A. Book
Description
Nama
Pengarang : Sayyed Hossein Nasr
Judul
Buku : Islamic Philosophy From its Origin to The Present
Tempat
Terbit : New York - USA
Penerbit : State University of New York Press
Tahun
Terbit : 2006
Jumlah
Halaman : 395 Halaman
ISBN : 0-7914-6799-6
B. Interpretation
Buku yang berjudul Filsafat Islam dari
Asalnya Sampai Sekarang menawarkan tinjauan
komprehensif filsafat Islam dari abad kesembilan hingga saat ini. Sebagaimana
dibuktikan oleh Sayyid Hossein Nasr, dalam tradisi ini, berfilsafat dilakukan
di dunia di mana ramalan adalah realitas pusat kehidupan — realitas yang tidak
hanya berkaitan dengan bidang tindakan dan etika tetapi juga bidang
pengetahuan. Perbandingan dengan filsafat Yahudi dan Kristen menyoroti hubungan
antara akal dan wahyu, yaitu, filsafat dan agama.
Nasr menghadirkan filsafat Islam dalam kaitannya dengan tradisi Islam
secara keseluruhan, tetapi selalu memperlakukan filsafat ini sebagai filsafat,
tidak hanya sebagai sejarah intelektual. Selain bab-bab yang membahas
perkembangan sejarah umum filsafat Islam, beberapa bab juga dikhususkan untuk
para filsuf yang belakangan dan kebanyakan tidak dikenal. Karya ini juga
memberi perhatian khusus pada tradisi Persia.
Nasr menekankan bahwa tradisi Islam adalah tradisi yang hidup dengan
signifikansi bagi dunia Islam kontemporer dan hubungannya dengan Barat. Dalam
memberikan pengantar ini pada sebuah tradisi yang sedikit dipahami di Barat,
Nasr juga menunjukkan kepada pembaca bahwa filsafat Islam memiliki banyak hal
untuk ditawarkan kepada dunia kontemporer secara keseluruhan.
Nasr jauh melampaui diskusi tentang filsafat 'Arab', menegaskan bahwa Islam
adalah sebuah mosaik multikultural, dan mosaik poliglot yang bersatu dalam
kesetiaannya kepada Allah yang Esa yang menyatakan diri-Nya melalui Nubuat.”
Adapun artikel yang dikritik ini berjudul pertanyaan-pertanyaan Epistemologis: hubungan antara akal, nalar,
dan intuisi di dalam perspektif intelektual yang beragam.
C. RINGKASAN ARTIKEL
Perspektif
bahasa Arab dan bahasa Islami lainnya, istilah al-'aqlu, digunakan untuk menunjukkan alasan dan intelek, tetapi
perbedaan antara keduanya serta keterkaitannya sangat tergantung pada keuatan
para intelektual dalam menggunakan akalnya. Al-'aqlu dalam bahasa Arab pada
dasarnya berarti mengikat. Maksudnya adalah kemampuan manusia yang mengikat
pada kebenaran yaitu kebenaran kepada asalnya
yaitu kepada Tuhan. Al-'aqlu dalam bahasa arab disebut dengan akal dalam
bahasa Indonesia dapat bermakna kecerdasan, ketajaman persepsi, pandangan ke
depan, akal sehat dan banyak konsep lain dari tatanan yang terkait biasanya
menggunakan kata al-‘aqlu. Sejauh menyangkut alasan, yang merupakan refleksi
intelek pada bidang pikiran manusia, istilah lain juga digunakan seperti kata istidlal. Meskipun demikian, bahwa
masing-masing kajian dalam pemikiran Islam telah menguraikan secara sangat
rinci bahwa aspek-aspek makna intelek yang berkaitan dengan perspektif dan
struktur batinnya.
Kemudian
istilah-istilah akal, nalar dan intuisi mengacu pada
perbedaan antara pengetahuan intuitif berdasarkan pengalaman langsung dan
kehadiran di satu sisi dan rasiosinasi sebagai pengetahuan tidak langsung
berdasarkan konsep mental di sisi lain. Bagaimanapun juga, tidak semua istilah
ini, seperti yang digunakan dalam bahasa Islam tradisional, bertentangan dengan
al-'aqlu. Sebaliknya tradisi intelektual Islam biasanya tidak melihat dikotomi
antara intelek dan intuisi tetapi keduanya telah menciptakan hierarki
pengetahuan dan metode untuk memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan derajat
inteleksi dan intuisi sehingga hubungannya menjadi harmonis dalam suatu urutan
yang mencakup semua sarana yang tersedia untuk diketahui oleh manusia. Begitu
pula dengan pengetahuan indria, akal atau inteleksi dan penglihatan batin atau
pengetahuan tentang hati atau intuisi. Jika muncul dari para pemikir yang
membatasi pengetahuan pada apa yang bisa dicapai oleh akal (istidlal) dan siapa
telah menyangkal baik wahyu maupun intuisi sebagai sumber pengetahuan, itu
merupakan hal yang biasa terjadi pada dinamika pemikiran karena alasan tersebut
tetap ada di dalam tradisi intelektual Islam yang integral.
Untuk memahami sepenuhnya hubungan antara akal, nalar, dan intuisi
dalam Islam, adalah perlu untuk beralih ke perspektif-perspektif intelektual
Islam yang telah membawa ke aktualisasi berbagai kemungkinan intelektual,
spiritual dan formal yang melekat dalam wahyu Islam. Termasuk sejauh menyangkut
tentang pembahasan ilmu-ilmu agama murni seperti studi Al-Quran dan syari’at,
teologi dalam berbagai aliran filsafat, dan akhirnya menjadi sufi. Pengetahuan
yang diidentifikasikan dengan hati ini adalah pengetahuan dasar yang diperoleh
melalui instrumen yang diidentifikasikan dengan hati atau pusat keberadaan
manusia dalam alam pikiran, yang hanya mengetahui secara tidak langsung dan ia merupakan
proyeksi dari hati. Jantung tidak hanya diidentifikasikan dengan sentimen yang
dikontraskan dalam filsafat modern dengan nalar. Manusia tidak hanya memiliki
kemampuan akal dan sentimen atau emosi yang kontras dengannya. Sebaliknya, ia
mampu memiliki dualisme pengetahuan intelektual yang melampaui dan dikotomi
antara akal dan emosi, atau pikiran dan hati sebagaimana biasanya dipahami. Ini
adalah hilangnya gnosis atau pengetahuan intelektual yang benar-benar dalam
cara yang operatif dan disadari dalam dunia modern yang telah menyebabkan
gerhana konsepsi tradisional dari "pengetahuan tentang hati,"
pengetahuan yang sekaligus intelektual dan intuitif dalam arti yang paling
dalam dari istilah-istilah ini dan karena itu dapat diidentifikasikan dengan
intuisi intelektual.
Pengetahuan yang diidentifikasikan dengan hati. Pengetahuan tentang hati memiliki keutamaan dan keterusterangan pengetahuan sensual tetapi menyangkut dunia yang cerdas atau spiritual. Ketika seseorang mendapatkan pengetahuan tentang parfum mawar melalui pengalaman langsung dari fasilitas penciuman, dia tidak mendapatkan pengetahuan tentang konsep parfum mawar tetapi pengetahuan langsung tentangnya. Bagi kebanyakan orang, pengetahuan semacam ini terbatas pada dunia yang sensual, tetapi bagi orang gnostik yang mata hatinya dibuka melalui latihan spiritual, ada kemungkinan dari pengetahuan yang memiliki langsung pengalaman sensual tetapi mengaitkan dengan realitas abadi. Dari sudut pandang pengetahuan presensi ini merupakan bentuk pengetahuan tertinggi, di mana pada akhirnya subjek dan objek pengetahuan adalah sama, yang paling konkrit dari semua realitas adalah prinsip tertinggi.
Pengetahuan yang diidentifikasikan dengan hati. Pengetahuan tentang hati memiliki keutamaan dan keterusterangan pengetahuan sensual tetapi menyangkut dunia yang cerdas atau spiritual. Ketika seseorang mendapatkan pengetahuan tentang parfum mawar melalui pengalaman langsung dari fasilitas penciuman, dia tidak mendapatkan pengetahuan tentang konsep parfum mawar tetapi pengetahuan langsung tentangnya. Bagi kebanyakan orang, pengetahuan semacam ini terbatas pada dunia yang sensual, tetapi bagi orang gnostik yang mata hatinya dibuka melalui latihan spiritual, ada kemungkinan dari pengetahuan yang memiliki langsung pengalaman sensual tetapi mengaitkan dengan realitas abadi. Dari sudut pandang pengetahuan presensi ini merupakan bentuk pengetahuan tertinggi, di mana pada akhirnya subjek dan objek pengetahuan adalah sama, yang paling konkrit dari semua realitas adalah prinsip tertinggi.
D. KEKHASAN DAN KEMUTAKHIRAN
Kekhasan dari kajian artikel ini adalah pembahasan
antara hubungan akal, nalar dan intuisi dalam berbagai perspektif yang sangat
komprehensif sehingga memberikan pemahaman yang holistik dengan beberapa
pendekatan. Pendekatan dalam al-qur’an, persepektif Islam dan
pandangan-pandangan lainnya mengungkap tentang kebenaran akal yang dikaitkan
dengan kekuatan nalar dan intuisi dari para intelek menambah kekhasan analisis
dari artikel ini. Sedangkan kemutakhiran dari artikel ini adalah mengkombinasikan
peran akal, nalar dan intuisi dalam sebuah kajian dalam berbagai persepktif
kemudian membedakan peran masing-masing dapat dipahami dengan baik oleh para
pembaca.
E. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN
Kelebihan dari artikel ini adalah dalam perspektif Islam, seseorang dapat berbicara
tentang hierarki pengetahuan mulai dari yang sensual, melalui imajiner dan
rasional, hingga kepada tingkat intelektual yang termasuk intuitif yang
teridentifikasi dengan hati. Tetapi sama seperti kemampuan pengetahuan rasional
tidak bertentangan dengan yang sensual, intelektual dan intuitif tidak
bertentangan dengan rasional. Sebaliknya, pikiran adalah refleksi dari hati
yang merupakan pusat mikrokosmos. Dalam persepktif ini bahwa peran akal, nalar
dan intuisi sesungguhnya adalah berpusat dari hati. Pada aspek inilah kemudian
yang menjadi kelebihan dari pembahasan pada artikel ini. Sedangkan kelemahan dari artikel ini
adalah di mana intelek telah menjadi identik dengan nalar dan
intuisi dengan indera keenam dari struktur biologis manusia yang peduli dengan
meramalkan peristiwa masa depan dan biasanya ditolak sebagai cara yang sah
untuk memperoleh pengetahuan oleh mereka yang mengabdi pada penggunaan akal. Oleh
karena itu menjadi sulit untuk memahami apa intelek, nalar, dan intuisi,
indria-indria utama yang menjadi landasan pengetahuan, dapat berarti dalam
konteks pemikiran Islam
F. REKOMENDASI
Di dalam buku ini Sayyed Hossein Nasr banyak mengeksplorasi pendekatan yang
bervariasi untuk konsep filosofis Muslim dari hikmah dan falsafah sepanjang
sejarah, tetapi setiap saat menekankan hubungan tak terhindarkan dalam
pemikiran Islam antara ilmu-ilmu filosofis dan agama Islam.
Nasr juga menggabungkan sejarah dengan eksposisi
metafisik dan kontemplasi yang matang tentang karakter unik dari sebuah
filosofi yang dapat berkembang 'di tanah ramalan', itu bukan gambaran yang
masuk akal seperti serangkaian perenungan, yang dipenuhi dengan informasi dan
ide, menggambar pada beasiswa seumur hidup dan pengalaman.
Nasr juga menetapkan beberapa signifikansi dari apa yang secara mendasar
menjadi masalah dalam pemikiran filosofis dan untuk menunjukkan relevansi
pemikiran itu dengan situasi manusia secara keseluruhan.
Dengan demikian, setelah membaca dan mentelaah buku ini, maka penulis
berpendapat bahwa buku ini dapat
direkomendasikan dan layak untuk dikaji lebih lanjut untuk dapat dikembangkan
dan dikritisi oleh pendidik dan para filosof, sehingga pengetahuan tentang ilmu
filsafat bisa terus berkembang.
G. SIMPULAN
Secara
luas, Filsafat Islam telah membahas masalah epistemologi dan sarana yang
tersedia bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan yang otentik. Para filsuf
Islam secara konsekuen harus berurusan dengan hubungan antara apa yang dapat
diakses secara manusiawi dalam domain pengetahuan dan apa yang telah
diungkapkan melalui kenabian. Mereka juga harus berurusan dengan masalah
bagaimana manusia mampu mendapatkan akses ke pengetahuan yang terungkap dan
menjadi tahu mengenai Tuhan dan pesan-pesan-Nya serta utusan-Nya.
Istilah akal, nalar dan intuisi mengacu pada perbedaan antara
pengetahuan intuitif berdasarkan pengalaman langsung dan kehadiran di satu sisi
dan rasiosinasi sebagai pengetahuan tidak langsung berdasarkan konsep mental di
sisi lain.
Epistemologi
yang diuraikan oleh Hossein Nasr adalah yang meliputi pertanyaan-pertanyaan apa
yang dapat saya ketahui? Dalam tradisi Barat modern, trend epistemologi hanya
mengurai entitas yang dapat dicerap oleh indera saja, selain itu sering
dikategorikan sebagai kajian tidak ilmiah.
Dari
sinilah lahir reduksionisme dalam bidang epistemologi. Nasr, dengan
epistemologi sains Islam ingin mengurai secara lebih mendalam tentang hakikat
pengetahuan. Realitas nyata yang dapat diketahui, bukan saja entitas fisik yang
bermuatan inderawi, melainkan seluruh entitas yang ada, mulai yang fisik,
rasional sampai kepada intuitif. Selain itu juga ada ranah yang harus diimani
dan tidak dapat ditembus oleh instrumen apapun kecuali oleh keimanan. Adapun
Instrumen pencapaian sains adalah dengan melalui indera, akal, hati/qalbu, dan
intuisi intelektual.
0 komentar:
Posting Komentar