Media instruksional di
artikan sebagai sesuatu yang di gunakan untuk menyalurkan pesan (message), merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar.
Bentuk-bentuk media Instruksional di gunakan untuk meningkatkan pengalaman
belajar agar menjadi lebih konkret. Instruksional dengan menggunakan media Instruksional
tidak hanya sekedar menggunakan kata-kata (symbol
verbal). Dengan demikian, dapat kita harapkan hasil pengalaman belajar
lebih berarti bagi siswa.
Menurut Arif S. Sadiman
dkk. dalam bukunya “Media Pendidikan” menjelaskan bahwa: “faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan media adalah tujuan instruksional yang ingin
dicapai, karakteristik siswa, jenis rangsangan belajar yang diinginkan, keadaan
latar belakang dan lingkungan siswa, situasi kondisi setempat dan luas
jangkauan yang ingin dilayani. Faktor-faktor tersebut pada akhirnya harus
diterjemahkan dalam norma/kriteria keputusan pemilihan.”(Sadiman, 83-84).
Dalam hal ini Dick dan
Carey menyebutkan bahwa disamping kesesuaian dengan tujuan perilaku belajarnya,
setidaknya masih ada empat faktor lagi yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan media yaitu : pertama, ketersedian sumber setempat yaitu apabila
media yang bersangkutan tidak terdapat sumber-sumber yang ada, maka harus
dibeli atau dibuat sendiri. Kedua, apakah untuk membeli atau memproduksi sendiri
tersebut ada dana, tenaga, dan fasilitasnya. Ketiga, adalah faktor yang
menyangkut keluwesan, kepraktisan dan ketahanan media yang bersangkutan untuk
waktu yang lama artinya bias digunakan dimanapun dengan peralatan yang ada di
sekitarnya dan kapanpun serta mudah di bawa atau dipindahkan. Faktor keempat,
adalah efektifitas biayanya dalam jangka waktu yang panjang, sebab ada jenis
media yang biaya produksinya mahal (contohnya program film bingkai) tetapi
dapat dipakai berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang.
Hakikat dari pemilihan
media ini pada akhirnya adalah keputusan untuk memakai, tidak memakai atau
mengadaptasi media yang bersangkutan (Arief S. Sadiman dkk, 1993 : 84).
Adapun kriteria dalam
pemilihan media instruksional adalah :
a.
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media
yang dipilih berdasarkan tujuan insrtuksional yang diterpakan secara umum
mengacu kepada kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga arah
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tujuan ini dapat digambarkan dalam bentuk
tugas yang harus dikerjakan oleh siswa seperti menghafal, melakukan kegiatan
fisik, dan mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan pemikiran pada tingkatan
lebih tinggi.
b.
Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang
sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi media yang berbeda, contoh
film dan grafik memerlukan simbol dan kode yang berbeda. Agar dapat membantu
proses pembelajaran secara efektif, media harus selaras dan sesuai dengan
kebutuhan tugas pembelajaran dan kemampuan mental siswa.
c.
Praktis, luwes dan bertahan, jika tidak tersedia
waktu, dana, atau sumber cara lainnya memproduksi, maka tidak perlu dipaksakan.
Kriteria ini menuntun para guru/instruktur untuk memilih media yang ada yang
ada, mudah diperoleh atau mudah dibuat oleh guru. Media yang dipilih sebaiknya
dapat digunakan dimanapun dan kapanpun dengan peralatan yang tersedia di
sekitarnya, serta mudah dipindahkan dan dibawa kemana-mana.
d.
Guru terampil menggunakannya, ini merupakan
salah satu kriteria utama. Apapun jenis media yang digunakan, guru harus mampu
menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Nilai dan manfaat media sangat
ditentukan oleh guru yang menggunakannya.
e.
Pengelompokan sasaran, media yang efektif untuk
kelompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil
atau perorangan. Oleh karena itu ada berbagai macam media yang digunakan untuk
jenis kelompok besar, kecil, dan perorangan.
Mutu tekhnis,
pengembangan visual baik gambar maupun fotografi harus memenuhi persyaratan
tekhnis tertentu. Contohnya visual pada slide harus jelas dan informasi atau
pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen
lainnya yang berupa latar belakang ( Azhar Arsyad, 1997 : 72-74).
Menurut Ahmad Rohani
dalam bukunya “Media Instruksional Edukatif” menyatakan bahwa pemilihan dan
pemanfaatan media perlu memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut :
a.
Tujuan
Media hendaknya menunjang tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan.
b.
Ketepatgunaan
Tepat dan berguna bagi pemahaman
bahan yang dipelajari.
c.
Keadaan peserta didik
Kemampuan berfikir dan daya tangkapa
peserta didik, dan besar kecilnya kelemahan peserta didik perlu
dipertimbangkan.
d.
Ketersediaan
Pemilihan perlu memperlihatkan ada
atau tidak media tersedia di perpustakaan atau di sekolah serta mudah-sulinya
diperoleh.
e.
Mutu teknis
Media harus memiliki kejelasan dan
kualitas yang baik.
f.
Biaya
Hal ini merupakan pertimbangan bahwa
biaya yang dikeluarkan apakah seimbang dengan hasil yang dicapai serta ada
kesesuaian atau tidak. (Ahmad Rohani, 1997 : 72-74
Jadi berdasarkan beberapa
pendapat di atas dapat di simpulkan. Faktor yang harus di pertimbangkan dalam
memilih media instruksional adalah :
a.
Jenis kemampuan yang akan di capai sesuai dengan
tujuan.
Sebagai mana di ketahui, bahwa tujuan
pembelajaran ini menjangkau domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Jika akan
memilih media instruksional, harus di sesuaikan dengan tujuan yang akan di
capai.
b.
Kegunaan dari berbagai jenis media instruksional
itu sendiri.
Setiap jenis media instruksional
mempunyai nilai kegunaan sendiri-sendiri. Hal ini harus di jadikan bahan
pertimbangan dalam jenis memilih media instruksional yang di gunakan.
c.
Kemampuan guru menggunakan suatu jenis media
instruksional.
Betapapun tingginya nilai kegunaan media
instruksional, tidak akan memberi manfaat sedikit pun di tangan orang yang
tidak mampu menggunakan media instruksional
d.
Fleksibilitas (lentur), tahan lama dan
kenyamanan media instruksional.
Dalam memilih media instruksional
harus di pertimbangkan kelenturan, dalam arti dapat di gunakan dalam berbagai
situasi, juga harus tahan lama (tidak sekali pakai langsung di buang), untuk
menghemat biaya, dan digunakannya pun tidak berbahaya.
e.
Keefektifan suat media instruksional di
bandingkan dengan jenis media instruksional lain untuk di gunakan dalam
pembelajaran suatu materi pembelajaran tertentu.
B. Pengembangan Media Instruksional
Pengembangan instruksional adalah cara yang sistematis dalam
mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi seperangkat materi dan
strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu(
Twelker,1972).
Hasil akhir dari pengembangan instruksional ialah suatu
sistem instruksional, yaitu materi dan strategibelajar mengajar yang
dikembangkan secara empiris yang secara konsisten telah dapat mencapai tujuan
instruksional tertentu.
Pengembangan instruksional ini terdiri dari seperangkat
kegiatan yang meliputi perencanaan,pengembangan, dan evaluasi terhadap sistem
instruksional yang sedang dikembangkan tersebut sehingga, setelah mengalami
beberapa kali revisi, sistem instruksional tersebut dapat memuaskan hati
pengembangnya.
Pengembangan instruksional adalah teknik pengelolaan dalam
mencari pemecahan masalah-masalah instruksional atau, setidak-tidaknya, dalam
mengoptimalkan pemanfaatan sumber belajar yang ada untuk memperbaiki
pendidikan.
Ada beberapa model pengembangan instruksional, misalnya
model pengembangan instruksional Briggs, Banathy, PPSI ( Prosedur Pengembangan
Sisstem Instruksional ), Kemp, Gerlach dan Ely, IDI ( Instrucsional Development
Institute), dan lain-lain.
Model-model tersebut diatasmempunyaibanyak perbedaan dan
persamaan. Perbedaan model-model tersebut terletak pada istilah yang dipakai,
urutan, dan kelengkapan langkahnya. Persamaannya ialah bahwa setiap model
mengandung kegiatan yang dapat digolongkan, ke dalam tiga kategori kegiatan
pokok, yaitu:
- Kegiatan yang membantu menentuka nmasalah pendidikan dan mengorganisasi alat untuk memecahkan masalah tersebut.
- Kegiatan yang membantu menganalisis dan mengambangkan pemecahan masalah; dan
- Kegiatan yang melayani keperluan evaluasi pemecahan masalah tersebut.
Semua kegiatan tersebut satu dengan lainnya dihubungkan oleh
suatu sistem umpan balik yang terpadu dalam model bersangkutan. Adapun sistem
umpan balik tersebut memungkinkan adanya perbaikan-perbaikan sistem
instruksional selama dikembangkan.
Secara visual pengembangan instruksional dapat digambarkan
sebagai berikut:
Model
Kemp
Model
pengembangan instruksional menurut Kemp (1977), atau yang disebut disain
instruksional, terdiri dari delapan langkah, yaitu:
1) Menentukan
tujuan istruksional umum (TIU), yaitu tujuan yang ingin dicapai dalam
mengajarkan masing-masing pokok bahasan;
2) Membuat
analisis tentang karakteristik siswa. Analisis ini diperlukan antaral lain
untuk mengetahui, apakah latar belakang pendidikan, dan sosial budaya siswa
memungkinkan untuk mengikuti program, dan langkah-langkah apa yang perlu
diambil;
3) Menentukan
tujuan instruksional secara spesifik, operasional, dan terukur. Dengan demikian
siswa akan tahu apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, dan apa
ukurannya bahwa dia telah berhasil. Dari segi pengajar rumusan itu akan berguna
dalam menyusun tes kemampuan/keberhasilan dan pemilihan materi yang sesuai;
4) Menetukan
materi/bahan pelajaran yang sesuai dengan TIK;
5) Menetapkan
penjajagan awal (pre-assessment). Ini
diperlukan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah memenuhi prasyarat belajar
yang dituntut untuk mengikuti program yang bersangkutan. Dengan demikian
pengajar dapat memilih materi yang diperlukan tanpa harus menyajikan yang tidak
perlu, dan siswa tidak menjadi bosan;
6) Menentukan
strategi belajar-mengajar yang sesuai. Criteria umum untuk pemilihan strategi
belajar-mengajaryagn sesuai dengan tujuan instruksional khusus tersebut adalah:
(a) efisiensi, (b) keefektifan, (c) ekonomis, dan (d) kepraktisan, melalu suatu
analisis alternatif;
7) Mengkoordinasikansaranan
penunjang yang diperlukan yang diperlukan meliputi biaya, fasilitas, peralatan,
waktu, dan tenaga, dan
8) Mengadakan
evaluasi. Evaluasi ini sangat perlu untuk mengontrol dan mengaji keberhasilan
program secara keseluruhan, yaitu (a) siswa, (b) program instruksional, (c)
instrumen evaluasi/tes, maupun (d) metode.
Dalam
diagram, bentuk model desain instruksional Kemp tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
Model Pengembangan Gerlach dan
Ely
Model
yang dikembangkan oleh Gerlach dan Ely (1971) dimaksudkan sebagai pedoman
perencanaan mengajar. Pengembangan sistem instruksional menurut model ini
melibatkan sepuluh unsur seperti terlihat dalam flowchart di halaman berikut:
1) Merumuskan
tujuan.
Tujuan instruksional harus dirumuskan dalam kemampuan apa
yang harus dimiliki pada tingkat jenjang belajar tertentu.
2) Menentukan
isi materi.
Isi materi berbeda-beda menurut bidang studi, sekolah,
tingkatan dan kelasnya, namun isi materi harus sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapainya.
3) Menurut
kemampuan awal.
Kemampuan awal siswa ditentukan dengan memberikan tes awal.
Pengetahuan tentang kemampuan awal siswa ini penting bagi pengajar agar dapat
memberikan dosis pelajaran yang tepat; tidak terlalu sukar dan tidak terlalu
mudah. Pengetahuan tentang kemampuan awal juga berguna untuk mengambil
langkah-langkah yang diperlukan, misalnya apakah perlu persiapan remedial.
4) Menentukan
teknik dan strategi.
Menurut Gerlach dan Ely, strategi merupakan pendekatan yang
dipakai pengajar dalam memanipulasi informasi, memilih sumber-sumber, dan
menentukan tugas/peranan siswa dalam kegiatan belajar-mengajar. Dengan
perkataan lain, pada tahap ini pengajar harus menentukan cara untuk dapat
mencapai tujuan instruksional dengan sebaik-baiknya. Dua bentuk umum tentang
pendekatan ini adalah berntukeksopose (espository) yang lazim dipergunakan
dalam kuliah-kuliah tradisional, biasanya lebih bersifat komunikasi satu arah,
dan bentuk penggalian (inquiry) yang lebih mengutamakan partisipasi siswa dalam
proses belajar-mengajar. Dalam pengertian instruksional yang sempit, metode ini
merupakan rencana yang sistematis untuk menyajikan pesan atau informasi
instruksional.
5) Pengelompokan
belajar.
Setelah menentukan pendekatan dan metode, pengajar harus
mulai merencanakan bagaimana kelompok belajar akan diatur. Pendekatan yang
menghendaki kegiatan belajar secara mandiri dan bebas (independentstudy)
memerlukan pengorganisasian yang berbeda dengan pendekatan yang memerlukan
banyak diskusi dan partisipasi aktif siswa dalam ruang yang kecil, atau untuk
mendengarkan ceramah dalam ruang yang luas.
6) Menentukan
pembagian waktu.
Pemilihan strategi dan teknik untuk ukuran kelompok yang
berbeda-beda tersebut mau tidak mau akan memaksa pengajar memikirkan penggunaan
waktunya, yaitu apakah sebagian besar waktunya harus dialokasikan untuk
presentasi atau pemberian informasi, untuk pekerjaan laboratorium secara
individual, atau untuk diskusi. Mungkin keterbatasan ruangan akan menuntut
pengaturan yang berbeda pula karena harus dipecah ke dalam kelompok-kelompok
yang lebih kecil.
7) Menentukan
ruang.
Sesuai dengan tiga alternative pengelompokan belajar seperti
pada no.5, alokasi ruang ditentukan dengan menjawab apakah tujuan belajar dapat
dipakai secara lebih efektif dengan belajar secara mandiri dan bebas,
berinteraksi antarsiswa, atau mendegarkan penjelasan dan bertatap muka dengan
penagajar.
8) Memilih
media instruksional yang sesuai.
Pemilihan media ditentukan menurut tanggapan siswa yang
disepakati. Jadi tidak sekadar yang dapat memberikan stimulus rangsangan
belajar. Gerlach dan Ely mambagi media sebagai sumber belajar ini ke dalam lima
katergori, yaitu: (a) manusia dan benda
nyata, (b) media visual proyeksi, (c) media audio, (d) media cetak, dna (e)
media display.
9) Mengevaluasi
hasil belajar.
Kegiatan belajar adalah interaksi antara pengajar dan siswa,
interaksi antara siswa dna media instruksional. Hakiakat belajar adalah
perubahan tingkah laku belajar pada akhir kegiatan instruksional. Semua usaha
kegiatan pengembangan instruksional di atas dapat dikatakan berhasil atau tidak
setelah tingkah laku akhir belajar tersebut dievaluasi. Instrumen evaluasi
dikembangkan atas dasar rumusan tujuan dan harus dapat mengukur keberhasilan
secara benar dan objektif. Oleh sebab itu, tujuan instruksional harus
dirumuskan dalam tingkah laku belajar siswa yang terukur dan dapat diamati.
10) Menganalisis
umpan balik.
Analisis umpan balik merupakan tahap terakhir dari
pengembangan sistem instruksional ini. Data umpan balik yang diperoleh dari
evaluasi, tes, observasi, maupun tanggapan-tanggapan tentang usaha-usaha
instruksional ini menentukan, apakah sistem, metode, maupun media yang dipakai
dalam kegiatan instruksional tersebut sudah sesuai untuk tujuan yang ingin
dicapai atau masih perlu disempurnakan.
0 komentar:
Posting Komentar