apapun, (Shafique Ali Khan, 2005: 62).
Al-Ghazali secara terinci telah menetapkan syarat-syarat
guru dan juga tugasnya dalam Ihya 'Ulum Al-Din, Moh Zuhri (2003: 171: 181)
merinci persyaratan tersebut sebagai berikut :
a. Guru harus belas
kasih kepada orang-orang yang belajar dan memperlakukan mereka seperti
memperlakukan anak-anaknya. Rasulullah SAW bersabda :
"Sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua
kepada anaknya". (H.R. Abu Dawud, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Ibnu
Hibban) (Al-Ghazali 1:171)
b. Guru harus
mengikuti pemilik syara' (Nabi) SAW. Ia tidak meminta upah karena memberikan
ilmu, dan tidak bermaksud balasan dan terima kasih dengannya. Tetapi ia mengajar
karena mencari keridhaan
Alla Ta'ala dan
mencari pendekatan diri kepada-Nya (Al-Ghazali 1:172)
c. Guru tidak
boleh meninggalkan sedikitpun
dari nasihat-nasihat guru(Al-Ghazali 1:174).
d. Guru harus
mencegah murid-muridnya dari akhlak yang buruk dengan jalan sindiran, sedapat
mungkin dengan terang-terangan, dengan jalan kasing sayang, tidak dengan
jalan membukakan rahasia. Karena
terang-terangan itu termasuk tirai kewibawaan dan menyebabkan berani menyerang karena perbedaan
pendapat, dan menggerakan kelobaan untuk terus-menerus (Al-Ghazali 1:175).
e. Guru harus
menghormati ilmu-ilmu yang dimiliki orang lain, di luar pengetahuannya dan
keahliannya di kalangan muridnya. (Al-Ghazali 1:176).
f. Guru harus
mengukur kemampuan muridnya, sehingga memberikan ilmu itu sesuai dengan kadar
kemampuan murid, dan pemahamannya. (Al-Ghazali 1:177).
g. Guru seyogyanya
menyampaikan kepada murid yang pendek (akal) akan sesuatu yang jelas
dan patut baginya, dan ia tidak menyebutkan kepadanya bahwa di balik ini ada
sesuatu yang ditilai dimana ia menyimpannya dari padanya (Al-Ghazali 1:179).
h. Guru harus
mengamalkan ilmunya. Janganlah ia mendustakan perkataanya karena ilmu itu
diperoleh dengan pandangan
hati sedangkan pengamalan
itu diperoleh dengan pandangan
mata. Padahal pemilik pandangan
mata itu lebih banyak (Al- Ghazali 1:180).
Al-Ghazali berpendapat bahwa
bahwa pada prinsipnya guru yang sempurna akalnya dan terpuji akhlaknya
layak diberi amanat
mengajar anak-anak atau
peserta didik. Guru
wajib memiliki sifat-sifat yang khusus. Menurutnya guru harus memiliki
sifat-sifat sebagai berikut :
a) Rasa kasih sayang
dan simpatik ; Al-Ghazali memberi nasihat kepada guru untuk berlaku sebagai
seorang ayah terhadap anaknya, bahkan ia berpendapat bahwa hak seorang guru itu
lebih besar ketimbang seorang ayah terhadap anaknya.
b) Tulus Ikhlas;
Al-Ghazali berpendapat bahwa guru itu tidak layak menuntut honorarium
sebagai jasa tugas mengajar dan tidak
patut menunggu-nunggu pujian, ucapan terima kasih atau balas jasa dari
muridnya.
c) Jujur dan
terpecaya; Seorang guru seyogyanya menjadi seorang penunjuk terpercaya dan
jujur terhadap muridnya. Sebagai penunjuk (penasehat) yang terpercaya, maka
guru tidak membiarkan muridnya memulai pelajaran yang tinggi sebelum
menyelesaikan pelajaran sebelumnya. Ia
selalu mengingatkan pada muridnya bahwa tujuan akhir belajar ialah
tqarrub kepada Allah, bukan bermegah diri atau mengejar pangkat dan kedudukan.
d) Lemah lembut
dalam memberi nasihat; Al-Ghazali memberi nasihat kepada guru supaya tidak
berlaku kasar terhadap murid dalam mendidik tingkah laku.
e) Berlapang dada;
Al-Ghazali mengatakan, " Seorang guru tidak pantas mencela ilmu-ilmu
yang berada diluar
tanggung jawabnya dihadapan
murid-muridnya. Seperti pada umumnya guru bahasa mencela ilmu fiqih
menghina ilmu hadits dan tafsir "
f) Memperlihatkan perbedaan
individu; kata Al-Ghazali;
"Guru hendaknya membatasi murid kepada kecerdasan
pemahamannya. Karena itu tidak boleh memberikan pelajaran yang tidak mampu
dicapai oleh kemampuan akalnya, yang menyebabkan ia menjauhinya dan
memerosotkan daya pikirnya.
g) Mengajar tuntas;
tidak pelit terhadap
ilmu, Al-Ghazali menganjurkan:"Hendaknya seorang guru menyampaikan kepada muridnya yang kurang
cerdas ilmu pengetahuan secara
jelas dan tuntas
sesuai dengan umur
muridnya. Tidak perlu
dikemukakan kepadanya panjelasan bahwa di balik ilmu yang telah
diberikan itu masih terdapat ilmu yang sangat pelik lagi rumit yang masih
tersimpan didadanya. Yang demikian ini akan melemahkan semangatnya, menambah
kebingungan, dan menimbulkan perasaan bahwa gurunya itu kikir dalam
memberikan ilmu kepadanya".
h) Mempunyai
idealisme; Al-Ghazali membuat perumpamaan: "Perumpamaan guru dengan
murid adalah bagaikan ukiran dengan
tanah liat dan bayang-bayang dengan sepotong kayu, maka bagaimanakah tanah liat
itu bisa terukir indah, padahal ia material yang tidak sedia diukir dan bagaimana pula bayang-bayang itu menjadi
lurus padahal kayu yang bersinar itu bengkok" (Fatiyah Hasan, 1964:49-56).
5. Sifat Murid yang Baik
Selanjutnya Al-Ghazali mengemukakan kriteria murid yang baik
dalam kitab Ihya 'Ulum Al-Din, Abuddinata, (2003, 99-101).
a) Seorang murid harus berjiwa bersih
b) Seorang murid yang baik jugaharus menjauhkan diri dari
hal-hal yang bersifat duniawi
c) Seorang murid hendaknya mempunyai sifat rendah hati atau
tawadhu
d) Bagi murid yang baru jangan mempelajari ilmuyang
bertentangan
e) Seorang murid yang hendaknya mepelajari yang wajib
f) Seorang murid yang baik hendaknya mempelajri ilmu secara
sistimatis
g) Seorang murid hendaknya tidak mempelajari satu disiplin
ilmu saja
h) Seorang murin hendaknya juga mengenal nilai-nilai ilmu yang
dipelajarinya
Menurut Al-Ghazali
tujuan akhir dari pendidikan itu
adalah tercapainya kesempurnaan
insani yang bermuara
pada pendekatan diri kepada
Allah serta kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagian dunia dan
akhirat. Ini sesuai dengan apa yang di sampaikan oleh Atiyah Al-Abrasi yang
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah.
1. Pembinaan akhlak
2. Menyiapkan anak
didik untuk hidup bahagia di dunia dan akhirat
3. Penguasaan
keilmuan
4. Keterampilan
bekerja dalam masyarakat
Selanjutnya klau kita lihat dari
tujuan pendidikan nasional yang teretera dalam USPN BAB II
pasal 3 yang
menyebutkan bahwa tujuan
pendidikan Nasional adalah
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu , cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari beberapa
pendapat diatas tentang tujuan
pendidikan, ternyata tujuan
pendidikan Al-Ghazali adalh
merupakan konsep tujuan pendidikan yang sempurna sehingga kalau lita lihat dengan tujuna pendidiakan
Nasional ada sebuah kesamaan yaitu bentuk ketakwaan kepada Tuhan serta pengembangan potensi
manusia menuju manusia yang sempurna, sehingga secara konseptual hal tersebut
bisa dijadikan salahsatu dasar pemikiran bagi tujuan pendidikan di Indonesia.
Paparan konsep kurikulum menurut
Al-Ghazali lebih cenderung kepada terhadap konsap mengenai ilmu
pengetahuan.Dari coark pemikiran
Al-Ghazali tentang kurikulum
dapat disimpulkan bahwa dalam bidang
kurikulum AL-Ghazali cenderung
terhadap dua hal
yaitu, pertama, kecenderungan
agama dan tasawuf yang terlihat dari ketika Al-Ghazali menempatkan
ilmu-ilmu agama di atas
segalanya, sebagai alat
mensucikan diri dan
dunia. Dengan kecenderungan ini,
maka Al-Ghazali mementingkan pendidikan etika yang erat kaitannya dengan agama.
Kedua, kecenderungan pragmatis yang terlihat dari setiap pemaparnnya tentang ilmu
akan ada kata yang menyangkut terhadap
manpaat dari mempelajari tentang ilmu tersebut. Sehingga pada hal ini
Al-Ghazali dapat digolongkan kepada
seseorang yang menganut paham pragmatis teologis. Dan teori dari Al-Ghazali
terlihat berjalan secara sinergis dengan kerangka pembentukan kurikulum
Nasional yang menyebutkan bahwa peningkatan
iman dan takwa menjadi kerangka pertama dalam pengembangan kurikulum.
Sehingga kalu kita teliti lebih mendalam akan terlihat bahwa konsep
kurikulum menurut Al-Ghazali
tertanan dalam nilai-nilai
pengembangan kurikulum Nasional.
Metode pengajaran menurut
Al-Ghazali adalah salah satu metode pengajaran yang ideal, ini terlihat ketika
Al-Ghazali mampu menunjukan asas mendidik, asas mengajar, dan asas belajar.
Dalam asas belajar Al-Ghazali menyarankan agar konsentrasi dalam belajar,
mengetahui tujuan pembelajaran, dan belajara secara sistimatis. Konsentrasi
adalah memusatkan perhatian sehingga akan lebih fokus terhadap apa yang sedang di pelajari, pengetahuan terhadap
apa yang akan dipelajari dapat
memicu motivasi siswa
dalam belajar. Sisitimatis adalah
pembelajaran yang terencana dan teratur dengan baik, sehingga anak didikmampu belajar mulai dari yang
termudah menuju yang sukar. Selanjutnya dalam asas mengajar adalah memperhatikan tingkat daya pikir anak,
menerangkan pelajaran dengan sejelas mungkin, dan mengajarkan ilmu pengetahuan
dari yang konkrit menuju yang abtrak.
Adapun mengenai konsep Al-Ghazali
menjadikan guru sebagai profesi yang mulia dan mempunyai derajat yang tinggi
duihadapan Tuhannya. Suatu konsep yang ideal tentang guru, dimana Al-Ghazali mampu mengugkapkan ciri-ciri guru
yang baik, atau bhasa profesi disebut sebagai guru yang
profesional, sehingga kalau diurutkan akan sesuai dengan kompetensi yang
harus dimiliki oleh guru yaitu kompetensi akademik, kompetensi propesional,
kompetensi sosil, dan kompetensi kepribadian.
Konsep guru menurut
Al-Ghazalia adalah konsep
guru yang sebenarnya. Sehingga
kalau kita lihat di alam nyata guru-guru banyak yang belum mempunyai sifat dan
ciri guru yang sebenarnya. Akan tetapi ada satu yang menjadi krtidak setujuan
penulis, dimana Al-Ghazali menyebutkan bahwa seorang
guru tidak boleh menerima
upah dari hasil mengajar.
Hal ini juga
ditentang oleh salahsatu
tokoh pendidikan (Ibnu
Khaldun) yang mengatakan bahwa
pendidikan adalah pabrik, sementara itu murid adalah produk, sehingga guru
adalah pekerja yang membuat pruduk
tersebut, maka guru berhak menerima upah dari hasil mengajarnya.
Salah satu ciri dari
pendidikan Al-Ghazali adalah kecenderungan terhadap pendidikan akhlak, sehingga sngatlah menjadi
perhatian dari pemikiran Al-Ghazali tentang peserta didik yang akan menjadiakn
mereka lebih terarahkan dalam proses
pembelajaran. Hal ini juga
menjadi salahsatu bentuk yang
menjadikan Al-Ghazali terkenal dengan pendidikan anak. Maka melalui
kitab yang pundamental
menjadikan kontribusi bagi
perkembangan pendidikan, khususnya pendidikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Djunaidi, M. (1982). Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh
dalam Sejarah , Online.
Tersedia:http:// http://plato-dialogues.org/plato.htm (16
September 2009) Salam, B. (2002). Pegantar Pedagogik, Jakarta, RINEKA CIPTA.
Dinar, Y. (2005).
Arah Pembangunan Pendidikan
Nasional, Online. Tersedia:http:// groups.yahoo.com (16
September 2009)
Baihaqi, M. (2007). Ensiklopedi Tokoh Pendidikan, Bandung,
NUANSA. Sadulloh, U. (2007). Filsafat Ilmu, Yogyakarta, UGM
Tim Nuansa. (2009). Plato: Filosof Yunani Terbesar, Bandung, NUANSA.
AL-Ghazali. (2003). Ihya ulumuddin. Asy Syfa, Semarang
Abidin. (1998). Pemikiran Al-Ghazali tentang pendiikan.
Pustaka Pelajar, Jogyakarta
Nata Abuddin. (1997). Filsafat Pendidikan Islam. Logos
wacana ilmu, Cipitat
Nata Abuddin. (2003). Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam.
Raja Grafindo Persada, Jakarta
Sulaiman Hasan Fatiyah. (1993). Pendidikan Al-Ghazali. D
arul Maarif, Bandung
Ali Khan Shafique. (2005). Filsafat Pendidikan
Al-Ghazali.Pustaka setia, Bandung
Fokus Media Redaksi. (2005). Himpunan Peraturan
Perundang-undangan Standar Pendidikan Nasional. Fokus Media, Bandung
0 komentar:
Posting Komentar