1. SEKILAS
PERJALANAN HIDUP KI HADJAR DEWANTARA
Lahir dengan nama asli Raden Mas
Soewardi Soerjaningrat, Ki Hadjar Dewantara terlahir dalam keluarga kraton
Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dan wafat pada tanggal 26 April 1959.
Sebagai golongan  ningrat,  Ki Hadjar Dewantara memperoleh hak untuk
mengeyam  pendidikan yang layak dari
kolonial Belanda. Setelah menamatkan ELS (Sekolah Dasar Belanda),  beliau meneruskan pelajarannya ke STOVIA
(Sekolah Dasar Bumiputera), sayang sekali karena sakit  ia  tidak
dapat  meneruskan pendidikannya di
STOVIA.
            Pada
tanggal 3 Juli 1922 beliau mendirikan Perguruan Taman Siswa dan sampai saat
wafatnya  terus   memimpin 
perguruan  tersebut. Taman
Siswa  merupakan  sebuah perguruan yang bercorak nasional yang
menekankan rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta  semangat  
berjuang  untuk  memperoleh 
kemerdekaan.  Perjuangan  Ki 
Hadjar Dewantoro tak hanya melalui Taman Siswa, sebagai penulis, Ki Hadjar
Dewantara tetap produktif menulis untuk bebagai surat kabar. Tulisan Ki Hadjar
Dewantoro berisi konsep- konsep pendidikan dan kebudayaan yang berwawasan
kebangsaan, dan melalui konsep- konsep 
itulah  dia  berhasil 
meletakkan  dasar-dasar  pendidikan 
nasional  bagi  bangsa Indonesia.
KONSTRUKTIVISME
DALAM PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA
Membaca 
tulisan-tulisan  Ki  Hadjar 
Dewantara  tentang  pendidikan, 
teringat   pada pendekatan
konstruktivisme dalam pendidikan. Keduanya sama-sama menekankan bahwa titik  berat 
proses  belajar   mengajar 
terletak  pada  murid. 
Pengajar  berperan  sebagai fasilitator  atau 
instruktur  yang  membantu 
murid  mengkonstruksi
konseptualisasi dan solusi dari masalah yang dihadapi. Jadi pembelajaran yang
optimal adalah pembelajaran yang berpusat pada murid (student center learning).
Konstruktivisme yang sudah besar pengaruhnya sejak periode
1930-an dan 1940-an di Amerika, 
juga  di  Eropa, 
secara  langsung  atau tidak 
langsung  dasar-dasarnya  pernah dipelajari oleh Ki Hadjar  Dewantara. Dasar pertama dari pendekatan
konstruktivisme dalam  pendidikan
adalah  “teori  konvergensi” 
yang  menyatakan  bahwa 
“pengetahuan manusia merupakan hasil interaksi dari faktor  bawaan (nature) dan faktor pengasuhan
(nurture).  Menurutnya,  baik 
“dasar”  (faktor  bawaan)  
maupun   “ajar”  (pendidikan) berperan dalam pembentukan watak
seseorang.
DARI TEORI
KONVERGENSI KE SISTEM MERDEKA
Dalam penerapannya di bidang
pendidikan, oleh Ki Hadjar teori konvergensi diturunkan menjadi sistem  pendidikan 
yang  memerdekakan  siswa 
atau  yang  disebutnya 
“sistem merdeka”.
Ki Hadjar menunjukkan bahwa
pendidikan diselenggarakan dengan tujuan membantu siswa menjadi  manusia yang merdeka dan mandiri, serta mampu
memberi konstribusi kepada masyarakatnya. Menjadi manusia merdeka berarti : (a)
tidak hidup terperintah; (b) berdiri tegak karena kekuatan sendiri; dan
(c)  cakap mengatur hidupnya dengan
tertib. Singkatnya, pendidikan menjadikan orang mudah diatur tetapi tidak dapat
disetir.
Pandangan konstruktivisme  tentang 
pendidikan  sejalan dengan
pandangan  Ki Hadjar Dewantara yang
menekankan pentingnya siswa menyadari alasan dan tujuan ia belajar. Ki Hadjar
mengartikan mendidik sebagai “berdaya upaya dengan sengaja untuk memajukan
hidup tumbuhnya budi pekerti dan badan 
anak  dengan jalan pengajaran,
teladan dan pembiasaan”
            Ki Hadjar
dan konstruktivisme  sama-sama  memandang pengajar sebagai mitra siswa untuk
menemukan pengetahuan. Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari
guru ke murid  melainkan kegiatan yang
memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya.  Pengajar 
ikut  aktif  bersama 
siswa  dalam  membentuk 
pengetahuan, mencipta makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan
memberikan penilaian-penilaian terhadap 
berbagai  hal.   Mengajar 
dalam  konteks  ini 
adalah  membantu  siswa 
untuk berpikir secara kritis, sistematis dan logis dengan membiarkan
mereka berpikir sendiri.
Sejalan dengan itu, Ki Hadjar
Dewantara memakai semboyan “Tut Wuri Hanadayani” (dari belakang  seorang guru harus bisa memberikan dorongan
dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid,
pendidik  harus menciptakan prakarsa dan
ide), dan ing  ngarsa sung tulada (di
depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik).  Semboyan ini masih tetap dipakai hingga kini
dalam dunia pendidikan dan terutama di sekolah-sekolah Taman Siswa.
ANALISIS KRITIS
Menurut   Ki   Hajar  
Dewantoro,   manusia   memilki  
daya   cipta,   karsa  
dan   karya. Pengembangan manusia
seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang.  Pengembangan yang  terlalu 
menitik  beratkan  pada 
satu  daya  saja 
akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau
mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual saja hanya
akan mejauhkan peserta didik dari masyarakatnya.
Ternyata pendidikan sampai
sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang  memperhatikan pengembangan olah rasa dan
karsa. Jika ini berlanjut akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.
IMPLEMENTASI DALAM
DUNIA PENDIDIKAN
Perjuangan Ki Hajar Dewantoro terhadap pendidikan Indonesia
membuat beliau layak di anugerahi gelar pahlawan pendidikan Indonesia.
 Tidak 
berlebihan  jika  tanggal 
lahir  beliau,  2 
Mei  diperingati  sebagai 
hari Pendidikan Nasional untuk mengenang dan sebagai penyemangat bagi
kita untuk meneruskan   prakarsa   dan  
pemikiran-pemikiran   beliau   terhadap  
pendidikan Indonesia.
 Ki  Hajar  Dewantara 
mempunyai  semboyan  tut 
wuri  handayani,  ing 
madya mangun karsa dan  ing ngarsa
sung tulada. Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan.
 Pendidikan yang humanis menekankan pentingnya pelestarian
eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih
berbudaya sebagai manusia yang utuh berkembang (menurut Ki Hajar Dewantara
menyangkut daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa
(konatif). Singkatnya, “educate the head, the heart, and the hand”.
2. SEKILAS PERJALANAN HIDUP PLATO
Plato lahir sekitar 427 SM - dari
keluarga terkemuka di Athena, ayahnya bernama 
Ariston  dan  ibunya 
bernama  Periktione. Ketika  bapaknya 
meninggal  ibunya  nikah 
lagi  dengan  adik ayahnya Plato yang bernama Pyrilampes
yang tidak lain adalah seorang politikus, dan Plato banyak terpengaruh dengan
kehadiran pamannya ini. Karena  sejak   kehadiran pamannya ini ia banyak bergaul
dengan para politikus Athena.
Plato adalah filsuf Yunani yang
sangat berpengaruh, murid Socrates dan guru dari Aristoteles.  Karya Plato yang paling terkenal ialah
Republik, di mana ia menguraikan garis besar pandangannya pada keadaan
"ideal".
Plato terkenal dengan ajarannya tantang cita-cita yang
disebut “dunia cita-cita”, yang antara lain menyatakan : (a) Dalam alam yang
ada di luar pancaindera kita dan yang hanya dapat dicapai dengan  pikiran, terdapat cita-cita yang mempunyai
bentuk-bentuk sendiri, tidak berubah dan tidak terdiri dari  zat; (b) Dalam keadaan aslinya, sebelum
manusia diturunkan ke dunia,  ia  melihat 
bentuk-bentuk itu  dalam alam
aslinya. Jika manusia kemudian memperoleh badan jasmaniahnya, maka ia
melalui  pancainderanya akan  ingat 
kembali  cita-cita  itu. 
Dengan  demikian  , 
penginderaan  tidak  memberi pengetahuan baru, tetapi hanya
ingatan saja kepada cita-cita yang telah ada di dalam asalnya.
FILSAFAT PENDIDIKAN
PERENIALISME PLATO
Perenialisme  merupakan filsafat  pendidikan yang  lahir 
pada abad kedua puluh, sebagai suatu 
kritik terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan
progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.
Teori dan  konsep 
pendidikan  perenialisme  dilatarbelakangi  oleh 
filsafat-filsafat Plato sebagai Bapak Realisme Klasik. Plato
berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas  atau kenyataan-kenyataan itu telah ada pada
diri manusia sejak dari asalnya, yang berasal dari realitas yang hakiki. 
Menurut Plato, “dunia idea”,
bersumber dari ide mutlak,yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah
ada sebelum manusia lahir yang semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi.
Manusia  tidak mengusahakan dalam arti
menciptakan kebenaran, pengetahuan,
dan nilai moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya itu.
Dengan  menggunakan  akal 
atau  rasio,  semuanya 
itu  dapat  ditemukan 
kembali  oleh manusia.
Kebenaran itu ada yaitu kebenaran
yang bulat dan utuh. Manusia dapat memperoleh kebenaran  tersebut 
dengan  jalan  berpikir, 
bukan  dengan  pengamatan 
indera,  karena dengan berpkir
itulah  manusia dapat  mengetahui hakikat kebenaran dan pengetahuan
(Uyoh Sadulloh, 2007). 
Dalam  pendidikan, 
perenialis  berpandangan  bahwa 
dalam  dunia  yang 
tidak menentu, penuh  kekacauan,
serta membahayakan, seperti yang kita hadapi dewasa ini, tidak ada satupun
yang  lebih  bermanfaat daripada kepastian tujuan
pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidikan.
KONSEP PENDIDIKAN
PLATO
Menurut Plato, pendidikan
didasarkan pada pengertian logis psikologi manusia. Ia memberikan ilustrasi
logis psikologi manusia. Ia memberikan ilustrasi : pengalaman bayi atas segala
sesuatu bermula  dengan sensasi kenikmatan
dan rasa sakit.  
Anak  harus belajar merasakan kenikmatan daan rasa
sakit, mencintai dan membenci secara tepat. Ketika  tumbuh 
mereka  akan  memahami 
alasan  yang  mendasari 
latihan  yang  telah diterima. Sistem pendidikan yang logis
memerlukan integrasi intelek dan emosi.
Cita-cita pendidikan plato adalah: (a) Tugas individu
mengutamakan kepentingan Negara di atas 
kepentingan pribadi. Pendidikan harus diselenggarakan untuk dan oleh
Negara. Jenis pedagogiknya  adalah
pedagogik Negara yang diarahkan kepada Negara yang susila; (b) Plato membedakan
tiga  fungsi  pada manusia: pikiran, keinginan, dan
kemauan.         Di  mana 
ketiga  fungsi   itu  
disejajarkan  dengan tiga  golongan 
dalam masyarakat, yaitu : (1) golongan yang mengutamakan pikiran yaitu
golongan pengajar, (2) golongan yang mengutamakan keinginan yaitu golongan
pegusaha, (3) golongan yang mengutamakan 
kemaunan  yang   membawa 
mereka  pada  keberanian 
yaitu  golongan militer. Melalui
pendidikan, Plato bermaksud mendapatkan (a) orang-orang yang baik, (b)
orang-orang yang baik itu untuk menduduki tempatnya (the right men in the right
place) dalam golongannya masing-masing. 
Menurut Plato, dalam pendidikan
bisa membuka pengertian kebijakan. Pengertian yang baik membawa akibat
perbuatan yang baik pula. Perbuatan yang tidak baik adalah akibat dari
pengertian yang salah. 
Plato  menempatkan 
kebijakan  intelektual  di 
tempat  tertinggi.  Dalam 
rencana- rencana  
pendidikannya  kemukakan,  ditekankan 
pula  kebijakan  moral 
dan  latihan kemauan. Juga  pendidikan-pendidikan fisik dan jasmani
seperti gimnastik, menari dan permainan-permainan sebab  mereka 
berpendapat  bahwa  kekuatan 
jasmani  membantu kekuatan  moral 
dan  intelektual.  Karena,  
semuanya  berhubungan  dengan 
kebaikan, disiplin dan keselarasan dalam fikiran dan tabiat dengan  keutamaan yang sama dalam tubuh manusia. 
Di  antara 
kebijakan-kebijakan 
intelektualnya,  Plato  masukkan 
juga  kepandaian (kesanggupan  untuk membuat barang) dan kebijakan praktis
(kesanggupan menimbang secara tepat terutama dalam mencapai tujuan-tujuan yang
baik dalam kehidupan sehari- hari). Kebijakan praktis atau prudensia  merupakan hal yang esensial dalam kehidupan
moral dan dalam diri seorang warga negara yang bertanggung jawab.
IMPLIKASI TERHADAP
PENDIDIKAN
Pendidikan dapat ditinjau dari
dua segi, yaitu sudut pandang masyarakat dan sudut pandang   individu. 
Pendidikan  dilihat   dari 
sudut   pandang  masyarakat  
merupakan pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda
agar nilai-nilai yang ada tetap terjaga kelestariannya, sehingga identitas
suatu masyarakat tetap lestari. Sedangkan jika dilihat dari sudut pandang
individu, pendidikan  merupakan proses
pengembangan potensi-potensi  yang  terpendam 
dalam  setiap  individu, 
sehingga   individu  tersebut mempunyai  kemampuan 
intelektual  yang  tinggi 
dalam  interaksi  kehidupan 
sosial masyarakat. 
Berdasarkan  pandangan 
pendidikan  tersebut  seyogianya 
pendidikan  dijadikan pijakan
konkrit  dalam upaya membangun karakter
bangsa (nation character building). Sudah saatnya konsep pendidikan  modern dan terarah yang sesuai dengan situasi
dan kondisi serta kebutuhan masyarakat diterapkan  oleh 
pemerintah. Sejak zaman dahulu hingga saat ini prinsip pendidikan tidak
ada perbedaan yang signifikan. Prinsip pertama pendidikan adalah pewarisan
nilai-nilai kebudayaan dalam masyarakat dari generasi ke generasi. Kedua,
pemindahan (transfer) ilmu dan keterampilan dari generasi ke generasi. Plato            berpendapat,    bahwa  tujuan  akhir    dari
pendidikan adalah meningkatkan perkembangan
jiwa  setiap  individu 
yang  akhirnya  mampu 
membuat  pertimbangan-
pertimbangan         yang            tepat     dan mampu memperhatikan susunan kehidupan yang sebenarnya.
Dalam dunia pendidikan aspek
sosial sangat berkaitan dan memiliki hubungan yang kuat  terhadap 
konsep dasar pendidikan. 
Aspek  sosial  inilah yang 
memberi kerangka budaya bagaimana dan dari  mana 
pendidikan tersebut bergerak dan berkembang dalam memindahkan budaya,
memilih serta mengembangkannya.
Esensi pendidikan yang mampu
menyentuh aspek sosial adalah pendidikan yang; (1)   mencerminkan 
karakter  masyarakat  sehingga 
pendidikan  melahirkan  individu- individu berkarakter dan
berintelektual tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur masyarakat. (2) tidak bertentangan
dengan  nilai-nilai masyarakat, agar
mampu dicerna dan diserap dengan baik oleh masyarakat. (3) mampu menjangkau
seluruh lapisan masyarakat, jangan ada 
lagi  kesenjangan  antara 
pendidikan  di  kota-kota 
besar  dengan  kota-kota 
kecil (daerah). Pada intinya pendidikan harus bisa terjangkau, baik dari
segi wilayah maupun dari segi finansial oleh masyarakat, sehingga tidak ada
lagi ketidak-adilan dalam dunia pendidikan. 
Dengan  harapan  pendidikan 
di  Indonesia  pada 
masa  mendatang  dapat meningkatkan  : 
(1)  pemerataan  memperoleh 
pendidikan; (2)  kualitas  dan 
relevansi pendidikan;  dan  (3)  
manajemen   pendidikan,  serta 
terwujudnya   kemandirian  dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi
di  kalangan akademisi. Sehingga mampu
melahirkan  individu-individu  yang 
memiliki  karakter  kuat 
dan  berintelektual  tanpa meninggalkan norma-norma yang dimiliki
bangsa.
3. SEKILAS
PERJALANAN HIDUP BOBBY  DEPORTER  
Selama  rentang 
waktu  dua  puluh 
tahun  ini,  Bobby 
DePorter  telah  menjalani 
peran sebagai ibu rumah tangga hingga jutawan, kemudian ia menjadi
pengusaha yang sukses. Setelah menjadi seorang multijutawan ia bergabung dengan
Stone mendirikan Burklyn Business School hingga Bobby bisa menghasilkan sebuah
buku yang berjudul “Quantum Lerning”.
Buku Quantum Learning ditulis
oleh Bobbi DePorter dan Mike Hernacky. Bobbi dilahirkan dan dibesarkan di  Seattle. Dia banyak belajar dari Dr.Georgi
Lozanov, Bapak konsep belajar cepat (accelerated learning) dan menerapkan metodenya  disekolah bisnis Burklyn dan berhasil dengan
kesuksesan yang menakjubkan.
Mike Hernacki, seorang mantan
guru dan pengacara. Ia menjadi penulis lepas sejak 1979. Dia menulis tiga buku
yaitu : The Ultimate Secret to Gretting Everything You Want, The Secret to
Conquering Fear dan Forgotten Secret to Phenomenal Succes. Dia tinggal di San
Diego. 
Hal yang menarik dari temuan
DePorter, selain metode adalah kepraktisan. Di dalam bukunya terdapat
beberapa  teknik meningkatkan kemampuan
diri. DePorter dengan jeli merevisi dan merangkaikan  dengan   potensi-potensi   manusia 
lain  sehingga  metodenya 
menjadi  mudah diterapkan.
TEORI YANG
DIKEMUKAKAN
Teori  yang 
dikemukakan  dalam  buku 
ini  adalah  metode 
Quantum  Learning.  Quantum learning adalah seperangkat metode
dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk semua umur. Quantum laerning
berakar dari upaya Dr. Georgi Lozanov yang bereksperimen dengan apa yang
disebutnya sebagai “suggestology” atau 
“suggestopedia”. Prinsipnya adalah sugesti dapat dan pasti mempengaruhi
hasil situasi belajar dan setiap detil 
apapun memberikan sugesti positif ataupun negatif.  Beberapa teknik  yang 
digunakan untuk  memberikan  sugesti positif  adalah mendudukan  murid 
secara  nyaman,  memasang 
musik  latar  didalam 
kelas,   meningkatkan
partisipasi   individu,   menggunakan 
poster-poster   untuk   memberikan 
kesan   besar   sambil menonjolkan informasi dan menyediakan
guru-guru terlatih baik dalam seni pengajaran sugestif.
Quantum learning mencakup
aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP) yaitu suatu
penelitian  tentang  bagaimana otak mengatur informasi.Program ini
meneliti hubungan antara bahasa dan prilaku dan 
dapat  digunakan untuk menciptakan
jalinan pengertian antara siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahun  NLP mengetahui bagaimana menggunakan
bahasa  yang  positif 
untuk  meningkatkan  tindakan-tindakan  positif 
yang  merupakan  faktor penting untuk merangsang fungsi otak
yang paling efektif.Semua ini dapat 
menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang, dan
menciptakan pegangan dari saat-saat keberhasilan yang meyakinkan.
Quantum learning didefinisikan
sebagai interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Rumus yang
terkenal dalam fisika kuantum adalah Massa kali kecepatan cahaya kuadrat sama
dengan Energi. Persamaan ini ditulis sebagai E=mc2.Tubuh kita secara fisik
adalah materi. Sebagai  pelajar,  tujuan kita 
adalah  meraih  sebanyak 
mungkin  cahaya,  interaksi, 
hubungan, inspirasi  agar  menghasilkan 
energi  cahaya.  Quantum 
learning  menggabungkan  sogestologi, teknik pemercepatan belajar dan
NLP dengan teori, keyakinan, dan metode 
penulis sendiri. Termasuk diantaranya konsep-konsep kunci dari berbagai
teori dan strategi belajar lain, seperti:
a. Teori otak kanan/kiri
b. Teori otak trinue (3 in one)
c. Pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik)
d. Teori kecerdasan ganda
e. Pendidikan holistik (menyeluruh)
f. Belajar berdasarkan pengalaman
g. Belajar dengan simbol (Metaphoric learning)
h. Simulasi atau permainan
Faktor-faktor yang mempengaruhi cara belajar pada metode
Quantum Learning adalah :
a.   Lingkungan
-           Positif
-           Aman dan
mendukung
-           Santai
-           Penjelajahan
(exploratory)
-           Menggembirakan
b.   Fisik
-           Gerakan dan
terobosan
-           Perubahan-perubahan
dan permainan
-           Fisiologi dan
estafet (hands on)
c.   Suasana
-           Nyaman dan
cukup penerangan
-           Enak
dipandang
-           Ada
musiknya.
Sumber-sumber yang dijadikan acuan adalah :
a.   Interaksi yaitu
pengetahuan, pengalaman, hubungan dan inspirasi 
b.   Metode yaitu
dengan mencontoh, permainan,simulasi dan simbol
c.   Belajar  untuk 
mempelajari  keterampilan  yaitu 
dengan  cara  menghafal, 
membaca, menulis, mencatat, kreativitas, cara belajar, komunikasi dan
hubungan.
Lingkungan belajar yang tepat adalah :
a.   Ciptakan suasana
yang nyaman dan santai
b.   Gunakan musik
supaya terasa santai, terjaga dan siap untuk berkonsentrasi 
c.   Ciptakan dan
sesuaikan suasana hati dengan pelbagai jenis musik
d.  Gunakan
pengingat-pengingat visual untuk mempertahankan sifat positif 
e.   Berinteraksi dengan
lingkungan untuk menjadi pelajar yang lebih baik. 
Modalitas belajar dalam Quantum Learning mencakup :
a.   Visual yaitu
belajar dengan cara melihat
b.   Auditorial yaitu
belajar dengan cara mendengar
c.   Kinestetik yaitu
belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh.
ANALISIS
Quantum Learning  merupakan cara pemercepatan belajar. Metode
ini dipandang efektif untuk  meningkatkan
kecerdasan dan kemampuan kita. Karena kurikulumnya secara harmonis merupakan
kombinasi dari tiga unsur : keterampilan akademis, prestasi fisik dan
keterampilan dalam hidup. Belajar memang harus menyenangkan. Dalam Quantum
Learning dibahas cara-cara bagaimana agar belajar bisa menjadi hal yang
menyenangkan. Untuk mendukung hal ini maka dipersiapkan lingkungan yang
mendukung agar semua yang belajar merasa penting, aman, dan nyaman. Ini bisa
dimulai dari lingkungan fisik yang diperindah dengan tanaman, seni dan musik.
Setelah metode Quantum Learning diterapkan dalam sistem pengajaran di SuperCamp
ternyata memperoleh hasil yang memuaskan, contohnya para siswa yang mempunyai
Indeks Prestasi 1,9 atau lebih rendah rata-rata mendapatkan peningkatan satu
point. Hal ini  membuktikan bahwa
metode  Quantum Learning  telah diuji dan terbukti efektif selama  lebih dari sepuluh  tahun penerapannya.  Tantangan-tantangan  fisik 
misalnya  kekuatan  berjalan, 
suatu  olahraga  yang sangat 
menegangkan, dan mematahkan papan digunakan sebagai metafora untuk
mempelajari terobosan-terobosan 
belajar.  Memang  kita 
harus  menyadari  bahwa 
kehidupan  pribadi  yang harmonis berkaitan erat dengan
keberhasilan disekolah,komunitas, dan karier. Untuk mencapai keharmonisan   ini  
kita   harus   memiliki  
keterampilan   berkomunikasi   secara  
efektif   agar mendapatkan
integritas pribadi dan menciptakan hubungan yang bermanfaat.
Quantum  Learning  
mengakup   bidang   dan  
keterampilan   seperti   bersikap  
positif, termotivasi, menemukan cara belajar, menciptakan lingkungan
belajar yang sempurna, membaca dengan cepat, membuat catatan yang efektif, mempelajari
teknik menulis yang canggih, berfikir kreatif dan mengembangkan hafalan yang
menakjubkan.
Kebanyakan orang akan setuju
bahwa masyarakat barat berada dalam perubahan cepat dalam bidang teknologi.
Disepanjang menuju kemajuan itu banyak terdapat dilema global yang harus  dipecahkan dan dalam  diri 
kita  masing-masing terdapat  kemampuan untuk  mencapai terobosan-terobosan mental menuju
keberhasilan. Dengan Quantum Learning potensi dalam diri kita akan muncul
asalkan ada kemauan dari diri kita.
Untuk menjadi pelajar Quantum
memang kita harus mampu mengolah informasi dengan cara mengasimilasikannya   potongan-potongan materi sekaligus dan         mengembangkan pemahaman kita
tentang  satuan-satuan kecil untuk
mengetahui bagaimana satuan-satuan ini beroperasi dalam  skala besar dalam kaitannya dengan
faktor-faktor lain. Biasanya kita merasa lebih mudah belajar dengan satu atau
lain cara, tetapi yang terpenting adalah mampu melakukan kedua-duanya.
Sebenarnya kita memiliki
perangkat mental penting untuk menjadi pelajar Quantum kita harus ingat otak
kita secara fisiologi sama dengan Albert Einstein tinggal kita belajar
bagaimana membimbingnya menuju keberhasilan. Banyak manfaat yang dapat diambil
dari metode ini yaitu bisa belajar menyenangkan misalnya  dengan 
cara sebelum membaca lihat dulu bacaan secara sekilas pada malam
sebelumnya dan lihat kembali catatan sebelum memulai pelajaran di sekolah atau
melakukan presentasi, memanfaatkan setiap waktu menjadikannya  subjek yang menarik, belajar ditempat dan
waktu yang teratur, belajar dengan menggunakan musik bisa  membantu belajar  lebih 
banyak  dengan  cara 
mengendurkan  pikiran  dan 
membuat  kita  selalu 
siap, melakukan istirahat lima menit karena belajar yang baik adalah
sebelum dan sesudah istirahat, selalu menggunakan kalender untuk mempersiapkan
ujian, semua itu bisa mengurangi stress dan mempertajam ingatan dan kita bisa
memperoleh lebih banyak dari yang kita harapkan kalau bisa memusatkan pikiran
untuk hal itu. Dengan begitu belajar kita akan lebih efektif.
Metode Quantum Learning ini tidak
dapat berjalan sendiri tapi kita yang harus bisa memanfatkannya  sesuai dengan potensi yang ada dalam diri
kita. Kita bisa menyamakannya dengan sarana atau alat-alat yang berada dibengkel
kerja kita, misalnya gergaji kita memerlukan konsentrasi penuh sebelum kita
dapat menggunakannya dengan baik. Misalnya membaca dengan kecepatan  tinggi 
dapat  dibandingkan  dengan  
keterampilan  menggunakan  gergaji. 
Metode Quantum Learning bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari  untuk dijadikan kebiasaan agar kita lebih
mendisiplinkan diri kita dalam hal belajar, sehingga kita tidak terbebani untuk
belajar dan belajar akan terasa menyenangkan. 
Yang paling  berharga dalam belajar adalah bagaimana
cara  belajar.  Separate contoh disekolah   Burklyn  
kurikulum   enam   minggu      pertama   dipergunakan   untuk           mempelajari
keterampilan-keterampilan dasar yang mendasar seperti cara mencatat, menghafal
dan membaca cepat.  Karena  hal 
ini  yang  menjadi 
dasar  untuk  kegiatan 
pembelajaran  selanjutnya  agar pembelajaran  lebih 
efektif  dan   lancar.  
Pada  saat  yang 
sama  juga  sekolah 
ini  berupaya menciptakan suasana
aman dan efektif. 
Cara belajar kita adalah kombinasi dari bagaimana kita
menyerap lalu mengatur dan mengolah  informasi.Quantum
Learning  bermanfaat  untuk 
memupuk  sikap  positif, 
motivasi, keterampilan, belajar seumur hidup, kepercayaan diri dan
sukses. Melihat manfaat yang didapat dari metode tersebut maka bisa
diimplementasikan dalam sistem pendidikan kita. Hal-hal yang dapat
diimplementasikan adalah teknik-teknik belajar yang terdapat dalam metode
Quantum Learning, tapi sebelum menerapkannya pada sistem pendidikan kita metode
ini harus disesuaikan dulu dengan kondisi budaya timur karena metode ini
diciptakan dan dikembangkan dengan latar budaya barat. 
4. SEKILAS
PERJALANAN HIDUP AL-GHAZALI
Nama lengkap Al-Ghazali adalah
Muhammad bin Muhammad, mendapat gelar Imam besar  Abu 
Hamid Hujjatul Islam yang dilahirkan pada tahun 450 H/ 1085 M, di suatu
kampung Ghazalah, Thusia, suatu kota di Khurasan, Persia. Ia keturanan Persia
dan mempunyai   hubungan  keluarga  
dengan   raja-raja   saljuk  
yang   memerintah  daerah Khurasan, Jibal, Irak, Persia, dan
Ahwaj. Ayahnya seorang miskin yang jujur, hidup dari usaha mandiri, bertenun
kain bulu dan ia sering kali mengunjungi rumah 
'Alim ulama, menuntut ilmu dan berbuat jasa kepada mereka. Ayah
Al-Ghazali sering berdo'a kepada Allah 
agar  diberikan  anak 
yang  pandai  dan 
berilmu.  Akan  tetapi 
belum  sempat menyaksikan  (menikmati) jawaban Allah atas do'anya,
ia  meninggal dunia pada saat putera
idamannya masih usia anak-anak (Zainuddin:1991:7).
Al-Ghazali mempunyai seorang adik
yang bernama Ahmad, keduanya menjadi ulama besar  dan pengagum serta pecinta ilmu. Berkat bantuan
seorang sufi sederhana dengan sedikit harta 
yang  diwariskan  oleh 
orang  tuannya,  Al-Ghazali 
dan  saudaranya  memasuki 
Madrasah Tingkat Dasar (Madrasah Ibtidaiyah) dengan memahami ilmu-ilmu
dasar. Gurunya yang utama di madrasah itu adalah  Yusuf Al-Nassaj, seorang sufi yang kemudian
disebut juga dengan nama Imam Al-Haramain, Al-Nassajlah yang pertama kali
meletakan dasar-dasar pemikiran sufi pada diri Al-Ghazali (Bahri Ghazali,
2001:24). Al-Ghazali mempelajari ilmu fiqih, mantiq, dan ushul. Ia pun  mempelajari antara lain : filsafat dari
risalah-risalah ikhwanusshofa karangan Al-Farabi dan Ibnu Maskawaih, sehingga
melalui ajaran-ajaran ahli filsafat itu, Al-Ghazali dapat menyelami faham-faham
Aristoteles dan pemikir Yunani  yang
lain. Ia pun mempelajari ajaaran Islam dari imam Syafi'i, Haramlah, Jambad,
Al-Muhasibi, dan lain-lain. Al-Ghazalipun berguru pada imam Abu Ali Al-Faramzi,
murid Al-Qusyairi yang terkenal dan 
shabat Al-Subkhi, ia memiliki jasa yang besar dalam mengajar ilmu
tasawuf pada Al-Ghazali. Suatu  ketika,
Al-Ghazali ikut serta dalam perdebatan dengan sekumpulan ulama dan para intelek
yang dihadiri  oleh Nidham Al- Mulk.
Berkat penguasaan himat wawasan ilmu yang luas, kelancaran berbahasa dan  kekuatan argumentasinya. Al-Ghazali berhasil
memenangkan perbedaan ilmiah itu. Kemampuannya itu dikagumi Nizham Al-Mulk,
sehingga menteri ini berjanji akan mengangkatnya menjadi guru pada sekolah yang
didirikannya di Baghdad. Rangkaian peristiwa yang bersejarah bagi Al-Ghazali
ini tejadi pada tahun 484 H, atau 1091 M (Fathiyah Hasan Sulaiman, 1993:10).
Pada usia 33 tahun, Al-Ghazali
diangkat menjadi Profesor pada Universitas Nizhamiyah di  Baghadad, dan ia memperoleh suatu kedudukan
yang tinggi dalam dunia ilmu pengetahuan pada  
masanya.   Nizhamul   Mulk  
makin   tertarik   dengan  
kemampuan   Al-Ghazali,   maka diundangnya  Al-Ghazali supaya pindah ke Mu'askar, tempat
kediaman perdana menteri itu dan tempat tinggal pembesar-pembesar  Negara serta ulama dalam bagian ilmu. 
Al-Ghazali  dikenal 
sebagai  tokoh  yang 
agung,  mudah  mpunyai 
martabat  tinggi  dan populer, 
di samping setiap ucapan dan tulisannya mudah disimak, bahkan pada
zamannya tidak ada yang  menandinginya.
Namun kemasyhuran yang diperolehnya itu ditinggalkan begitu saja oleh  Al-Ghazali. 
Ia  keluar  dari 
lingkaran  Nazahmiyah  menuju 
Baitullah  di  Mekkah 
untuk menunaikan ibadah haji tepatnya tahun 448 H (Hasan Asari,
1999:21). 
Sepulang  dari 
Mekkah,  Al-Ghazali  menuju 
Damaskus,  di  sana 
ia  berkontemplasi  di menara 
Barat, di sebuah mesjid jami' bahkan menetap disana pula. Keadaan ini
berlangsung selama sepuluh tahun sejak pindah ke Damsyik. Dalam masa ini ia
menuliskan buku-buku yang dikenal diantaranya Ihya 'Ulum Al-Din. 
Karena desakan penguasa yaitu
Muhammad, saudara Barkijaruk Al-Ghazali mau kembali mengajar di sekolah
Nizhamiyah  di Naisabur  pada tahun 499  H, 
tetapi pekerjaan ini hanya berlangsung dua tahun. Akhirnya ia kembali ke
kota Thus lagi. Di sana ia mendirikan sebuah sekolah  untuk 
para  fuqaha  dan 
sebuah  biara  untuk 
para  Mutawassifin.  Di 
kota  itu  pula 
ia meninggal dunia pada tahun 505 H / 111 M/ dalam usia 54 tahun (M.
Solihin, 2001:22).
KONSEP PENDIDIKAN
MENURUT AL- GHAZALI
Untuk mengetahui konsep
pendidikan Al-Ghazali dapat diketahui antara lain dengan cara mengetahui  dan 
memahami  yang  berkenaan 
dengan  berbagai  aspek 
yang  berkaitan  dengan pendidkan, yaitu aspek tujuan
pendidikan, kurikulum, metode, etika guru, dan etika murid berikut ini.
1.   Tujuan Pendidikan
Al-Ghazali berkata: “Hasil dari ilmu sesungguhnya ialah
mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam, dan menghubungkan diri
dengan para malaikat yang tinggi dan bergaul dengan alam arwah, itu semua
adalah kebesaran, pengaruh, pemerintahan bagi raja-raja dan penghormatan secara
naluri.” Selanjutnya dari kata-kata berikut dapat diartikan bahwa tujuan
pendidikan menurut Al- Ghazali dapat dibagi menjadi dua bagian, tujujan jangka
panjang dan tujuna jangka pendek.
A.  Tujuan Jangka
Panjang
Tujuan pendidikan jangk panjang
ialah pendekatan diri kepada Allah. Pendidikan dalam prosesnya harus
mengarahkan manusia menuju pengenalan dan kemudian pendekatan diri kepada Tuhan
pencipta alam. Selajutnya Al-Ghazali mengutip sebuah hadis sebagai berikut : ”Barang 
siapa  menambah  ilmu 
(keduniawian)  tetapi  tidak 
menambah  hidayah,  ia 
tidak semakin dekat dengan Allah, dan justru semakin jauh dari-Nya.”
(H.R. Dailami daRI Ali)
Menurut konsep  ini, dapat dinyatakan bahwa semakin lama
seseorang duduk dibangku pendidikan, semakin bertambah ilmu
pengetahuannya,  maka semakin mendekat
kepada  Allah.  Tentu 
saja,  untuk  menentukan 
itu  tujuan  itu 
bukanlah  sistem  pendidikan sekular yamg memisahkan antara
ilmu-illmu keduniaan dari nilai-nilai kebenaran dan sikap religius, juga bukan
sistem islam yang konservatif. Tetapi, sistem pendidikan yang integral. Sistem
inilah yang dapat membentuk manusia melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan
B.  Tujuan Jangka
Pendek
Menurut Al-Ghazali, tujuan
pendidikan jangka pendek ialah diraihnya profesi manusia sesuai dengan bakat
dan kemampuannya. Selanjutnya Al-Ghazali juga menyinggung masalah pangkat,  kedudukan, 
kemegahan,  popularitas,  dan kemulian 
dunia  secara  naluri. Semua 
itu  bukan   merupakan 
tujuan  dasar  seseorang           yang  melibatkan 
diri  di  dunia pendidikan. Seorang penuntut ilmu,
seorang yang terdaptar sebagai siswa, mahasiswa, dosen, guru dan sebagainya,
mereka akan memperoleh derajat, pangkat, dan segala macam kemulian hendak
meningkatkan kualutas dirinya   melalui
ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan itu untuk diamalkan.  Karena itulah, Al-Ghajali bahwa langkah
seseorang dalam belajar adalah untuk mensucikan jiwa  dari 
kerendahan budi dan sifat-sifat tercela, dan motivasi pertama adalah
untuk menghidupkan  syariat dan misi
Rasulallah, bukan untuk mencari kemegahan duniawi, mengejar pangkat, atau
popularitas.
Dari pemaparan diatas dapatlah
disimpulkan bahwa tujuan pendidika menurut AL-Ghazali  adalah. 
Pertama,  tercapainya  kesempurnaan 
insani  yang  bermuara 
kepada pendekatan  diri  kepada 
Allah,  dan  kedua, 
kesempurnaan  insani  yang 
bermuara  kepada kebahagian dunia
dan akhirat.
 2. Konsep Kurikulum
Konsep kurikulum yang dikemukan oleh Al-Ghazali terkait erat
dengan konsep mengenai ilmu pengetahuan. Dalam Pandangan Al-Ghazali ilmu
terbagi kepada tiga bagian, sebagai berikut.
A.    
Ilmu-ilmu yng
terkutuk baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu-ilmu yang tidak ada manfaatnya,
baik di dunia maupun di akhirat, seperti ilmu ilmu sihir, ilmu nujum dan ilmu
ramalan.
B.    
Ilmu-ilmu yang
terpuji baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu-ilmu yang erat hubungannya
dengan peribadatan dan macam-macamnya, seperti ilmu yang berkaitan dengan
kebersihan diri dari cacat dan dosa serta ilmu-ilmu yang dapat menjadi bekal
bagi seseorang untuk mengetahui yang baik dan melaksanakannya, ilmu-ilmu yang
mengajarkan manusia tentang cara-cara mendekatkan diri kepada Allah dan
melakukan sesuatu yang diridhai-Nya, serta dapat membekalinya  hidup di akhirat. 
C.    
Ilmu-ilmu terpuji
dalam kadar tertentu, atau sedikit, dan tercela jika dipelajarinya secara
mendalam, karena dengan mempelajarinya secara mendalam dapat menyebabkan
terjadinya  kekacauan dan kesemarutan
antara keyakinan dan keraguan serta dapat pula membawa kepada kekafiran,
seperti ilmu filsafat.
Dalam  penyusuna  kurikulum 
pelajaran  didasarkan  pada 
dua  kecenderungan  sebagai berikut.
a)   Kecenderungan
agama dan tasawuf. Yang artinya menempatkan ilmu-ilmu agama di atas   segalanya,  
dan  memandangnya   sebagai 
alat  untuk  mensucikan 
diri  dan membersihkannya dari
pengaruh kehidupan dunia. 
b) Kecenderungan 
pragmatis.   Yang  artinya  
penilaian   terhadap   ilmu  
berdasarkan manfaatnya bagi manusia, baik kehidupan dunia maupun
kehidupan akhirat.
3. Metode
Pengajaran
Perhatian  Al-Ghazali terhadap  metode pengajaran lebih  dikhususkan bagi pengajaran pendidikan agama
untuk anak-anak. Untuk ini ia telah mencontohkan suatu metode keteladanan bagi  mental anak-anak, pembinaan budi pekerti, dan
penanaman sifat-sifat keutamaan pada diri mereka.
Selanjutnya, 
sebagaimana  yang  dikatakan 
oleh  Abidin       (1998: 
97)  bahwa  ”metode pengajaran menurut Al-Ghazali dapat
dibabgi menjadi dua bagian antara pendidikan agama dan pendidkan akhlak”. 
Metodik pendidikan agama menurut
Al-Ghazali, pada prinsipnya dimulai dengan hapalan dan pemahaman, kemudian
dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan dalil-dalil
dan keterengan-keterangan yang menguatkan akidah. 
Selanjutnya Sulaiman (1993: 61)         ”Al-Ghazali berpendapat bahwa
pendidikan agama harus  mulai diajarkan
kepada anak-anak sedini mungkin. Sebab yang demikian lantaran dalam tahun-tahun
tersebut, seorang anak mempunyai persiapan menerima kepercayaan agama semata-
mata dengan mengimankan saja dan tidak di tuntut untuk mencari dalilnya”. 
Semenara  itu 
berkaitan  dengan pendidikan
akhlak,  bahwa  pengajran harus  mengarah kepada pembentukan akhlak yang
mulia. Sehingga Al-Ghazali mengatakan bahwa ”ahklak adalah suatu sikap yang
mengakar di dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan
gampang tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan”. 
Selanjutnya, menurut Zaenudin
(1990: 75), prisip metodologi pendidikan modern selalu menunjukan aspek
berganda. Suatu aspek menunjukan proses anak belajar dan aspek lainnya
menunjukan aspek guru mengajar dan mendidik.
A. Asas-asas metode
belajar
a)   Memusatkan
perhatian sepenuhnya
b)  Mengetahui tujuan
ilmu pengetahuan yang akan dipelajari
c)   Mempelajari ilmu
pengetahuan dari yang sederhana menuju yang komplek d)   Mempelajari ilmu pengetahuan dengan
sistimatika pembehasan
B. Asas-asas metode
mengajar 
a)   Memperhatikan
tingkat daya pikir anak
b)  Menerangkan
pewlajaran dengan cara yang sejelas-jelasnya
c)   Mengajarkan ilmu
pengetahuan dari yanag konkrit kepada yang abstrak d)   Mengajarkan ilmu pengetahuan dengan
berangsur-angsur
C. Asas metode
mendidik
a)   Memberikan
latihan-latihan
b)  Memberikan
pengertian dan nasihat-nsihat c)  
Melindungi anak dari pergaulan yang buruk
4. Kriteria Guru yang Baik
Al-Ghazali tidak pernah menggunakan
istilah-istilah guru dan murid dalam arti keahlian dan  akademis 
yang  tegas.  Menurut 
pendapatnya,  Guru  atau 
ulama  adalah  seseorang 
yang memberikan apapun yang bagus, positif, kreatif atau bersifat
membangun kepada manusia yang sangat menginginkan, di dalam tingkat kehidupan
yang manapun, dengan jalan apapun, dengan cara apapun,  tanpa mengharapkan balasan uang kontan
setimpal apapun, (Shafique Ali Khan, 2005: 62).
Al-Ghazali secara terinci telah menetapkan syarat-syarat
guru dan juga tugasnya dalam Ihya 'Ulum Al-Din, Moh Zuhri (2003: 171: 181)
merinci persyaratan tersebut sebagai berikut :
a.   Guru harus belas
kasih kepada orang-orang yang belajar dan memperlakukan mereka seperti
memperlakukan anak-anaknya. Rasulullah SAW bersabda :
"Sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua
kepada anaknya". (H.R. Abu Dawud, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Ibnu
Hibban)  (Al-Ghazali 1:171)
b.   Guru harus
mengikuti pemilik syara' (Nabi) SAW. Ia tidak meminta upah karena memberikan
ilmu, dan tidak bermaksud balasan dan terima kasih dengannya. Tetapi ia  mengajar 
karena  mencari  keridhaan 
Alla  Ta'ala  dan 
mencari  pendekatan  diri kepada-Nya (Al-Ghazali 1:172)
c.   Guru  tidak 
boleh  meninggalkan  sedikitpun 
dari  nasihat-nasihat  guru(Al-Ghazali 1:174).
d.   Guru harus
mencegah murid-muridnya dari akhlak yang buruk dengan jalan sindiran, sedapat
mungkin dengan terang-terangan, dengan jalan kasing sayang, tidak dengan
jalan  membukakan rahasia. Karena
terang-terangan itu termasuk tirai kewibawaan dan  menyebabkan berani menyerang karena perbedaan
pendapat, dan menggerakan kelobaan untuk terus-menerus (Al-Ghazali 1:175).
e.         Guru harus
menghormati ilmu-ilmu yang dimiliki orang lain, di luar pengetahuannya dan
keahliannya di kalangan muridnya. (Al-Ghazali 1:176).
f.          Guru harus
mengukur kemampuan muridnya, sehingga memberikan ilmu itu sesuai dengan kadar
kemampuan murid, dan pemahamannya. (Al-Ghazali 1:177).
g.   Guru  seyogyanya 
menyampaikan kepada  murid  yang pendek (akal) akan sesuatu yang jelas
dan patut baginya, dan ia tidak menyebutkan kepadanya bahwa di balik ini ada
sesuatu yang ditilai dimana ia menyimpannya dari padanya (Al-Ghazali 1:179).
h.   Guru harus
mengamalkan ilmunya. Janganlah ia mendustakan perkataanya karena ilmu  itu 
diperoleh  dengan  pandangan 
hati  sedangkan  pengamalan 
itu  diperoleh dengan  pandangan 
mata. Padahal pemilik pandangan 
mata  itu  lebih banyak (Al- Ghazali 1:180).
Al-Ghazali berpendapat bahwa
bahwa pada prinsipnya guru yang sempurna akalnya dan terpuji  akhlaknya 
layak  diberi  amanat 
mengajar  anak-anak  atau 
peserta  didik.  Guru 
wajib memiliki sifat-sifat yang khusus. Menurutnya guru harus memiliki
sifat-sifat sebagai berikut :
a)   Rasa kasih sayang
dan simpatik ; Al-Ghazali memberi nasihat kepada guru untuk berlaku sebagai
seorang ayah terhadap anaknya, bahkan ia berpendapat bahwa hak seorang guru itu
lebih besar ketimbang seorang ayah terhadap anaknya.
b)  Tulus Ikhlas;
Al-Ghazali berpendapat bahwa guru itu tidak layak menuntut honorarium
sebagai  jasa tugas mengajar dan tidak
patut menunggu-nunggu pujian, ucapan terima kasih atau balas jasa dari
muridnya.
c)   Jujur dan
terpecaya; Seorang guru seyogyanya menjadi seorang penunjuk terpercaya dan
jujur terhadap muridnya. Sebagai penunjuk (penasehat) yang terpercaya, maka
guru tidak membiarkan muridnya memulai pelajaran yang tinggi sebelum
menyelesaikan pelajaran sebelumnya. Ia 
selalu  mengingatkan pada  muridnya bahwa tujuan akhir belajar ialah
tqarrub kepada Allah, bukan bermegah diri atau mengejar pangkat dan kedudukan.
d)   Lemah lembut
dalam memberi nasihat; Al-Ghazali memberi nasihat kepada guru supaya tidak
berlaku kasar terhadap murid dalam mendidik tingkah laku.
e)   Berlapang dada;
Al-Ghazali mengatakan, " Seorang guru tidak pantas mencela ilmu-ilmu
yang   berada   diluar  
tanggung  jawabnya   dihadapan 
murid-muridnya.   Seperti  pada umumnya guru bahasa mencela ilmu fiqih
menghina ilmu hadits dan tafsir "
f)         Memperlihatkan  perbedaan 
individu;  kata  Al-Ghazali; 
"Guru  hendaknya  membatasi murid kepada kecerdasan
pemahamannya. Karena itu tidak boleh memberikan pelajaran yang tidak mampu
dicapai oleh kemampuan akalnya, yang menyebabkan ia menjauhinya dan
memerosotkan daya pikirnya.
g)   Mengajar  tuntas; 
tidak  pelit  terhadap 
ilmu,  Al-Ghazali  menganjurkan:"Hendaknya seorang  guru menyampaikan kepada muridnya yang kurang
cerdas ilmu pengetahuan secara 
jelas  dan   tuntas 
sesuai  dengan  umur 
muridnya.  Tidak  perlu 
dikemukakan kepadanya panjelasan bahwa di balik ilmu yang telah
diberikan itu masih terdapat ilmu yang sangat pelik lagi rumit yang masih
tersimpan didadanya. Yang demikian ini akan melemahkan semangatnya,  menambah 
kebingungan, dan menimbulkan perasaan bahwa gurunya itu kikir dalam
memberikan ilmu kepadanya".
h)   Mempunyai
idealisme; Al-Ghazali membuat perumpamaan: "Perumpamaan guru dengan
murid  adalah bagaikan ukiran dengan
tanah liat dan bayang-bayang dengan sepotong kayu, maka bagaimanakah tanah liat
itu bisa terukir indah, padahal ia material yang tidak sedia diukir dan  bagaimana pula bayang-bayang itu menjadi
lurus padahal kayu yang bersinar itu bengkok" (Fatiyah Hasan, 1964:49-56).
5. Sifat Murid yang Baik
Selanjutnya Al-Ghazali mengemukakan kriteria murid yang baik
dalam kitab Ihya 'Ulum Al-Din, Abuddinata, (2003, 99-101).
a) Seorang murid harus berjiwa bersih
b) Seorang murid yang baik jugaharus menjauhkan diri dari
hal-hal yang bersifat duniawi 
c) Seorang murid hendaknya mempunyai sifat rendah hati atau
tawadhu
d) Bagi murid yang baru jangan mempelajari ilmuyang
bertentangan 
e) Seorang murid yang hendaknya mepelajari yang wajib
f) Seorang murid yang baik hendaknya mempelajri ilmu secara
sistimatis 
g) Seorang murid hendaknya tidak mempelajari satu disiplin
ilmu saja
h) Seorang murin hendaknya juga mengenal nilai-nilai ilmu yang
dipelajarinya
Menurut  Al-Ghazali 
tujuan  akhir  dari pendidikan  itu 
adalah  tercapainya  kesempurnaan 
insani  yang  bermuara 
pada  pendekatan  diri kepada 
Allah serta kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagian dunia dan
akhirat. Ini sesuai dengan  apa  yang di sampaikan oleh Atiyah Al-Abrasi yang
mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah.
1.   Pembinaan akhlak
2.   Menyiapkan anak
didik untuk hidup bahagia di dunia dan akhirat
3.   Penguasaan
keilmuan
4.   Keterampilan
bekerja dalam masyarakat
Selanjutnya klau kita lihat dari
tujuan pendidikan nasional yang teretera dalam USPN BAB   II  
pasal   3   yang  
menyebutkan   bahwa   tujuan  
pendidikan   Nasional   adalah  
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha 
Esa,berakhlak mulia, sehat, berilmu , cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari beberapa
pendapat diatas tentang tujuan 
pendidikan,  ternyata   tujuan 
pendidikan  Al-Ghazali  adalh 
merupakan  konsep  tujuan pendidikan yang sempurna sehingga  kalau lita lihat dengan tujuna pendidiakan
Nasional ada sebuah kesamaan yaitu bentuk ketakwaan  kepada Tuhan serta pengembangan potensi
manusia menuju manusia yang sempurna, sehingga secara konseptual hal tersebut
bisa dijadikan salahsatu dasar pemikiran bagi tujuan pendidikan di Indonesia.
Paparan konsep kurikulum menurut
Al-Ghazali lebih cenderung kepada terhadap konsap mengenai   ilmu  
pengetahuan.Dari   coark   pemikiran  
Al-Ghazali   tentang   kurikulum  
dapat disimpulkan  bahwa  dalam bidang 
kurikulum  AL-Ghazali  cenderung 
terhadap  dua  hal 
yaitu, pertama,  kecenderungan
agama dan tasawuf yang terlihat dari ketika Al-Ghazali menempatkan
ilmu-ilmu   agama   di   atas  
segalanya,   sebagai   alat  
mensucikan   diri   dan  
dunia.   Dengan kecenderungan ini,
maka Al-Ghazali mementingkan pendidikan etika yang erat kaitannya dengan agama.
Kedua, kecenderungan pragmatis yang terlihat dari setiap pemaparnnya tentang ilmu
akan ada kata yang menyangkut terhadap 
manpaat dari mempelajari tentang ilmu tersebut. Sehingga pada hal ini
Al-Ghazali dapat digolongkan  kepada
seseorang yang menganut paham pragmatis teologis. Dan teori dari Al-Ghazali
terlihat berjalan secara sinergis dengan kerangka pembentukan kurikulum
Nasional yang menyebutkan bahwa peningkatan 
iman dan takwa menjadi kerangka pertama dalam pengembangan kurikulum.
Sehingga kalu kita teliti lebih mendalam akan terlihat bahwa   konsep  
kurikulum   menurut   Al-Ghazali  
tertanan   dalam   nilai-nilai  
pengembangan kurikulum Nasional.
Metode pengajaran menurut
Al-Ghazali adalah salah satu metode pengajaran yang ideal, ini terlihat ketika
Al-Ghazali mampu menunjukan asas mendidik, asas mengajar, dan asas belajar.
Dalam asas belajar Al-Ghazali menyarankan agar konsentrasi dalam belajar,
mengetahui tujuan pembelajaran, dan belajara secara sistimatis. Konsentrasi
adalah memusatkan perhatian sehingga akan lebih fokus terhadap  apa yang sedang di pelajari, pengetahuan terhadap
apa yang akan dipelajari dapat 
memicu  motivasi  siswa 
dalam belajar. Sisitimatis  adalah
pembelajaran yang terencana dan teratur dengan baik, sehingga  anak didikmampu belajar mulai dari yang
termudah menuju yang sukar. Selanjutnya dalam asas mengajar  adalah memperhatikan tingkat daya pikir anak,
menerangkan pelajaran dengan sejelas mungkin, dan mengajarkan ilmu pengetahuan
dari yang konkrit menuju yang abtrak.
Adapun mengenai konsep Al-Ghazali
menjadikan guru sebagai profesi yang mulia dan mempunyai derajat yang tinggi
duihadapan Tuhannya. Suatu konsep yang ideal tentang guru, dimana  Al-Ghazali mampu mengugkapkan ciri-ciri guru
yang baik, atau bhasa profesi disebut sebagai guru  yang 
profesional, sehingga kalau diurutkan akan sesuai dengan kompetensi yang
harus dimiliki oleh guru yaitu kompetensi akademik, kompetensi propesional,
kompetensi sosil, dan  kompetensi  kepribadian. 
Konsep  guru  menurut 
Al-Ghazalia  adalah  konsep 
guru  yang sebenarnya. Sehingga
kalau kita lihat di alam nyata guru-guru banyak yang belum mempunyai sifat dan
ciri guru yang sebenarnya. Akan tetapi ada satu yang menjadi krtidak setujuan
penulis, dimana  Al-Ghazali  menyebutkan bahwa  seorang 
guru  tidak boleh  menerima 
upah dari hasil mengajar. 
Hal  ini  juga 
ditentang  oleh  salahsatu 
tokoh   pendidikan  (Ibnu 
Khaldun)  yang mengatakan bahwa
pendidikan adalah pabrik, sementara itu murid adalah produk, sehingga guru
adalah pekerja  yang membuat pruduk
tersebut, maka guru berhak menerima upah dari hasil mengajarnya.
Salah satu ciri dari
pendidikan  Al-Ghazali adalah  kecenderungan terhadap  pendidikan akhlak, sehingga sngatlah menjadi
perhatian dari pemikiran Al-Ghazali tentang peserta didik yang akan  menjadiakn 
mereka  lebih terarahkan  dalam proses 
pembelajaran.  Hal ini  juga 
menjadi salahsatu bentuk yang 
menjadikan Al-Ghazali terkenal dengan pendidikan anak. Maka melalui
kitab  yang  pundamental  
menjadikan  kontribusi  bagi 
perkembangan  pendidikan,  khususnya pendidikan di Indonesia. 
DAFTAR PUSTAKA
Djunaidi, M. (1982). Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh
dalam Sejarah , Online.
Tersedia:http:// http://plato-dialogues.org/plato.htm (16
September 2009) Salam, B. (2002). Pegantar Pedagogik, Jakarta, RINEKA CIPTA.
Dinar,  Y.  (2005). 
Arah  Pembangunan  Pendidikan 
Nasional,  Online.  Tersedia:http:// groups.yahoo.com (16
September 2009)
Baihaqi, M. (2007). Ensiklopedi Tokoh Pendidikan, Bandung,
NUANSA. Sadulloh, U. (2007). Filsafat Ilmu, Yogyakarta, UGM
Tim Nuansa. (2009). Plato: Filosof  Yunani Terbesar, Bandung, NUANSA.
AL-Ghazali. (2003). Ihya ulumuddin. Asy Syfa, Semarang
Abidin. (1998). Pemikiran Al-Ghazali tentang pendiikan.
Pustaka Pelajar, Jogyakarta
Nata Abuddin. (1997). Filsafat Pendidikan Islam. Logos
wacana ilmu, Cipitat
Nata Abuddin. (2003). Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam.
Raja Grafindo Persada, Jakarta
Sulaiman Hasan Fatiyah. (1993). Pendidikan Al-Ghazali. D
arul Maarif, Bandung
Ali Khan Shafique. (2005). Filsafat Pendidikan
Al-Ghazali.Pustaka setia, Bandung
Fokus Media Redaksi. (2005). Himpunan Peraturan
Perundang-undangan Standar Pendidikan Nasional. Fokus Media, Bandung









 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar