Kata
ta’lim seringkali
digunakan dalam konsep pendidikan Islam. Makna ta’lim sendiri diambil dari bahasa Arab yang mempunyai kata dasar ‘allama (علّم), yu‘allimu ( يعلّم)
dan ta’lim (تعليم). Penjabaran kata ta’lim secara bahasa mengandung banyak arti yang bisa diterjemahkan, seperti Information (pemberitaan tentang
sesuatu), Advice (nasehat), Instruction (perintah), Direction (pengarahan), Teaching (pengajaran), Training (pelatihan), Schooling (pembelajaran), Education (pendidikan), Apprenticeship (bekerja sambil belajar).[1]Sedangkan
dalam kamus bahasa Arab-Indonesia, kata ta’lim sendiri mengandung arti hal yang berhubungan dengan mengajar dan melatih.[2]Adapun
secara istilah, kata ta’limsendiri dapat diartikan sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan
pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.[3]
Bentuk masdar
dari kata ta’lim adalah ‘allama yang mempunyai arti pengajaran
yang bersifat penyampaian pengertian dan keterampilan.[4]
Kata ta’lim sendiri banyak
yang terulang didalam alquran berupa kata kerja dan kata benda. Dalam fi’il madhi dijelaskan sebanyak 25 kali
dalam 25 ayat pada 15 surah, sedangkan dalam fi’il mudhari penyebutannya sebanyak 16 kali dalam 16 ayat pada 8
surah, adapun dalam bentuk kata benda hanya terdapat 1 kali dalam alquran surah
ad-Dukhaan (44) ayat 14.[5]
B. Dalil alquran mengenai Ta’lim
Di dalam alquran
ada beberapa ayat yang mengandungkata ta’lim dalam arti mengajar. Ada beberapa makna ta’lim yang dapat ditemukan pada alquran, yaitu: Pertama, Ta’lim Rabbani, yaitu penyampaian sesuatu melalui wahyu atau ilham,
seperti Allah swt. mengajarkan nabi Adam as. mengenai nama-nama yang ada di
alam semesta, sebagaimana firman Allah swt. yang dijelaskan dalam alquran surah
al-Baqarah (2) ayat 31.
Di
dalam ayat ini dijelaskan bahwa dengan menjadikan manusia, Allah swt.
memperlengkap pernyataan kuasa-Nya. Mereka namai tingkat-tingkat alam itu
menurut tarafnya masing-masing. Ada alam Malaikat, ada pula alam Nabati, ada
alam binatang dan lain-lain sebagainya. Maka diciptakan Tuhan-lah manusia, yang
dinamai oleh setengah orang alam Insan atau alam Nasut.[6]
Pengertian
makna asma’ didalam ayat tersebut
banyak mengandung arti yang dapat ditafsirkan, seperti arti semua nama yang ada
di bumi, sebuah nama yang terbatas pada objek yang juga terbatas, bahkan Ibnu
Zayd mengartikannya sebagai nama-nama keturunan Nabi Adam as.[7]
Penggunaan
kata ‘asma dikarenakan hubungannya
kuat antara yang menamakan dan yang dinamai agar mudah dipahami. Sebab, ilmu
yang hakiki itu ialah pemahaman terhadap pengetahuan. Allah swt. mengajari Adam
as. kemudian memberinya ilham untuk mengetahui eksistensi nama-nama, keistimewaan,
ciri khas dan istilah yang dipakai. Adapun dalam memberikan ilmu, tidak ada
bedanya antara diberikan sekaligus dengan diberikan secara bertahap, karena
Allah Maha Kuasa untuk berbuat segalanya, walaupun istilah yang digunakan
didalam alquran adalah ‘allama
(pengertiannya adalah memberikan ilmu secara bertahap).[8]
Penafsiran lain juga menyatakan bahwa ulama memahami pengajaran nama-nama
kepada Adam as. dalam arti bahwa Allah mengilhamkan nama benda itu pada saat
dipaparkan sehingga beliau memiliki kemampuan untuk membedakan masing-masing
benda dengan benda yang lain.[9]
Pemberian
asma’ini menjadikan nabi Adam as.
memiliki prestasi akademik yang bisa mengungguli para malaikat. Kehebatan ini
merupakan pengajaran yang Allah swt. berikan sehingga membuat malaikat dan jin
pun harus sujud kepada nabi Adam as.
Adapun
kata ta’lim dapat didefiniskan sebagai
sebuah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa
adanya batasan dan ketentuan tertentu.[10]
Dengan demikian, proses tersebut dilakukan secara bertahap sebagaimana ketika
Adam as. menyaksikan dan menganalisis nama-nama yang diajarkan kepadanya.[11]
Kedua, ketika mengajarkan alquran, firman Allah swt. dalam surah
ar-Rahman (55) ayat 2
Makna yang terkandung pada ayat ini
adalah sebuah pengajaran yang tidak hanya sebatas pada penyebutan lafadz saja,
akan tetapi ayat ini mengandung kepada alquran sebagai objek yang memiliki
keutamaan yang bisa membawa manusia mendapatkankenikmatandi dunia dan di akhirat.[12]
Kajian terhadap objek yang dinilai
sebagai nikmat dunia dan akhirat juga bisa dikatakan sebagai barometer yang
didalamnya terdapat konsekuensi pengajaran yang bersifat intellectual exercise, sehingga menimbulkan kajian-kajian akademik
yang tidak pernah berakhir sehingga menumbuhkan lahirnya pemahaman terhadap
alquran, hal ini sesuai dengan firman Allah swt. dalam surah al-Kahfi (18) ayat
109
Ketiga, mengajarkan sesuatu yang belum diketahui oleh manusia,
firman Allah swt. dalam surah al-Baqarah (2) ayat 239 dan dalam
ayat yang lain Allah swt. berfirman dalam surah Yasin (36) ayat 69 serta surah al-Alaq (96) ayat 4 dan 5 juga dijelaskan bahwa
Allah swt. memberikan pengajaran kepada manusia terhadap apa yang tidak
diketahuinya.
Makna
al-insan yang dimaksud dalam ayat ini
adalah Nabi Muhammad saw. yang telah diajarkan Allah swt. mengenai apa yang
belum diketahui oleh khalayak ramai,
sehinggai menjadi isyarat bahwa Allah-lah yang memberikan pengajaran terhadap
hukum-hukum yang tertulis yang tidak dapat dipahami kecuali melalui ilmu yang
bersifat sam’iyat.[13]
Dalam surah al-Alaq ini juga
menunjukkan tentang keutamaan dari membaca, menulis dan ilmu pengetahuan. Jika
tidak ada qalam (pena), maka kita
tidak dapat memahami berbagai ilmu pengetahuan, sampai dengan tidak dapat
mengetahui kadar pengetahuan manusia terdahulu dan penemuan-penemuan serta
kebudayaan mereka. Selanjutnya, ayat ini juga terkandung bukti yang menujukkan
bahwa Allah swt. yang menciptakan manusia dalam keadaan hidup dan berbicara
dari sesuatu yang tidak ada tanda-tanda kehidupan padanya, sampai kemudian
Allah swt. mengajari manusia ilmu yang paling utama, yaitu menulis dan
menganugerahkannya ilmu pengetahuan.[14]
Jika
dilihat dari penafsiran ayat-ayat telah disebutkan, maka kata ‘allama merujuk kepada konteks
pengajaran secara keseluruhan bukan hanya kepada Nabi saja tapi juga kepada
seluruh umat manusia, sebagaimana yang dijelaskan dalam surah ar-Rahman.[15]Dalam
hal mengajar (muallim) dimaksud disini adalah memberitahukan dari yang tidak
tahu menjadi tahu dan hal ini yang merupakan nikmat Allah swt. bagi orang-orang
mukmin, sebagaimana Allah swt. berfirman dalam surah An-Nissa (4) ayat 113.
Keempat, ketika mengajarkan al-kitab
(cara menulis), al-hikmah (ilmu yang
benar), Taurat dan Injil, firman Allah swt. berfirman dalam surah Ali Imran (3)
ayat 48 dan dalam surah al-Maidah (5) ayat 110.
Asbabun Nuzul dari kedua ayat ini (surah ali Imran ayat 48 dan surah
al-Maidah ayat 110 ) menceritakan tentang kecaman terhadap umat yang
membangkang kepada rasul, karena mereka telah memperlakukan para rasul secara
sangat tidak wajar, khususnya kepada nabi Isa as., akan tetapi Allah memberikan
pemahaman dan pengajaran kepada umat manusia mengenai kekuasaan-Nya secara
bertahap agar manusia dapat menerima kebenaran dari sebuah ilmu yang belum
mereka ketahui. Dengan cara mengajari cara menulis dan ilmu yang benar, manusia
dapat membangkitkan kemauan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bermanfaat
untuk membuktikan kebenaran apa yang telah diturunkan Allah. Adapun dasar-dasar
mukjizat yang diberikan Allah bukan terletak pada keajaibannya, akan tetapi
terletak pada cara dari pembuatannya yang di luar hukum alam.[16]
Firman
Allah swt. dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 151.
Dalam ayat ini, Allah swt.
memberikan jawaban dari doa nabi Ibrahim as., yaitu Rasul dari kelompok mereka,
membacakan ayat-ayat Allah, menyucikan mereka, mengajarkan al-Kitab dan
al-Hikmah serta mengajarkan apa yang mereka belum ketahui. Cakupan dari kalimat
mengajarkan melalui dua cara, yaitu mengisyarakat berupa wahyu Allah berupa
ilham serta intusi dan melalui upaya belajar mengajar.[17]
Berdasarkan
ayat ini, bahwa proses ta’lim lebih universal dibandingkan dengan proses tarbiyyah, dikarenakan mengajarkan
disini tidak terbatas sekadar membaca, akan tetapi dengan perenungan yang
berisi pemahaman, rasa tanggung jawab dan amanah. Dari menggunakan metode ini
Rasulullah saw. membawa mereka kepada pembersihan diri (tazkiyyah) dan
menjadikan diri berada dalam kondisi yang memungkinkan dalam menerima al-Hikmah
serta mempelajari segala yang bermanfaat untuk dapat diketahui.[18]
Dalam
konteks yang lain, kata ta’lim yang berbentuk fiil
mudhari’ digunakan juga dalam pengungkapan sebuah pengajaran yang terjadi
antara nabi Muhammad saw. dengan malaikat Jibril terkait dengan beberapa yang
ditanyakan seperti makna Islam, Iman dan Ihsan. Dari hadis ini menjadi sebuah
proses pengajaran atau pendidikan yang memiliki makna yang cukup luas.
Kelima, mengajarkan ilmu laduni, firman Allah swt. dalam surah
al-Kahfi (18) ayat 65.
Keenam,
mengajarkan tentang masalah sihir, firman Allah swt. dalam surah at-Thaahaa
(20) ayat 71.
Pada
ayat yang lain, Allah swt. juga mengajarkan bagaimana cara berburu, sebagaimana
dalam alquran surah al-Maidah (5) ayat 4.
Dengan kata lain, kata ta’lim pada penjelasan ayat di
atas, Allah swt. mengajarkan kepada kita tentang arti sebuah proses transformasi
ilmu pengajaran berupa ilmu pengetahuan, wahyu dan sesuatu yang belum diketahui
oleh manusia sebagai pemimpin di bumi.
Di dalam ayat yang lain kata ta’limmerupakan
proses pembelajaran secara terus-menurus yang dimulai ketika manusia lahir,
sebagaimana dalam alquran surah an-Nahl (16) ayat 78.
Pada ayat yang lain bahkan Allah
swt. memerintahkan agar proses belajar itu tidak ada batas waktunya, dalam hal
ini bahwasanya belajar itu sampai tua atau bahkan sampai wafat (meninggal),
sebagaimana firman Allah swt. dalam surah al-Hajj (22) ayat 5.
Dalam
hal proses pembelajaran, Muhammad saw. diutus untuk mengajarkan syariat dan
urusan akal yang dapat menyempurnakan jiwa dan membersihkannya.[19]
Pengajaran yang dimaksud dalam hal ini adalah menujukkan kepada kegiatan yang
berulang-ulang, sebagaimana dapat dijelaskan dalam alquran surah al-Jumu’ah
(62) ayat 2.
C. Konsep Ta’lim
Menurut pendapat sebagaian para
ulama tafsir mengenai definisi tentang kalimat ta’lim, yaitu:
1. Pendapat Rasyid Ridha,
Ta’lim adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu
tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.[20]
2. Abdul Fattah Jalal
berpendapat yang dimaksud dengan ta’lim adalah proses pemberian pengetahuan,
pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman amanah, sehingga terjadi
pembersihan diri manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri berada dalam
suatu kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-Hikmah serta mempelajari
segala yang bermanfaat dan yang tidak diketahuinya.[21]
3. Muhammad ‘Athiyah
Al-Abrasy memberikan penjelasan yang berbeda dengan ulama yang lain mengenai
makna ta’lim. Kata ta’lim yang dimaksud mempunyai makna dalam menyiapkan
individu pada aspek tertentu saja, sedangkan tarbiyyah mencakup keseluruhan
aspek pendidikan.[22]
Dari
pendapat ulama tafsir, term ta’lim
dalam pendidikan bahwa manusia mempunyai kemampuan mengekspresikan apa yang
terlintas dalam benaknya serta menangkap bahasa, sehingga mengantarkannya untuk
mengetahui. Kemampuan dalam merumuskan ini merupakan langkah menuju terciptanya
pengetahuan dan ilmu pengetahuan.[23]
Cakupan Ta’lim juga tidak berhenti pada pengetahuan lahirah, akan tetapi
mencakup pengetahuan teoritis, mengulang kaji secara lisan, dan menyuruh
melaksanakan pengetahuan itu.
Jika
kita telaah lebih jauh lagi tentang bentuk lain dari ta’lim yaitu kata ‘ulama seakan menjadi term alquran dalam
rangka menunjukan proses transformasi keilmuan melalui penelitian dan
pengkajian. Hasil dari analisis yang dilakukan merupakan pengantar tentang
kebenaran tentang adanya pengajaran yang dilakukan Allah swt. yang menjadi
tanda tentang tujuan para nabi dan rasul diutus ke bumi ini.
Setelah kita mencoba
mentelaah ayat-ayat alquran mengenai ta’lim, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa pemahaman bahwa ta’lim mencakup lebih universal dikarenakan proses
pengajaran dan pendidikan itu dimulai dari bayi sampai dengan tua bahkan sampai
meninggal.
Allah swt. mengajarkan kepada kita tentang arti sebuah
proses transformasi ilmu pengajaran
berupa ilmu pengetahuan, wahyu dan sesuatu yang belum diketahui oleh
manusia sebagai pemimpin di bumi. Oleh karena itu, ta’lim yang
dimaksud didalam alquran menunjukan kepada proses pengajaran dan pendidikan yang
tidak hanya diperuntukan untuk utusan Allah saja, akan tetapi kepada semua
manusia yang mempunyai tujuan untuk mengubah manusia dari yang tidak tahu
menjadi tahu agar pendidikan itu terus perkembangan dan kemajuan.
Makna pada ayat-ayat alquran mengenai
makna ta’lim menunjukkan bahwa
Muhammad saw. dalam mengajarkan bacaan alquran tidak hanya dapat membaca dan
hafal akan lafazh-lafazhnya, akan tetapi membaca dengan renungan dan pemahaman,
kemudian menyucikan diri dan mendidiknya, selanjutnya melahirkan amal yang
dapat menjadi contoh bagi yang lain baik dalam perkataan dan juga perbuatan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Fatah Jalal, 1977, Min al-Ushul al-Tarbawiyyah fi
al-Islam, (Kairo: MarkazDauly li at-Ta’lim al-Wahdhifi li al-Kubar fi
al-Ilm al-Araby)
Abdulmalik Abdulkarim Amrullah (Hamka), 2005,
Tafsir Al-Azhar, Jilid 1,(Jakarta: PT
Mitra Kerjaya Indonesia, cet. Ke-6)
‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras
‘Abdullah
bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq, Lubaabut
Tafsir min Ibni Katsiir Jilid 1, 2008, (Jakarta: Pustaka Imam Syafii)
Ahmad
Musthafa Al-Marâghi, 1969, Tafsír al-Marâghi, Jilid I,
(Mesir: Musthafa al-Bâb al-Halaby, cet. ke-IV)
Ahmad
Mustafa al-Maragi, 1992, Tafsir
al-Maragi, Juz 1, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, cet. Ke-2,)
Hans Wehr, 1974, Al-Mu’jam
Al-Lughah Al-Arabiyah Al-Mu’asharah (A Dictionary of Modern Written Arabic),
(Ed), J. Milton Cowan (Beirut: Librarie Du Liban & London: Macdonald &
Evans LTD)
Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Ruh al-Tarbiyyahwa al-Ta’lim, (Saudi
Arabia: Dar al-Ahya)
Muhammad Rasyid Ridha, 1373 H, Tafsir Al-Manar, Juz 1, (Kairo: Dar
al-Manar)
Muhammad RasyidRidha, Tafsir al-Manar, (Kairo: Dar al-Fikr, cet. 2), Jilid 1
M. QuraisyShihab, 2002, Tafsir al-Misbah: Pesan, KesandanKeserasianalquran, (Jakarta:
LenteraHati)
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, t.t)
Tafsir
al-Alusi , al-Maktabah al-Syamilah, (www.shamela.ws)
Zakiah
Drajat, 1996, Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta: Bumi Aksara)
[1]Hans Wehr, Al-Mu’jam
Al-Lughah Al-Arabiyah Al-Mu’asharah (A Dictionary of Modern Written Arabic),
(Ed), J. Milton Cowan (Beirut: Librarie Du Liban& London: Macdonald &
Evans LTD, 1974) h. 636
[2]Mahmud Yunus,Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. HidakaryaAgung, t.t) h. 136
[3]Muhammad RasyidRidha, Tafsir Al-Manar, Juz 1, (Kairo: Dar al-Manar,1373 H), h. 262
[4]ZakiahDrajat, IlmuPendidikan Islam, (Jakarta: BumiAksara, 1996), h.26
[5]‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras, h. 689
[6]AbdulmalikAbdulkarimAmrullah (Hamka), Tafsir Al-Azhar, Jilid 1,(Jakarta: PT
MitraKerjaya Indonesia, cet. Ke-6, 2005), h. 157
[8]Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi, Juz 1, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, cet.
Ke-2, 1992), h. 139-140
[9]M. QuraisyShihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, KesandanKeserasianalquran, (Jakarta:
LenteraHati, 2002), h. 146-147
[10]Muhammad RasyidRidha, Tafsir al-Manar, (Kairo: Dar al-Fikr, cet. 2, t.th), Jilid 1, h.262
[11]Abdul Fatah Jalal, Min al-Ushul al-Tarbawiyyah fi
al-Islam, (Kairo: MarkazDauly li at-Ta’lim al-Wahdhifi li al-Kubar fi
al-Ilm al-Araby, 1977), h. 26
[14]Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi, Juz 1, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, cet.
Ke-2, 1992), h. 347-348
[16]Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi, Juz 1, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang, cet.
Ke-2, 1992), h. 275-284
[17]M. QuraisyShihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, KesandanKeserasianalquran, (Jakarta:
LenteraHati, 2002), h. 361
[18]Abdul Fatah Jalal, Min al-Ushul al-Tarbawiyyah fi
al-Islam, (Kairo: MarkazDauly li at-Ta’lim al-Wahdhifi li al-Kubar fi
al-Ilm al-Araby, 1977), h. 27
[19]Ahmad
Musthafa Al-Marâghi, Tafsír al-Marâghi, Jilid I (Mesir:
Musthafa al-Bâb al-Halaby, cet. ke-IV,
1969) h. 83
[20]Muhammad RasyidRidha, Tafsir al-Manar, (Kairo: Dar al-Fikr, cet. 2, t.th), Jilid 1, h.262
[21]Abdul Fatah Jalal, Min al-Ushul al-Tarbawiyyah fi
al-Islam, (Kairo: MarkazDauly li at-Ta’lim al-Wahdhifi li al-Kubar fi
al-Ilm al-Araby, 1977), h. 27
[22]Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Ruh al-Tarbiyyahwa al-Ta’lim, (Saudi
Arabia: Dar al-Ahya, t.th), h.7
[23]M. QuraisyShihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, KesandanKeserasianalquran, (Jakarta:
LenteraHati, 2002), h. 147
0 komentar:
Posting Komentar